Pandemi COVID-19 tak hanya merontokkan industri penerbangan global, tapi juga maskapai Garuda Indonesia. Hal itu pun diungkapkan oleh Dirut Garuda.
Hal itu pun dituturkan sang Dirut Garuda Indonesia, Irfan Setiaputra dalam webinar Jakarta Chief Marketing Club (CMO), Rabu (8/7/2020), yang dimoderatori oleh Hermawan Kartajaya selaku founder dan Chairman MarkPlus, Inc.
Dalam bincang-bincang santai itu, orang nomor satu di Garuda Indonesia itu blak-blakan soal posisinya sebagai dirut serta kondisi maskapai plat merah yang dipegangnya itu. Irfan belum lama menjabat sebagai Dirut Garuda Indonesia, yakni sejak 22 Januari 2020.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hanya bukannya lepas landas, Irfan malah langsung diterjang oleh 'badai' COVID-19. Kerugian demi kerugian pun kian menghantui maskapai Garuda Indonesia.
"Jadi persoalan di Garuda hari ini adalah revenue turun sampai 90%, jadi tinggal 10%," kata Irfan.
Garuda yang biasanya bisa mendapat untung besar lewat empat momen peak time dalam satu tahun pun, telah kehilangan banyak momentum dan tak mendapat angin untuk bernafas.
"Mei awal Juli ketika kita kehilangan kesempatan untuk memperoleh peak time. Mudik, Umroh juga dilarang, haji dibatalkan dari Indonesia dan terakhir kita gak bisa menikmati holiday season anak sekolah di bulan Juni. Dalam setahun saya sudah kehilangan 4 peak season. Kita sisa 1 peak season lagi di Natal Tahun Baru," ujar Irfan.
Kondisi itu pun diperparah dengan kewajiban tetap Garuda yang harus membayar biaya leasing pesawat dan biaya sewa hanggar atau tempat parkir pesawat. Di satu sisi, pemasukan pun sangat minim.
Hanya dihadapkan pada kondisi seterjepit itu, Irfan pun tetap tenang dan melihat dari sisi positif lain. Disebutnya, selalu ada kesempatan bahkan dalam kesempitan.
"Walau demikian, poin yang mau saya sampaikan bagaimana kita bertahan hidup di kondisi begini. Ada beberapa inisiatif untuk bertahan hidup sambil kita mempersiapkan, karena saya pikir situasi bertahan hidup ini mau tidak mau dirasakan hampir semua airlines di dunia dan Indonesia," ujar Irfan.
Di luar bantuan relaksasi dan dana talangan senilai 8,5 T dari Pemerintah, Garuda pun tengah menggarap pasar lain seperti layanan kargo. Tak cuma itu, chartered flight juga jadi opsi lain.
"Kami juga fokus jadi chartered. Dari Maret beberapa kali dichartered, terakhir ke Bogota Kolombia. Bawa warga Kolombia yang stranded di Asia Tenggara. Satu pesawat penuh bawa ke Jakarta, juga sempat sekali ke Sao Paulo (Brasil)," ujar Irfan.
Saat ini, bertahan dengan berbagai cara menjadi satu-satunya pilihan yang dimiliki oleh Irfan sebagai juru setir Garuda Indonesia. Trend pun disebut baru akan pulih seperti sediakala dua hingga tiga tahun mendatang.
"Diprediksi secara konsensus paling cepat akhir 2022 untuk bisa kembali ke posisi sebelum 2019, walau mayoritas possibility-nya 2023. Bagaimana kita bisa bertahan hidup sampai waktu itu," tutup Irfan.
(rdy/rdy)
Komentar Terbanyak
Aturan Baru Bagasi Lion Air, Berlaku Mulai 17 Juli 2025
Turis Brasil yang Jatuh di Gunung Rinjani Itu Sudah Tidak Bergerak
Viral Keluhan Traveler soal Parkir Jakarta Fair 2025: Chaos!