Melansir CNN Travel, Jumat (9/11/2018), petualangan pertama dilakukan oleh Ernest Shackleton, pada awal 1900-an. Kedua, penjelajahan terkini juga dilakukan oleh warga Inggris, Henry Worsley yang sukses menelusuri jejak pendahulunya itu.
Kisah keduanya ditulis dalam buku baru David Grann bernama The White Darkness. Sebuah karya nonfiksi untuk memetakan Kutub Selatan itu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Antartika adalah tempatnya anti-pahlawan yang penuh teka-teki, penjahat brutal tapi cantik. Perjalanan Shackleton yang paling diingat dalam sejarah adalah 2 kali kegagalannya, saat tahun 1907, ia berusia 33 tahun dan memimpin sebuah ekspedisi mencapai Antartika dengan tiga orang lainnya.
Pada akhir 1908, hanya 156 kilometer dari Kutub, ia membatalkan perjalanannya. Hal ini dikarenakan dalam hitungannya sudah tidak aman lagi melanjutkan perjalanan dan ia pun balik kanan.
Perjalanannya itu adalah titik paling selatan yang dicapai oleh manusia. Tahun 1914 dan Shackleton memiliki tujuan baru yakni orang pertama yang mendarat di Antartika.
![]() |
Tak lama setelah berlayar, kapal Shackleton bernama Endurance terbungkus es. Ia masuk ke musim dingin yang tak kenal ampun dan kapalnya perlahan-lahan diremukkan kemudian tenggelam.
Luar biasanya, dalam kepemimpinan Shackleton sudah dipastikan dahulu bahwa seluruh awaknya selamat walau kondisi alam yang brutal selama berbulan-bulan. Dalam The White Darkness, Grann menulis bahwa Shackleton tetap ceria di ekspedisinya.
Setelah kapal itu hilang, Shackleton dan krunya menyeret sekoci yang telah diselamatkan sebelumnya di atas es. Mereka bertahan selama 17 bulan di kamp-kamp dalam kondisi alam yang ganas.
Saat ini, sosok Shackleton adalah subjek yang menginspirasi semua orang, mulai dari astronot hingga pialang Wall Street. Namun dalam kehidupan Shackleton sendiri, perjalanan ekspedisinya dikalahkan oleh ekspedisi kutub yang lebih sukses.
Kepemimpinan Shackleton dalam hal kesetiaan dan penyemangat sejati mampu mengilhami veteran tentara Inggris lainnya untuk bertualang. Ialah Henry Worsley.
![]() (William Gow/CNN Travel) |
Worsley meneliti buku-buku Antartika semasa kecil dan sangat senang mengetahui bahwa ia adalah kerabat jauh dari salah satu anggota awak Shackleton.
Tidak ada yang tahu hingga pada tahun 2008 dia memutuskan untuk memulai ekspedisi ke Kutub Selatan. Seratus tahun berselang, keturunan Shackleton dan Henry Adams, cicit dari anggota awak lainnya.
Worsley, Gow, dan Adams memulai perjalanan ekstremnya ke Antartika. Motto mereka, 'Sedikit lebih jauh' yang diiringi moto keluarga Shackleton, 'Dengan daya tahan kita menaklukkan'.
Ekspedisi Worsley juga dilengkapi dokumentasi fotografi. Ada gambar-gambar punggungan salju yang mengeras menjadi es dan hampir seluruhnya berwarna putih.
Ekspedisi Worsley dan rekan-rekan ini mencapai titik 88Β° 23'S, lokasi paling selatan yang dicapai oleh leluhur mereka 100 tahun sebelumnya. Worsley kembali ke Antartika pada tahun 2011, memimpin enam tim untuk menelusuri kembali perjalanan Roald Amundsen ke Kutub Selatan.
Kisah Grann menggambarkan dualitas seorang pria yang sangat berkomitmen pada keluarganya. Di sisi lain juga memiliki dorongan untuk menantang dirinya sendiri menghadapi cuaca ekstrem.
![]() (Joanna Worsley/CNN Travel) |
Selanjutnya, Worsley mulai merencanakan ekspedisi solo pertama, tanpa bantuan, melintasi Antartika. Ia mengatur kompasnya agar bisa dgunakan dalam perjalanan yang lebih jauh walau kematian selalu mengintai di setiap langkahnya.
Ketika Worsley memulai perjalanan solonya, ia mengirim file audio harian ke rumah dan menulis tentang pengalaman berbahaya dalam buku hariannya. Worsley sedang menguji kemampuannya hingga menemukan tantangan tersulit, yakni memerintah dirinya sendiri.
Dalam melintasi Antartika tanpa bantuan, ia akan mengumpulkan uang itu untuk Dana Endeavour, sebuah badan amal yang membantu para veteran tentara yang terluka di Inggris.
Duke dan Duchess of Cambridge dan Prince Harry mendukungnya. Dia digembar-gemborkan sebagai Shackleton abad ke-21.
Tragisnya, perjalanan solo Worsley adalah yang terakhir baginya. Dia terkena infeksi serius dan harus diselamatkan saat berjarak 48 kilometer dari tujuannya.
Istri dan anak-anak Worsley mengunjungi Pulau Georgia Selatan pada tahun 2017 untuk berziarah mengenangnya. Kehidupan dan petualangannya kini telah diabadikan dalam buku Grann.
Manusia punya keterbatasan yang takkan mampu menaklukkan alam. Inilah kisah inspirasi bagi traveler yang ingin menjelajah Antartika. (msl/fay)
Komentar Terbanyak
Aturan Baru Bagasi Lion Air, Berlaku Mulai 17 Juli 2025
Turis Brasil yang Jatuh di Gunung Rinjani Itu Sudah Tidak Bergerak
Viral Keluhan Traveler soal Parkir Jakarta Fair 2025: Chaos!