Traveler pasti merasa sedikit bosan bila menikmati sejarah melalui diorama yang ditampilkan di dalam museum. Nah, ada satu cara seru untuk menikmati sejarah yang dihadirkan oleh Balai Kota Kuala Lumpur, yaitu melalui pertunjukan seni teater bertajuk 'Mud'.
detikTravel menikmati pertunjukan 'Mud' ini bersama dengan rombongan Media Trip Hotel Oasia Suites Kuala Lumpur pada Sabtu (23/7/2016) akhir pekan lalu. Pertunjukan ini digelar di Panggung Bandaraya, yang terletak di dalam bangunan megah berusia 111 tahun, yang dulunya merupakan bekas Balai Kota Kuala Lumpur.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Yang lebih hebatnya lagi, semua pemain menyanyikan sendiri bagian lagun mereka, tanpa rekaman playback atau pun lipsync. Padahal, dalam sehari para pemain bisa pentas sampai 2 kali, yaitu pada pukul 15.00 dan 20.30 waktu setempat.
Panggung Bandaraya, tempat dipentaskannya 'Mud' (Wahyu/detikTravel)
Pengakuan akan kedahsyatan pertunjukan ini pun datang dari berbagai pihak. Berdasarkan review dari traveler, TripAdvisor mengganjar pertunjukan seni ini dengan 5 bintang. Sementara ajang bergengsi 13th BOH Cameronian Arts Awards, memberikan 3 penghargaaan sekaligus untuk 'Mud', yaitu untuk kategori Set Panggung Terbaik, Tata Lampu terbaik, serta Pertunjukan Seni Favorit Pilihan Pemirsa.
Cerita 'Mud' berpusat pada persahabatan 3 orang tokoh utama dalam lakon ini, yaitu Meng, Muthiah dan Mamat. Cerita trio pemuda ini terbagi dalam 4 babak. Babak pertama menceritakan tentang Meng dan Muthiah yang pergi dari desa mereka menuju ke sebuah perkampungan yang nantinya menjadi cikal bakal Kota Kuala Lumpur. Mereka berdua bermimpi bisa mengubah nasib jadi lebih baik dengan datang ke kota yang mulai ramai itu.
Saat sedang berusaha mengejar impian, Meg dan Muthiah berjumpa dengan Mamat, sahabat lama mereka. Oleh Mamat, Meng dan Muthiah diajak bekerja di tambang timah. Meng bersedia, namun Muthiah menolak, karena sebenarnya Muthiah memimpikan bisa bekerja di industri kereta api. Dari sinilah konflik dimulai.
Kisah persahabatan antara Meng, Muthiah, dan Mamat beserta istrinya (Wahyu/detikTravel)
Setelah didesak oleh Meng dan Mamat, akhirnya terungkap bahwa Muthiah telah menyetor seluruh uang tabungan milik ibunya, kepada seorang kerabatnya agar dirinya bisa bekerja di industri kereta api. Padahal, Kota Kuala Lumpur di tahun 1880-an belum ada jaringan rel kereta. Akhirnya, setelah saling bermaafan, ketiga sahabat tersebut berbaikan lagi, dan mulai bekerja keras menjadi orang sukses di Kota Kuala Lumpur yang mulai berkembang.
Sayang, saat sudah mulai menuai hasil kerja keras mereka, perkampungan yang menjadi cikal bakal Kuala Lumpur itu, diterpa bencana kebakaran hebat yang membumihanguskan semua harta benda yang mereka punya. Peristiwa ini dikenal sebagai The Great Fire of Kuala Lumpur yang terjadi pada tahun 1881.
Kebakaran hebat Kuala Lumpur di Tahun 1881 (Wahyu/detikTravel)
Tak hanya itu saja, setelah kebakaran hebat yang memusnahkan semuanya, bencana ini masih ditambah lagi dengan hujan deras yang enggan berhenti dan menyebabkan Sungai Gombak banjir hebat. Dalam sejarah, peristiwa banjir bandang ini dikenal sebagai The Great Flood of Kuala Lumpur yang terjadi pada bulan Desember 1881.
Banjir tersebut benar-benar menyapu bersih perkampungan Meng, Muthiah dan Mamat. Trio sahabat ini pun putus asa, dan sempat berpikiran untuk meninggalkan Kuala Lumpur dan pindah ke kota lain demi penghidupan yang lebih layak. Namun, di saat-saat terakhir mereka hendak pergi, istri Mamat meyakinkan mereka untuk tetap tinggal dan membangun kota baru dari sisa-sisa yang ada.
Banjir bandang menerjang Kuala Lumpur di tahun 1881 (Wahyu/detikTravel)
Semua itu demi mewujudkan impian yang selama ini tertanam di dalam benak mereka bertiga, bahwa mereka harus sukses dan memberikan manfaat bagi masyarakat sekitar. Akhirnya, dari sisa-sisa lumpur bekas banjir bandang, Meng, Muthiah dan Mamat bahu membahu membangun Kuala Lumpur lagi dari nol, hingga akhirnya bisa menjadi kota metropolitan seperti sekarang.
Tentu saja kisah Meng, Muthiah, dan Mamat ini bukanlah kisah sebenarnya, melainkan hanya kisah simbolis perjuangan rakyat Kuala Lumpur yang membangun kota ini dari nol berdasarkan kekuatan mimpi, meskipun pernah hancur akibat kebakaran hebat serta banjir bandang.
Pertunjukan seni teater ini berhasil mengaduk-aduk emosi beberapa traveler yang menjadi penontonnya. Setelah pentas selesai, kami semua langsung sepakat untuk berdiri dan memberikan standing ovation sebagai tanda penghormatan atas pertunjukan ini. Seusai pentas, para pemain akan mengundang traveler untuk naik ke atas panggung dan berfoto bersama.
Agar lebih jelasnya, traveler memang harus menyaksikan sendiri pertunjukan ini dan merasakan sendiri pengalaman seni teatrikal berbasis sejarah Kuala Lunpur ini. Panggung Bandaraya terletak di Dataran Merdeka, Jalan Raja, 50350, Kuala Lumpur, Malaysia. Harga tiketnya sekitar 84 Ringgit Malaysia (setara Rp 270 ribu).
Akhirnya, Meng, Muthiah dan Mamat bersatu padu membangun Kuala Lumpur (Wahyu/detikTravel)
(wsw/rdy)
Komentar Terbanyak
Ada Gerbong Khusus Merokok di Kereta, Kamu Setuju?
Bisa-bisanya Anggota DPR Usulkan Gerbong Rokok di Kereta
Turis China Serang Petugas Imigrasi, Jilbab Ditarik Sampai Lepas