Ini Fakta Cokelat di Indonesia yang Perlu Kamu Tahu

Yuk ceritain perjalananmu dan bagikan foto menariknya di sini!
bg-escape

Ini Fakta Cokelat di Indonesia yang Perlu Kamu Tahu

Putu Intan Raka Cinti - detikTravel
Minggu, 16 Feb 2020 07:22 WIB
Cokelat
Cokelat terbuat dari biji kakao (Foto: iStock)
Jakarta -

Cokelat menjadi salah satu makanan favorit semua orang. Tak cuma punya cita rasa yang lezat, cokelat di Indonesia juga punya sejumlah fakta unik yang mungkin belum kamu tahu.

Beberapa waktu lalu, detikTravel berkesempatan untuk mengunjungi kebun cokelat di daerah Pasir Kuda, Bogor, Jawa Barat bersama komunitas tur wisata Koko Jali dan komunitas peduli cokelat, Dapoer Kaoem. Selain melihat langsung tanaman dan cara pengolahannya, ada berbagai fakta menarik yang belum banyak diketahui orang. Ada apa saja?

Yuk simak daftar hal-hal tentang cokelat yang perlu kamu ketahui:

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

1. Cokelat berasal dari tanaman kakao

Tanaman kakaoTanaman kakao (Foto: Putu Intan)

Berbagai olahan cokelat yang selama ini kita konsumsi, terbuat dari biji tanaman kakao. Nah, tanaman kakao ini bukan flora endemik Indonesia, traveler. Asalnya dari Amerika Selatan namun sekarang sudah dibudidayakan di berbagai negara tropis, salah satunya di negara kita ini.

Tanaman kakao ini biasanya tumbuh di dataran rendah di berbagai daerah di Indonesia. Menurut pengelola Dapoer Kaoem, Ambon, salah satu daerah penghasil cokelat yang terkenal adalah di Sulawesi Tengah.

ADVERTISEMENT

Kakao ini biasanya akan mulai berbuah setelah dua setengah tahun. Buahnya dapat dipanen kapan saja bila sudah masak yang ditandai ketika buah ini berwarna kuning atau merah. Namun menurut Ambon, panen besar kakao akan dilakukan dua kali dalam setahun.

Menanam kakao ini butuh keuletan lho traveler karena tanaman ini mudah terserang virus.

"Banyak virus yang menyerang buah. Buahnya tidak bisa berkembang, lama-lama jadi hitam dan tidak membesar. Satu lagi, virus juga menyerang pucuk. Pucuk ini akan mati sehingga engga ada regenerasi," kata Ambon.

2. Orang yang pertama kali mengolah kakao menjadi cokelat

Suku Maya yang pertama kali mengolah kakao menjadi cokelat.Suku Maya yang pertama kali mengolah kakao menjadi cokelat. (Foto: Istimewa)

Coba traveler tebak, siapa yang pertama kali berinovasi mengolah buah kakao menjadi cokelat? Nah, cokelat ini ternyata pertama kali ditemukan oleh suku Maya sekitar abad ke-16.

"Suku Maya pertama kali menyeduh biji kakao asli, tidak seperti yang kita makan dan minum sekarang," ujar Ambon.

Cokelat yang sekarang terasa manis itu, justru berasal dari pengaruh orang Eropa yang pertama kali dilakukan bangsa Portugis. Kala itu, olahan kakao ini dicampur dengan gula dan olahan itulah yang eksis sampai sekarang ini. Dengan inovasi yang dilakukan bangsa Portugis itu, manner atau kearifan lokal dalam mengolah kakao itu hilang.

Bagi orang Maya, kakao sendiri punya nilai yang tinggi,lho. Dulu mereka dapat menjadikan kakao sebagai alat tukar. Misalnya, mereka bisa menukar kakao untuk mendapatkan seekor kelinci.

3. Kandungan positif dalam biji kakao

Biji kakao mengandung zat yang bisa bikin senang.Biji kakao mengandung zat yang bisa bikin senang. (Foto: Putu Intan)

Saat traveler membuka buah kakao, akan terlihat biji-biji kakao berwarna putih yang berkumpul di tengah. Bagian putih yang disebut pulp itu bisa traveler makan. Rasanya manis dan asam, mirip buah manggis. Pulp ini, menurut Ambon, sebaiknya tidak dikonsumsi dalam jumlah banyak karena mengandung zat pencahar. Namun pulp ini bisa bermanfaat bagi penderita sembelit atau susah buang air besar.

Nah, setelah bagian putih itu bersih, biji kakao akan diolah menjadi cokelat. Dalam biji itu juga terkandung antioksidan yang berpotensi menghambat kanker atau penyakit-penyakit kardiovaskular.

Selain itu, tanaman cacao yang punya nama latin Theobroma cacao itu mengandung theobromine yang bisa membuat penikmatnya bahagia.

4. Berbagai tahapan dalam pengolahan biji kakao menjadi cokelat

Biji cokelat yang sudah diroasting jadi nibs. Biji cokelat yang sudah diroasting jadi nibs. (Foto: Putu Intan Raka Cinti/detikcom)

Sebelum bisa dimakan dalam bentuk cokelat, biji kakao akan dikeringkan. Ambon menjelaskan, biji cokelat yang masih tertutup pulp lagu dikeringkan memang butuh waktu lebih lama namun kualitasnya lebih baik daripada biji yang dijemur tanpa pulp.

Kualitas biji kakao yang lebih baik lagi atau yang disebut premium, didapatkan dari proses fermentasi buah kakao yang sebelumnya dilakukan. Buah-buah kakao akan dimasukkan dalam kotak kayu atau plastik selama 2, 4, atau 6 hari. Namun proses ini jarang dilakukan di Indonesia.

Setelah biji siap, biji akan dijemur antara 2 hari sampai kurang dari sebulan, biji ini diperiksa kadar airnya dan dipilah-pilah untuk menentukan grade-nya.

Selanjutnya, biji akan diroasting untuk melepaskan kulit ari biji. Biji yang sudah terkelupas kulit arinya ini disebut nibs.

Jika sudah, biji akan dimasukkan ke dalam penggiling basah atau wet grinder. Di sana, biji dapat ditambahkan dengan butter dan berbagai bahan lain seperti gula atau susu. Penggilingan ini akan menghasilkan pasta cokelat yang dapat traveler olah menjadi berbagai makanan dan minuman.

Baca juga: Begini Lho Proses Pengolahan Cokelat Sebelum Jadi Kudapan Lezat

5. Cokelat industri yang kita makan ternyata terbuat dari ampas kakao

Cokelat yang kita makan hanya mengandung sedikit kakao.Cokelat yang kita makan hanya mengandung sedikit kakao. (Foto: Istimewa)

Cokelat-cokelat manis yang selama ini jadi favorit traveler umumnya tidak mengandung 100 persen kakao. Cokelat itu dibuat dari ampas olahan kakao.

"Ampasnya ternyata tidak dibuang tapi masih laku di Indonesia. Dikasi manis, dikasi essence (perisa) yang lain, kemudian itulah yang dijual dan kita kenal dalam tanda kutip cokelat. Itu karena kebutuhan industri, massa cokelatnya hanya 20 persen, sisanya tepung. Untuk mengeraskan ditambah lesitin," Ambon menerangkan.

6. Potensi kakao di Indonesia

Kegiatan petani kakao menjemur biji kakao.Kegiatan petani kakao menjemur biji kakao. (Foto: Erliana Riady/detikcom)

Indonesia ternyata punya potensi besar dari tanaman kakao. Menurut Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto pada 2019 lalu, Indonesia merupakan negara pengolah produk kakao olahan terbesar ke-3 dunia, setelah Belanda dan Pantai Gading.

Biji-biji kakao di pasaran juga dijual dengan harga yang bersaing.

"Harga eceran tertinggi di pasar umum dan di Indonesia, biasanya merujuk ke pemerintah, untuk biji kakao dengan kadar air 16 ke atas, yang masih basah harganya kisaran Rp 10-15 ribu, kalau lebih premium Rp 15-25 per kilogram, tergantung grade," kata Ambon.

Namun di balik potensi besar itu, Indonesia masih punya PR untuk mengedukasi dan memotivasi para petani cokelat. Inilah yang menjadi salah satu tujuan dari Dapoer Kaoem sebagaimana dijelaskan salah seorang pengelola, Munip.

"Awalnya kita lihat kok banyak banget cokelat di pekarangan rumah, kita main ke Jogja, ke Sumatera banyak pohon cokelat tapi tidak diurus dengan gulma seperti itu. Bagaimana mau dapat hasil? Kita cari tahu kenapa pohon cokelatnya seperti ini, lalu kita bawa ke sini kita buat jadi berbagai olahan, lalu kita bawa lagi ke mereka (petani). Akhirnya mereka tahu, kalau diolah seperti ini nanti harganya kan lumayan."




(pin/fem)

Hide Ads