Sebelum namanya menjadi Bandara Internasional Sultan Hasanuddin, bandara ini mengalami proses penggantian nama hingga empat kali. Namun sebelum ini perlu diketahui bandara ini dibangun Pemerintah Hindia Belanda pada 1935 dengan nama Lapangan Terbang Kadieng.
Dikutip detikTravel dari berbagai sumber, pergantian nama pertama terjadi ketika Jepang berkuasa di Indonesia, tepatnya pada 1942. Saat itu pemerintah pendudukan Jepang mengubah nama Lapangan Terbang Kadieng menjadi Lapangan Terbang Mandai. Kadieng maupun Mandai merupakan nama daerah di Maros, tempat bandara ini berada.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kemudian pergantian nama kedua terjadi ketika adanya alih kelola bandara ke Pemerintah Indonesia, yaitu pada 1950. Saat itu pemerintah Indonesia mengubah nama bandara dari Lapangan Terbang Mandai menjadi Pelabuhan Udara Mandai, disertai dengan perpanjangan landasan pacu.
Selanjutnya pergantian nama ketiga terjadi pada 1980, yaitu nama Pelabuhan Udara Mandai diganti menjadi Pelabuhan Udara Hasanuddin. Selain pergantian nama, dilakukan juga perpanjangan runway 13-31 menjadi 2.500x45 meter.
Terakhir, pada 2004 bandara ini kembali dilakukan perluasan dan pengembangan yang prosesnya selesai pada 2008. Selain peresmian kembali, Pelabuhan Udara Hasanuddin juga kembali berganti nama menjadi Bandar Udara Internasional Sultan Hasanuddin. Adapun penambahan kata 'Sultan' dimaksudkan agar nama Hasanuddin jelas mengarah pada sosok pahlawan nasional Sultan Hasanuddin.
Dengan segala pengembangan yang dilakukan, kini Bandar Udara Internasional Sultan Hasanuddin telah menjadi salah satu bandara yang cukup sibuk, terutama pada saat momen-momen tertentu, misalnya Idul Fitri.
Pertumbuhan ini pun berdampak pada transportasi lainnya di sekitar bandara. Grab, sebagai penyedia jasa transportasi online bahkan mencatat perjalanan Grab menuju Bandar Udara Internasional Sultan Hasanuddin pada 2018 mencapai angka lebih dari 250 ribu perjalanan.
Marketing Director Grab Indonesia, Mediko Azwar pun mengatakan tingginya angka pesanan menuju bandara ini menunjukkan bahwa Grab menjadi sarana transportasi intermoda yang memberikan opsi yang praktis dan efisien bagi para pengguna jasa angkutan udara.
"Pencapaian pada tahun 2018 ini memacu Grab sebagai O2O mobile platform terkemuka di Indonesia untuk meningkatkan pengalaman pelanggan kami dalam memajukan industri pariwisata di Indonesia pada 2019," ujarnya dalam keterangan tertulis.
Tonton juga video 'Kini Bandara Sultan Hasanuddin Punya Toilet 3D!':
Komentar Terbanyak
Prabowo Mau Borong 50 Boeing 777, Berapa Harga per Unit?
Bandung Juara Kota Macet di Indonesia, MTI: Angkot Buruk, Perumahan Amburadul
Bandara Kertajati Siap Jadi Aerospace Park, Ekosistem Industri Penerbangan