Kata Marischka Prudence Soal Istilah New Normal

Yuk ceritain perjalananmu dan bagikan foto menariknya di sini!
bg-escape

Kata Marischka Prudence Soal Istilah New Normal

Johanes Randy Prakoso - detikTravel
Sabtu, 13 Jun 2020 15:05 WIB
Marischa Prudence
Marischka Prudence (Randy/detikTravel)
Jakarta -

Kata New Normal tengah banyak didengungkan, tak terkecuali di sektor pariwisata. Travel influencer Marischka Prudence pun ikut berkomentar.

Sejak awal pekan ini (8/6), Pemprov DKI Jakarta telah menerapkan masa PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) Transisi. Hal itu juga menandai peralihan dari masa PSBB menuju transisi New Normal. Sejumlah tempat wisata seperti museum dan restoran pun telah beroperasi normal kembali dengan protokol.

Mal dan pusat hiburan pun diprediksi akan kembali buka pada Senin pekan depan (15/6). Era baru yang disebut New Normal pun telah berjalan. Roda ekonomi hingga wisata pun kembali berputar di tengah upaya menekan kurva positif COVID-19.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Hal itu pun juga menjadi perhatian dari Marischka Prudence, travel influencer yang juga merupakan ex jurnalis. Melihat kondisi yang ada dewasa ini, istilah New Normal disebutnya masih kurang pas untuk menjabarkan situasi yang ada di lapangan.

"Karena kalau normal tuh secara nggak sadar kan kita nangkepnya hal yang sehari-hari, typical gitu. Mau dibilang baru juga. Jadi kayak mengurangi awareness kalau sekarang kondisi masih bahaya, karena di-normal-in," ujar Marischka saat dihubungi detikcom, Kamis (11/6/2020).

ADVERTISEMENT

Kata-kata Marischka tentu sangat beralasan. Hingga saat ini, kasus positif COVID-19 di Indonesia masih terus meningkat dan mencapai angka 34.316 ribu di seluruh Indonesia (data Kamis, 11/6).

Di DKI Jakarta sendiri, rekor penambahan tertinggi terjadi pada Selasa 9 Juni 2020 sebanyak 239 kasus. Belum sepekan kegiatan usaha kembali dibuka setelah Pemprov DKI Jakarta memberlakukan PSBB transisi.

Berkaca pada kondisi di lapangan, Marischka pun lebih setuju menyebut istilah adaptasi ketimbang New Normal. Mungkin terdengar sepele, tapi ada akibat yang ditimbulkan.

"Kalau adaptasi itu kan kita lihat situasi, kita berusaha menyesuaikan diri kita. Kalau konteks ini biar tetap aman ya. Adaptasi kan cara survive juga. Cuma masalah istilah sih, tapi secara nggak sadar pasti ada impact-nya," ujar Marischka.

Lebih lanjut, Marischka pun menyadari kalau roda ekonomi harus kembali berputar. Hanya saja, dimulainya kembali roda ekonomi di tengah pandemi COVID-19 juga harus dibarengi dengan kesadaran bersama akan bahaya virus Corona yang masih terus mengintai. Traveler pun tak boleh lengah.

"Memang nggak mungkin semua sektor ditutup terus. Mau sampai kapan kan, tapi kesadaran kalau kita masih di tengah-tengah pandeminya yang mesti dijaga," tutup Marischka.

Masuk ke bulan Juni, masyarakat di Indonesia memang boleh dibilang mulai abai akan ancaman COVID-19. Hal itu tampak dari ramainya sejumlah tempat wisata seperti Puncak di Bogor, pantai di sejumlah tempat di Indonesia hingga gunung yang kembali didaki oleh pendaki ilegal.

Di satu sisi, upaya Pemerintah untuk memerangi COVID-19 pun dirasa mulai kendor ketimbang masa-masa awal diterapkannya PSBB. Tentu harus disadari, bahwa New Normal tidak serta merta jadi jaminan untuk kembali beraktivitas atau berwisata normal. Apalagi bila tidak dibarengi dengan kontrol yang ketat.




(rdy/ddn)

Hide Ads