Inilah Perempuan Paling Cantik di Thailand Utara

Yuk ceritain perjalananmu dan bagikan foto menariknya di sini!
bg-escape

Laporan dari Thailand

Inilah Perempuan Paling Cantik di Thailand Utara

Fitraya Ramadhanny - detikTravel
Jumat, 30 Sep 2016 19:30 WIB
Foto: Seorang perempuan Karen yang cantik (Fitraya/detikTravel)
Chiang Mai - Cantik itu relatif. Namun bagi suku di Thailand utara, cantik itu kalau punya leher yang panjang. Mungkin perempuan inilah yang paling cantik di utara Thailand.

Di Thailand sebelah utara, wisatawan bisa berjumpa dengan etnis hill tribes, suku-suku pegunungan. Dalam kajian etnografi, mereka terbagi dalam beberapa suku dan mendiami Thailand dan Myanmar.

Kalau liburan ke Chiang Mai, kita bisa menjumpai mereka di desa wisata Baan Tong Luang di pinggir kota. detikTravel mengunjungi desa ini saat diundang Tourism Authority of Thailand (TAT), Sabtu (24/9/2016).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Di desa kaki perbukitan Suthep ini, tinggal 8 suku pegunungan mulai dari Yao, Hmong, Padong, Kayaw, Karen, Lahu, Palong dan Akha. Rupanya desa ini diciptakan dengan segaja tahun 2003 oleh Choochart Kalamapijit, pemilik tempat penangkaran gajah Maesa Elephant Camp.

Gerbang desa Suku Karen (Fitraya/detikTravel)Gerbang desa Suku Karen (Fitraya/detikTravel)


"Jadi awalnya dia ingin meningkatkan perekonomian keluarga suku-suku pegunungan yang bekerja sebagai pawang gajah. Jadi dia kumpulkan semua, dibikin desanya, nanti wisatawan bisa datang berkunjung," kata pemandu saya Pai Boon.

Rumah-rumah tradisional dari kayu bertebaran di kanan dan kiri jalan desa beralas tanah. Atap rumah mereka adalah semacam rumbia. Ada petak-petak sawah, dan tampak lah perempuan-perempuan dengan baju tenun tradisional. Kemana para prianya?

"Para prianya bekerja menjadi pawang gajah, yang perempuan berjualan suvenir dan menenun kain yang nantinya bisa dibeli wisatawan," kata Pai Boon.

Satu suku, dibuatkan semacam gapura kayu. Saya melewati gapura Suku Akha yang artinya rumah-rumah yang di dalam didiami etnis Akha. Kemudian saya sampai di gapura Suku Karen. Nah ini dia yang paling tersohor.

Wisatawan jalan-jalan di desa (Fitraya/detikTravel)Wisatawan jalan-jalan di desa (Fitraya/detikTravel)


Suku Karen terkenal di dunia dengan perempuan yang berleher panjang. Bagi mereka, semakin panjang, semakin cantik. Oleh karena itu leher mereka dipasangi gelang logam yang ditambah perlahan-lahan bertahun-tahun sampai lehernya menjadi panjang. Wow!

Suku Karen ternyata dibagi dalam beberapa sub etnis lagi. Kayaw Karen tidak memanjangkan leher mereka, hanya memakai anting perak yang besar dan gelang logam di kaki. Nah, Padong Karen atau Kayang Karen, mereka inilah yang memakai gelang logam di leher mereka.

Saya pun berkenalan dengan seorang gadis Karen yang berjualan kain tenun dan suvenir di depan rumahnya. Namanya Mano, wajahnya paling cantik dibandingkan perempuan Karen lainnya yang saya lihat.

Mano memakai baju putih yang artinya dia belum menikah. Rambutnya berhias manik-manik dan bunga, sementara kening, pipi dan hidungnya diberi riasan tradisional berbentuk garis dan lingkaran kuning. Rambutnya hitam lurus dan panjang.

Close up wajah Mano (Fitraya/detikTravel)Close up wajah Mano (Fitraya/detikTravel)


Dengan usia sekitar awal 20-an, Mano sudah memakai gelang leher dengan tumpukan sepanjang satu jengkal, sekitar 20 tingkat. Di samping Mano, ada aksesoris gelang serupa, saya mencoba mengangkatnya. Wow, cukup berat seperti barbel 1 kg.

Mungkin memang benar istilah 'Beauty is Pain'. Tiap budaya di dunia punya definisi soal cantik, namun dengan aksesoris yang mungkin menyiksa perempuan. Padahal tanpa gelang lehernya, Mano sudah cukup manis.

Oh iya, jangan lewatkan kesempatan belanja di desa ini ya. Kain tenunnya tidak mahal, harganya 100-200 Baht (Rp 37 ribu-112 ribu) bergantung jenis dan motif.

Aneka suvenir Suku Karen (Fitraya/detikTravel)Aneka suvenir Suku Karen (Fitraya/detikTravel)


Daun Ganja

Dalam perjalanan pulang, mata ini menangkap wujud dedaunan yang bikin penasaran. Dedaunan ini adalah pohon-pohon yang ditanam warga desa di pekarangan rumah. Saya pikir saya salah lihat, tapi ini pohon ganja!

Suku-suku pegunungan Thailand, Vietnam dan Myanmar memang menanam pohon ganja. Tapi saya tidak menyangka desa wisata seperti ini juga menanamnya.

"Mereka tidak memakai daun ganja untuk teler. Di sini, ganja dimanfaatkan kulit kayunya untuk pewarna baju," jelas Pai Boon. Oooo, begitu rupanya.

Cara ke sana:

Desa Baan Tong Luang ada di sebelah Maesa Elephant Camp di Ban Mae Mae, Distrik Maerim, Chiang Mai. Cara terbaik untuk ke tempat ini adalah carter angkot pickup Songthaew dari pusat Kota Chiang Mai. Pulang pergi bisa sampai 500 Baht (Rp 188 ribu) namun bisa dibagi sampai 10 orang penumpang. Tiket masuk Desa Baan Tong Luang adalah 500 Baht (Rp 187 ribu)

Daun ganja di desa Suku Karen (Fitraya/detikTravel)Daun ganja di desa Suku Karen (Fitraya/detikTravel)
(fay/fay)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads