"Ulos, tidak hanya menyimpan tradisi Batak yang kental dan sarat makna. Tapi juga prestise dari modernisasi dan proses akulturasi," ujar Arief dalam keterangan tertulis, Jumat (21/9/2018).
Untuk mendapatkan UNESCO Global Geopark, Arief menjelaskan ada tiga buah penilaian di antaranya biodiversity, geodiversity, dan culture diversity. Ia pun mengaku siap membantu menjadikan Danau Toba sebagai UNESCO Global Geopark.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun ia pun mengimbau agar pengembangan pariwisata Danau Toba dapat memiliki keuntungan perekonomian bagi warga di sekitarnya. Dengan melestarikan budaya maka perekonomian dapat terangkat.
"Dalam pembangunan pariwisata berkelanjutan, harus ada nilai ekonominya. Karena kalau tidak, maka tidak akan berkelanjutan. Nanti ujungnya budaya semakin dilestarikan semakin menyejahterakan masyarakat. Begitu juga dengan ulos," ungkap Arief.
Sementara itu untuk membantu melestarikan kain ulos, Devi Pandjaitan boru Simatupang dan Kerri Na Basaria, istri dan anak dari Menko Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan, menggelar pameran ulos, Hangoluan & Tondi. Pameran diselenggarakan Tobatenun di bawah Yayasan DEL. Kegiatan ini berlangsung di Museum Tekstil, Jakarta pada 20 September hingga 7 Oktober 2018.
Pameran berawal dari keprihatinan istri dan anak bungsu Luhut karena kurangnya regenerasi penenun kain ulos. Melalui pariwisata budaya, diharapkan kain ulos bangkit kembali.
"Anak saya, Kerri, lahir di Amerika. Sekolahnya juga banyak di luar negeri. Tapi Saya selalu mengingatkan dia agar jangan pernah lupa dengan jati diri. Begitu destinasi Danau Toba mulai berkembang, dia akhirnya terpanggil pulang. Kerri ingin mengembangkan ulos sesuai keinginannya," ujar Luhut.
"Sebelumnya, Ulos mendekati kepunahan. Karena, minimnya jumlah penenun aktif. Orang Batak banyak yang menganggap menenun itu identik dengan kemiskinan. Sehingga banyak orang tua tak mengizinkan anak-anaknya menjadi penenun. Sekarang sudah lain cerita sejak Danau Toba berkembang pesat," imbuh dia.
Luhut mengungkapkan, kain khas Sumatera Utara ini sudah mendunia. Ulos digunakan oleh para petinggi dari berbagai negara pada Pertemuan Tahunan IMF-World Bank Group 2018 di Washington, Amerika Serikat.
"Kebanggaan tak terhingga saat melihat ulos harungguan menyentuh bahkan melingkari leher para petinggi asing di acara pertemuan bergengsi," katanya.
Terdapat puluhan kain yang dipamerkan merupakan koleksi milik Devi Pandjaitan. Ia mengatakan bahwa digelarnya pameran ini sebagai bentuk pelestarian warisan budaya khususnya Batak.
"Yayasan DEL memang aktif berpartisipasi dalam pameran kain tradisional. Tujuannya sebagai upaya pelestarian kekayaan warisan budaya. Kali ini, kami menaruh perhatian pada kain Ulos, budaya Batak," ungkap Devi.
Devi mengaku memiliki ratusan koleksi Ulos. Hampir semuanya berusia tua. Salah satu yang dipamerkan berusia 50 tahun ke atas. Ia berharap dengan adanya pameran ini maka akan tumbuh penenun yang bisa menghasilkan kain dengan motif beragam.
"Bahkan penenun ulos berpengalaman belum tentu mampu menenun motif yang sama dari ulos langka itu. Maka, kami rasa revitalisasi tradisi. Pengetahuan menenun seperti itulah yang ingin kami kembalikan. Sehingga tipe-tipe ulos yang dihasilkan di kemudian hari bisa luar biasa. Tidak melulu seperti sekarang," harapnya. (mul/ega)
Komentar Terbanyak
Aturan Baru Bagasi Lion Air, Berlaku Mulai 17 Juli 2025
Turis Brasil yang Jatuh di Gunung Rinjani Itu Sudah Tidak Bergerak
Keluarga Indonesia Diserang Pria di Singapura, Anak Kecil Dipukul dengan Botol