Namanya Hendra Wijaya. Mungkin hanya segelintir orang yang tahu siapa dirinya. Pria berumur 49 tahun ini merupakan pelari ultra yang memiliki sederet prestasi kelas dunia.
Dialah orang pertama yang berlari di Kutub Utara dalam acara Likeys 6633 Artic Ultra bulan Maret 2015 kemarin. Selain karena passion mendalam dengan lari, namun Hendra juga ingin memperkenalkan lari ultra di Indonesia.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Bukan untuk mencari untung, namun memaksimalkan keindahan Indonesia dengan cara yang berbeda," ungkapnya kepada detikTravel saat event wisata olahraga MesaStila Challenge Ultra di Magelang, Sabtu (10/10/2015).
Diakuinya, belum banyak negara yang bisa membuat event lari ultra seperti ini. Dengan alam Indonesia yang begitu indah, mengapa tidak menikmatinya dengan maksimal.
Memang, olahraga lari kelas ultra anggotanya tak bisa sebanyak marathon yang diadakan di jalan lurus. Namun kenyataannya, event seperti ini bisa mendatangkan banyak turis asing.
"Kemarin event The Mount Rinjani Ultra berhasil mendatangkan turis dari 36 negara dan Bromo Tengger Semeru 100 Ultra tahun lalu kedatangan peserta dari 23 negara," lanjut pria kelahiran Lampung tahun 1966 ini.
Di event MesaStila Challenge Ultra ini pun kedatangan cukup banyak turis asing. Meski awalnya dirinya salah satu peserta, namun kini Hendra menjadi Run Advisor di acara lari ultra ini.
"Mereka (peserta asing) banyak yang sudah berkali-kali datang. Bukan hanya sekali," tutur pria yang akan mengikuti Deca Ironman di Spanyol akhir bulan ini.
Benar apa yang dikatakannya. Karena beberapa peserta yang ikut tahun ini merasa harus kembali lagi tahun depan. Ada beberapa alasan. Ada yang penasaran ingin ikut kelas lebih tinggi, ada juga yang penasaran ingin berlari mendaki Merapi dan Merbabu yang sekarang sedang ditutup karena kebakaran.
Begitu banyak cara mendatangkan wisatawan asing untuk menikmati indahnya Indonesia. Salah satunya dengan olahraga ekstrem ini.
(shf/shf)
Komentar Terbanyak
Kronologi Penumpang Lion Air Marah-marah dan Berteriak Ada Bom
Koper Penumpangnya Ditempeli Stiker Kata Tidak Senonoh, Transnusa Buka Suara
PHRI Bali: Kafe-Resto Putar Suara Burung Tetap Harus Bayar Royalti