"Sektor pariwisata Indonesia yang sangat menjanjikan. Sektor ini menjadi core business Indonesia. Pariwisata menjadi penyumbang PDB, devisa serta lapangan kerja paling besar, mudah dan cepat," ujar Ketua Umum Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI), Haryadi Sukamdani, dalam keterangan tertulis, Senin (24/9/2018).
Hal itu terbukti pada 2016, devisa pariwisata mencapai USD 13,5 miliar per tahun. Hanya kalah dari minyak sawit mentah (CPO) sebesar USD 15,9 miliar per tahun. Padahal pada 2015 lalu, pariwisata masih ada di peringkat keempat sebagai sektor penyumbang devisa terbesar.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tahun 2017, sumbangan devisa dari sektor pariwisata melesat menjadi sekitar USD 16,8 miliar. Angka ini diprediksi akan meningkat 20% menjadi sekitar USD 20 miliar pada 2018.
"Sektor pariwisata Indonesia sendiri diproyeksikan mampu menyumbang produk domestik bruto sebesar 15 persen di tahun 2019. Yang artinya menghasilkan sekitar Rp 280 triliun bagi devisa negara. Serta dapat menyerap 13 juta tenaga kerja pada 2019. Lebih jauh, sektor pariwisata diyakini mampu menciptakan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi yang lebih tersebar di seluruh negeri ini," terang Haryadi.
Semakin melesatnya sektor pariwisata, tidak terlepas dari terus meningkatnya jumlah kunjungan wisatawan mancanegara (wisman). Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), kunjungan wisman ke Indonesia terus naik. Pada 2017, wisman yang berkunjung sebanyak 14,04 juta orang. Torehan ini naik 21,88 persen dari tahun 2016 yang berada dikisaran 11,52 juta wisman.
"Ini juga berkat kerja keras semua pihak yang mampu mendongkrak indeks daya saing Pariwisata Indonesia. Dari peringkat 70 dunia di tahun 2013, meroket ke posisi 42 besar di 2017," ungkapnya.
Dengan paparan tersebut, Haryadi Sukamdani mengaku Kementerian Pariwisata (Kemenpar) sangat layak dengan penghargaan yang diraihnya, yaitu Kementerian Pariwisata Terbaik 2018 di ajang TTG Travel Award.
Sementara itu, Menteri Pariwisata Arief Yahya menjelaskan alasan yang menjadikan Kemenpar RI berhasil meraih penghargaan tersebut.
"Alasan utama, ada CEO Commitment. Ini yang ditunjukkan presiden selama memimpin kabinet kerja. Actionnya ada, rekam jejaknya pun tercatat. Dalam memimpin kabinet kerja, Presiden tak ragu menetapkan pariwisata sebagai leading sector dan sekaligus core ekonomi bangsa," ungkap Arief.
Presiden bahkan ikut memberi komando lewat penetapan 10 destinasi prioritas, atau yang sering dipopulerkan dengan istilah 10 Bali Baru. Sebarannya pun merata di seluruh Indonesia, yaitu Danau Toba Sumatera Utara, Tanjung Kelayang Bangka Belitung, Tanjung Lesung Banten, Kepulauan Seribu DKI Jakarta, Borobudur di Joglosemar, Bromo-Tengger-Semeru Jawa Timur, Mandalika di Lombok, Komodo Labuan Bajo NTT, Wakatobi Sulawesi Tenggara dan Morotai Maltara.
Tidak hanya itu, presiden pun tanpa ragu hadir di banyak destinasi wisata agar dapat melihat secara langsung kendala dilapangan. Destinasi Raja Ampat, Morotai, Labuan Bajo, Larantuka, Mandalika, Borobudur, Tanjung Lesung, dan Danau Toba adalah beberapa destinasi yang dikunjunginya.
Dukungan besar pun diberikan kepada destinasi yang mengalami bencana, seperti Bali yang langsung aktif kembali usai dikunjungi presiden saat erupsi Gunung Agung atau pariwisata Lombok yang langsung bangkit setelah dikunjunginya.
Menurut Arief, dukungan nyata tersebut adalah yang membuat pariwisata semakin maju.
"Itu menunjukkan komitmen yang tinggi dari Presiden Jokowi terhadap dunia Pariwisata. Tugas seorang CEO itu menentukan arah dan mengalokasikan Sumber Daya. Baik manusia (Orang Terhebat), maupun Budgeting (anggaran). Karena itu di pariwisita ditempatkan orang-orang terhebat dan disupport dengan anggaran, yang meskipun masih terbatas, tapi sedikit naik," ungkap Arief. (ega/fay)
Komentar Terbanyak
Penumpang Hilang HP di Penerbangan Melbourne, Ini Hasil Investigasi Garuda
Turis Brasil yang Jatuh di Gunung Rinjani Itu Sudah Tidak Bergerak
Keluarga Indonesia Diserang Pria di Singapura, Anak Kecil Dipukul dengan Botol