Perjalanan dilakukan oleh Prof Tjandra Yoga Aditama yang merupakan mantan petinggi WHO Asia Tenggara yang kini menjabat Direktur Pasca Sarjana Universitas YARSI. Di sela-sela menghadiri Kongres ke-34 International Society of Blood Transfusion di Cape Town, ia melakukan perjalanan ke sejumlah objek bersejarah di kota itu.
Kita semua mengenal mendiang Nelson Mandela, pemimpin atau bahkan "Bapak negara" Afrika Selatan, pemenang hadiah Nobel dan tokoh dunia yang amat dikagumi. Dalam perjalanan saya ke kota Johannesburg, banyak sekali jejak Mandela, termasuk patung besarnya di Mandela Square. Juga ada jembatan Mandela, Yayasan Mandela, Museum Mandela, dan lain-lain.
Kalau kita ke Johannesburg maka harus pergi juga ke daerah Soweto. Dari situlah bermula gerakan pemuda kulit hitam untuk melawan rezim apartheid di negara itu. Soweto adalah kawasan pinggiran kota, rumahnya tadinya bangunan amat sederhana dari semacam batu bata. Semua ukurannya 40 meter persegi dan dapat dihuni sampai 11 orang.
Ada dua "aspek kesehatan" dari Soweto. Atap rumah di Soweto ini pendek dan terbuat dari asbes, sehingga ada berbagai keluhan pernapasan yang mungkin sedikit banyak berhubungan dengan gejala penyakit asbestosis, suatu penyakit paru akibat debu asbes.
Tadinya masyarakat kulit hitam itu tinggal di tempat lain di kota, tapi kasus pes bubonik ("bubbonic plaque") menjadi salah satu alasan pemerintah apartheid untuk memindahkan mereka ke pinggiran kota yang disebut "Southern west township", Soweto.
Daerah ini amat dikenal dunia dalam perjuangan perdamaian melawan rezim apartheid. Rezim yang melakukan politik pemisahan penduduk berdasarkan ras warna kulit. Mereka yang berkulit putih mendapat hak istimewa dan ras warna kulit hitam dan lainnya menjadi tertindas.
Ada satu jalan di Soweto yang namanya "Vilakazi street". Tempat iu merupakan satu-satunya jalan di dunia yang pernah menjadi tempat tinggal dua orang penerima hadiah Nobel, yaitu Nelson Mandela dan Desmon Tutu.
Di sisi lain, rumah Mandela juga tadinya amat sederhana kini sudah dibuat sebagai museum. Waktu saya ke sana, suasananya penuh dengan pengunjung dari mancanegara.
Sesudah keluar dari penjara selama 27 tahun dan menjadi Presiden, Mandela tinggal di kediaman resmi di kota Johannesburg yang kini dijadikan "Nelson Mandela Foundation". Kemudian ia pindah ke rumah lain yang kini dijadikan hotel "Sanctuary Mandela". Hingga akhirnya Nelson Mandela wafat pada 1999 di usia 95 tahun.
Saya pun sempat melewati jalan yang dulu penuh dengan ribuan masyarakat yang berkabung di sekitar rumah tempat Mandela wafat.
Di kota Johanesburg juga ada kantor "Nelson Mandela Children's Fund". Lembaga ini didirikan oleh Presiden Mandela. Waktu Mandela ditanya tentang apa yang paling dirasa hilang ketika 27 tahun dipenjara, jawabannya adalah anak-anak, "children". Itulah alasan dibentuknya "Nelson Mandela Children's Fund" ini.
Ada banyak kata bijak yang disampaikan Mandela selama hidupnya. Salah satu yang saya senangi adalah "It always seems impossible until it's done." Makna bebasnya, "Tidak ada yang tidak mungkin".
(wkn/wkn)
Komentar Terbanyak
Bandung Juara Kota Macet di Indonesia, MTI: Angkot Buruk, Perumahan Amburadul
Bandara Kertajati Siap Jadi Aerospace Park, Ekosistem Industri Penerbangan
Foto: Aksi Wulan Guritno Main Jetski di Danau Toba