Dilansir detikTravel dari CNN Travel, Selasa (18/7/2017), telah diluncurkan buku berjudul 'Dear Sky' karya fotografer Arthur Mebius. Buku ini mengupas tentang potret Air Koryo dari pramugari, hingga pilot juga pekerjanya.
Penerbangan Korea Utara, Air Koryo memang menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan dari seluruh dunia. Maskapai ini satu-satunya maskapai komersial yang hanya terbang ke dua destinasi internasional, yakni China dan Rusia.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
![]() |
Ia lalu memutuskan untuk menyusun sebuah buku dari maskapai ini yang kemudian dinamakan 'Dear Sky - The Planes and People of North Korea's Airline'.
Buku ini menampilkan foto-foto yang diambil selama tiga kali kunjungannya ke Korea Utara. Mebius pun bercerita banyak mengenai pengalamannya dalam menciptakan buku ini.
Diketahui bahwa Mebius merupakan seorang pecinta penerbangan dan juga fotografer profesional. Ia menuangkan buah pikirannya dalam proyek fotografi.
"Ketika saya menemukan bahwa di Korea Utara ada armada pesawat jet Rusia klasik yang aktif, saya memutuskan untuk pergi ke sana dengan membawa kamera untuk syuting," kata Mebius.
![]() |
Setelah beberapa hari terbang dan mengambil gambar, ia ingin menuangkan cerita tersebut di dalam sebuah buku foto. Ia pun kembali dua kali lagi ke Korea Utara untuk menyelesaikan seri bukunya.
Karena sanksi internasional dan pembatasan area terbang, armada Air Koryo ini jarang terbang ke luar negeri. Meski demikian pesawat dan kru mereka tetap siap beroperasi.
Intensitas penerbangan domestik akan semakin penting bagi pramugari dan pilot untuk berlatih keterampilan mereka.
"Armada Air Koryo memiliki total, saya yakin ada 15 pesawat terbang. Empat di antaranya adalah pesawat baru. Tupolev 204s dan dua pesawat Antonov 148s ini digunakan untuk penerbangan internasional reguler," ujar Mebius.
![]() |
"Peringkatnya sendiri hanya satu bintang dari Skytrax. Para penumpang diharapkan untuk jangan berekspektasi lebih jika layanannya masih buruk dengan pesawat tua," imbuh dia.
Sebenarnya, dalam penerbangan reguler dari Beijing, ada pesawat Tupolev atau Antonov yang baru. Meskipun waktu penerbangan hanya 90 menit, ada makanan dan minuman gratisnya oleh awak kabin yang sangat sopan.
Ada beberapa sentuhan eksentrik di dalam pesawat, seperti menunjukkan berbagai pertunjukan panggung band musik Korea Utara yang dilengkapi dengan latar belakang berbau militer. Penyeberangan Sungai Yalu ke wilayah udara Korea Utara pun diumumkan melalui pengeras suara.
Penerbangan ke Korea Utara, kata Mebius sangat tidak biasa. Ia berpikir bahwa orang-orang akan penasaran untuk melihat seperti apa maskapai penerbangan ini.
![]() |
Maskapai penerbangan ini tidak memenuhi syarat untuk mendapatkan penilaian dari berbagai kriteria utama, seperti kuantitas penerbangan. Namun, hal itu tidak ada hubungannya dengan layanan atau catatan keselamatan, yang keduanya memiliki standar amat tinggi.
Mebius juga menjelaskan bagaimana ia mendapatkan izin memotret. Ia mengaku berasal dari sekelompok turis yang memiliki kepentingan bersama di pesawat yang telah diperbolehkan memotret pramugari maupun pilot.
Buku yang diluncurkannya itu pun tidak mendapat reaksi dari Korea Utara. Karena, buku tersebut tidak dimaksudkan untuk membuat citra negatif bagi Korut.
"Ini adalah sisi estetika yang berbeda dengan apa yang biasanya. Saya menunjukkannya kepada seseorang yang berprofesi sebagai pemandu wisata di sana. Kata mereka, pihak berwenang Korea Utara akan berkata seperti, "Mengapa orang tidak melihat kamera? Mengapa pramugari begitu kabur?" ucap Mebius
Menurut pengalamannya, orang Korea Utara menginginkan traveler yang datang dan melihat apa yang mereka ingin dilihat, bersenang-senang, menghabiskan beberapa lembar uang, dan meninggalkan kesan positif di negara mereka. Mereka sangat sensitif tentang apa yang dikatakan dunia jika menceritakan yang tak sesuai saat melihat mereka.
Pengunjung pun diberi pengarahan sebelum melakukan perjalanan dengan tidak melakukan pemotretan penduduk setempat tanpa bertanya terlebih dahulu, mengambil gambar tentara, dan mengolok-olok para pemimpin. Sebagai negara komunis, tidak ada iklan atau merek internasional di Korut, juga kota-kota tersebut bersih dan tidak padat.
Bagi traveler, minimnya sinyal internet dan telepon menandakan bahwa Korut membentuk ikatan yang ketat tanpa gangguan dari media sosial dan ponsel pintar. Penduduk setempat pun sangat baik dan punya rasa penasaran tinggi. Karena kurangnya pilihan hiburan, mereka semua bermain musik dan bernyanyi.
Unik bukan? (msl/msl)
Komentar Terbanyak
Bangunan yang Dirusak Massa di Sukabumi Itu Villa, Bukan Gereja
Aturan Baru Bagasi Lion Air, Berlaku Mulai 17 Juli 2025
Brasil Ancam Seret Kasus Kematian Juliana ke Jalur Hukum