Masih Mau Nekat Mudik? Ayo Belajar dari Kasus Italia

Yuk ceritain perjalananmu dan bagikan foto menariknya di sini!
bg-escape

Masih Mau Nekat Mudik? Ayo Belajar dari Kasus Italia

Johanes Randy Prakoso - detikTravel
Kamis, 23 Apr 2020 20:45 WIB
Perdana Menteri (PM) Italia, Giuseppe Conte, memutuskan untuk memperpanjang lockdown demi membatasi penyebaran virus Corona (COVID-19) hingga 3 Mei mendatang.
Sejumlah polisi yang berjaga di Italia (AP Photo)
Jakarta -

Presiden Joko Widodo akhirnya menegaskan larangan perantau mudik pada Selasa kemarin (21/4). Buat yang masih ngeyel mudik, bisa berkaca dari kasus Italia.

Diberitakan sebelumnya, Presiden Jokowi akhirnya melarang seluruh masyarakat mudik pada Idul Fitri 2020. Larangan ini, disebut Jokowi, berlaku bagi semua masyarakat untuk mencegah penyebaran virus Corona (COVID-19). Jokowi pun meminta jajarannya menyiapkan larangan mudik bagi warga.

Keputusan tersebut disampaikan Presiden Jokowi saat membuka rapat terbatas di Istana Presiden yang disiarkan langsung lewat akun YouTube Setpres, Selasa (21/4)

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Pada rapat hari ini, saya ingin menyampaikan juga bahwa mudik semuanya akan kami larang," kata Jokowi.

Kebijakan yang dianggap sedikit terlambat itu pun diambil dengan berat hati untuk mencegah penularan virus corona dari para pemudik. Terlebih pemudik dari Jakarta, yang merupakan zona merah epidemi COVID-19 di Indonesia.

ADVERTISEMENT

Walau disebut kontroversial oleh banyak pihak, pemerintah tentu punya sejumlah dasar di balik pengambilan kebijakan tersebut. Salah satu contohnya lewat kasus serupa di Italia.

Dikumpulkan detikcom dari berbagai sumber, Kamis (23/4/2020), Italia merupakan salah satu pusat epidemi corona di Eropa yang telah menerapkan lockdown dan sempat menuai keributan di awal seperti diberitakan media Guardian.

Berawal dari bocornya rencana lockdown atau penutupan wilayah total di kawasan Lombardy pada awal Maret lalu, ribuan warga pun yang panik dan melarikan diri.

Terdengar familiar? Inilah suasana di Indonesia kini pasca penutupan Jabodetabek pada Jumat tengah malam nanti.

Ketika tersiar kabar dari salah satu media lokal Corriere della Sera, ribuan warga pun langsung memenuhi stasiun kereta dan kabur dari wilayah Lombardy menggunakan mobil mereka.

Mendapati arus mudik dadakan tersebut, pihak kepolisan Italia pun telah berjaga di Salerno, Campania, untuk menghadang pemudik dari Lombardy. Semua dilakukan untuk mencegah penyebaran virus tersebut.

"Bocornya kebijakan tersebut menyebabkan banyak orang mulai melarikan diri, menimbulkan efek berlawanan dari apa yang ingin dicapai. Sayangnya, beberapa yang melarikan diri itu akan terinfeksi dengan penyakit ini," ujar Roberto Burioni, profesor mikrobiologi dan virologi di Universitas Vita-Salute San Raffaele di Milan.

Sejak lockdown diterapkan di wilayah Utara Italia pada 8 Maret 2020, tak sedikit pejabat publik yang gencar meminta warga tidak mudik. Salah satunya, Gubernur Plugia, Michele Emiliano.

"Jangan membawa pandemi Lombardy, Veneto dan Emilia ke Puglia. Anda akan membawa virus ke paru-paru saudara, adik, kakek, paman, saudara laki-laki dan keluargamu," kata Emiliano lewat unggahan di laman Facebooknya.

Di kalangan warga Lombardy, tak sedikit juga yang mendukung langkah lockdown itu. Semua demi kebaikan bersama.

"Tentu saja saya merasa sedikit panik dan takut, tapi saya setuju dengan kebijakan ini dan merasa malu pada siapa pun yang meninggalkan Lombardy dan kabur tanpa tanggung jawab. Mereka beresiko menularkan orang terdekat mereka," ujar Alessia Scoma (30), konsultan bisnis asal Milan.

Namun, tak sedikit juga penduduk Lombardy yang merasa berat dengan kebijakan tersebut. pasalnya, mereka punya keluarga yang harus mereka urus di luar Lombardy.

"Ibu saya tinggal di Bergamo. Dia sudah berusia 70 tahun dan telah bertahan menghadapi sejumlah penyakit serius. Bayangan saya tak dapat menghubunginya untuk beberapa minggu atau bulanan serta spekulasi buruk yang dapat menimpanya membuat saya tak bisa bernapas," ujar Francesca Nava (45), seorang jurnalis dari Roma.

Keputusan pemerintah Italia untuk menutup akses Italia Utara memang belum pernah terpikirkan atau dilakukan sebelumnya. Tapi, menurut penasihat Kemenkes Italia sekaligus anggota WHO, Walter Ricciardi, keputusan untuk mengunci wilayah itu perlu dilakukan.

"Kita harus bertanggung jawab, dan dengan bertanggung jawab kita mengeluarkan kebijakan yang menyangkut orang banyak. Sekali pun ini sangat sulit untuk dipahami," ujar Ricciardi.

Dari tanggal penutupan Italia Utara pada 8 Maret hingga 9 Maret saja, tercatat lonjakan kasus secara nasional sebanyak hampir 2.000 kasus. Dianggap belum berhasil, Pemerintah Italia melakukan lockdown secara nasional pada 10 Maret atau dua hari setelahnya dan diperpanjang hingga 3 Mei mendatang.

Akibat ulah para pemudik yang panik dari pusat epidemi di Italia Utara, kini COVID-19 juga telah menyebar ke wilayah Selatan Italia seperti Publia, Campania dan Sisilia yang tadinya aman dari corona.

Menurut situs pemantau COVID-19 John Hopkins, hingga saat ini ada 187.327 kasus positif COVID-19 di Italia. Tercatat, ada sekitar 25.085 orang yang meninggal dunia di Italia. Jangan sampai kita di Indonesia mengikuti jejaknya.


Hide Ads