Wilayah utara Thailand menyimpan banyak 'harta karun'. Cara paling mudah, Anda bisa naik bus malam dari Bangkok ke Chiang Mai kemudian mengambil tur 1 hari ke Chiang Rai. Meski hanya 1 hari, traveler akan diajak mengunjungi tempat-tempat keren mulai dari White Temple, sampai Golden Triangle yang merupakan perbatasan 3 negara.
Anda juga akan dibawa menuju desa tempat tinggal Suku Karen, yang berlokasi di dekat Chiang Rai. Karen adalah nama suku yang wanitanya terkenal berleher panjang. Asal mula mereka adalah dari kawasan perbukitan di Myanmar, kemudian berpindah dan menetap di Thailand.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Suku Karen menggunakan kalung besi berwarna emas di leher mereka. Seiring berjalannya usia, jumlah lempengan besi di kalung tersebut selalu ditambah. Para wanita Suku Karen tak boleh melepas kalung tersebut meski sedang makan, atau mandi.
Lempengan berbentuk kalung itu 'menghantam' tulang bahu dan dagu. Jangan heran saat melihat para wanita Suku Karen memiliki leher yang sangat panjang, dengan tulang bahu yang turun dan dagu yang mungil. Jumlah lempengan ini beragam, bisa mencapai 25-30 untuk masing-masing wanita.
Apakah kalung tersebut dipakai seumur hidup? Ya dan tidak. Beberapa waktu mereka membersihkan kalung tersebut, dengan melepasnya satu per satu. Namun hal itu berujung pada leher jenjang yang tidak lagi kuat menopang kepala mereka. Kalung besi tersebut kemudian berperan sebagai penyangga.
Berangan-angan kenapa wanita Suku Karen mau mengenakannya? Banyak orang bilang, tradisi ini dilakukan sebagai bentuk kecantikan. Namun tak hanya itu, kalung besi dulu digunakan agar terhindar dari serangan harimau dan hewan buas.
Sehari-hari, para wanita ini membuat kerajinan tangan mulai dari tenun sampai ukiran kayu. Banyak traveler yang beranggapan, pantaskah kita mengunjungi suku-suku ini dan melihat mereka seperti 'kebun binatang manusia'.
Nyatanya tidak begitu. Mereka hijrah ke Thailand dan membentuk sebuah komunitas, memulai hari baru. Mereka bukan mengais uang dari pariwisata, namun menjadikan tradisi yang mereka punya sebagai cara bertahan hidup.
Anda tinggal membeli hasil kerajinan, hal itu sudah memberikan kesenangan luar biasa bagi mereka. Sama halnya dengan desa penghasil tenun di Lombok, atau Flores.
(sst/sst)
Komentar Terbanyak
Belum Dibayar, Warga Sekitar Sirkuit Mandalika Demo-Tagih ke ITDC
Warga Harap Wapres Gibran Beri Solusi Atasi Banjir Bali
Profil Menteri Haji Era Presiden Prabowo, Gus Irfan yang Hobi Sepedaan