Dari Vihara Menjadi Museum, Rumah Buddha di Vientiane

Yuk ceritain perjalananmu dan bagikan foto menariknya di sini!
bg-escape

Laporan dari Laos

Dari Vihara Menjadi Museum, Rumah Buddha di Vientiane

Ahmad Masaul Khoiri - detikTravel
Selasa, 28 Feb 2017 16:15 WIB
Museum Haw Phra Kaew (Masaul/detikTravel)
Vientiane - Museum Haw Phra Kaew, warga Vientiane di Laos menyebutnya sebagai rumah Buddha atau Hor Phrakeo. Inilah vihara yang jadi museum.

Kenapa bisa begitu, karena pada zaman dulu bangunan ini merupakan sebuah vihara. Perubahan itu dikatakan pemandu tur dari Laos, Mr Tony, Minggu (5/2/2017) lalu, akibat penyerangan tentara Thailand.

Saat penyerangan itu pula, bangunan ini dibakar habis dan patung Buddha yang terbuat dari batu dan logam mulia dipindahtempatkan ke Bangkok, Thailand. Museum ini terletak di Jalan Setthathirath persis diseberang Museum Wat Si Saket.
Tampak depan Museum Haw Phra KaewTampak depan Museum Haw Phra Kaew (Masaul/detikTravel)

Bangunan ini pertama kali dibangun pada tahun 1565 atas perintah Raja Setthathirath setelah ia memindahkan ibukota Laos dari Luang Prabang ke Vientiane. Saat itu pula, Setthathirath membawa patung Buddha berharga itu dari Chiang Mai, Thailand.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Vihara ini hanya digunakan sebagai tempat ibadah pribadi bagi Setthathirath. Patung Buddha itu sendiri sempat tinggal lebih dari 200 tahun di Vientiane. Namun, pada tahun 1779, Kota Vientiane diserang habis-habisan tentara Thailand hingga hangus dibakar. Tenatara Thailand juga menjarah semua barang berharga di kota ini tak terkecuali patung Buddha dan membakar vihara raja itu.

Kemudian, vihara dibangun kembali pada tahun 1816 oleh Raja Anouvong dengan meletakkan patung Buddha yang. Namun, vihara hancur lagi pada tahun 1828 ketika Raja Anouvong memberontak untuk mendapatkan kemerdekaan dari Thailand atau yang disebut Siam pada masa lalu.
Hiasan di sekeliling bangunanHiasan di sekeliling bangunan (Masaul/detikTravel)

Vientiane telah diratakan dengan tanah oleh pasukan Siam kembali. Vihara itu pun hancur kembali. Terakhir, pembangunan kembali vihara ini dilakukan oleh kolonial Perancis antara tahun 1936 dan 1942 selama menduduki Indochina. Pondasi bekas vihara digunakan kembali dan pembangunannya saat selesai lebih menyerupai bangunan di Bangkok.

Pada 1970-an, rumah Buddha ini diubah penggunaannya dari tempat ibadah menjadi museum. Meski menjadi sebuah museum, bekas vihara ini masih menjadi tempat suci karena seseorang harus melepas alas kaki ketika masuk ke dalam ruangan dan dilarang mengambil foto di dalam bangunan ini.

Museum ini buka setiap hari dari pukul 08.00 hingga pukul 17.00 waktu setempat. Tiket masuknya pun terjangkau, bagi turis lokal dikenakan biaya 3.000 Kip atau setara Rp 5.000 dan bagi turis mancanegara sebesar 10 ribu Kip atau setara Rp 16.000.

Akses masuk museumAkses masuk museum Foto: (Masaul/detikTravel)
(msl/aff)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads