Yesaya Mayor, Putra Daerah yang Jadi Motor Pariwisata Raja Ampat

Yuk ceritain perjalananmu dan bagikan foto menariknya di sini!
bg-escape

Pahlawan Pariwisata

Yesaya Mayor, Putra Daerah yang Jadi Motor Pariwisata Raja Ampat

Wahyu Setyo Widodo - detikTravel
Kamis, 10 Nov 2016 08:58 WIB
Yesaya Mayor, Putra Daerah yang Jadi Motor Pariwisata Raja Ampat
Yesaya Mayor (Wahyu/detikTravel)
Raja Ampat - Mungkin traveler belum banyak yang mengenal Yesaya Mayor. Dialah putra daerah yang jadi pionir pariwisata dan seni budaya di Raja Ampat. Yuk, simak kisahnya!

Yesaya Mayor, atau akrab disapa dengan Yesaya, adalah sosok inspiratif dari Raja Ampat yang traveler mesti dengar kisahnya. Yesaya sudah lama membaktikan hidupnya untuk melestarikan seni dan budaya asli Raja Ampat.

"Saya harus pertahankan itu (seni dan budaya-red), karena itu harkat dan martabat Raja Ampat. Kesenian asli kami sudah semakin punah. Saya harus mengangkat kebudayaan ini lagi," ujar Yesaya membuka obrolan kepada detikTravel di Desa Sawinggrai, kampung halamannya, beberapa pekan lalu.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurut Yesaya, sebenarnya kesenian asli Raja Ampat merupakan perpaduan antara banyak budaya, terutama pengaruh dari Kesultanan Ternate. Sejumlah hal dilakukan Yesaya untuk merintis pariwisata dan mempertahankan seni budaya Raja Ampat sebagai berikut:

1. Merintis Mambefor Homestay

Pintu gerbang Homestay Mambefor (Wahyu/detikTravel)
Yesaya memang berasal dari Desa Sawinggrai, Raja Ampat. Sebagai putra asli Sawinggrai, Yesaya punya mimpi besar untuk mengembangkan pariwisata di daerahnya. Sejak kecil, Yesaya bercita-cita bisa ngobrol dan berinteraksi dengan bule. Setelah dewasa, tak hanya bercakap-cakap dengan bule, Yesaya bahkan bisa membuat sebuah homestay bernama Mambefor Homestay.

Bisa dibilang, Yesaya adalah orang pertama yang membangun homestay di Sawinggrai. Perlahan-lahan, banyak turis yang datang ke Sawinggrai. Pariwisata pun mulai berkembang di kampung halamannya. Lewat homestay bertarif Rp 400 ribuan semalam inilah, Yesaya membiayai kegiatan keseniannya.

"Semua dana pribadi. Saya sudah tidak tahu lagi hitungnya. Uang itu saya pakai untuk generasi seterusnya lagi," kata Yesaya.

2. Membangun Sanggar Seni Koranuf Yakoewri

Sanggar seni milik Yesaya di Desa Sawinggrai (Wahyu/detikTravel)
Yesaya pun membangun sebuah sanggar seni untuk mengajari anak-anak Desa Sawinggrai menari dan menyanyi. Sanggar itu bernama Sanggar Seni Budaya Koranuf Yakoewri. Selain itu, di sanggar ini ada latihan melukis, pelajaran Bahasa Indonesia hingga Bahasa Inggris. Anak didik Yesaya pun sudah banyak yang merasakan manfaatnya.

"Ada 37 orang lagi yang masih ada. 45 orang lagi sudah keluar, sudah lulus. Yang masih di Sawinggrai tinggal yang kecil-kecil. Yang besar-besar sebagian ikut saya di Waisai," terang Yesaya soal anak didiknya.

3. Menciptakan Tari Pintake

Anak-anak belajar menari (Wahyu/detikTravel)
Mengajarkan seni budaya kepada anak-anak kecil di desanya, ternyata tidak semudah membalikkan telapak tangan. Yesaya mesti berubah jadi guru yang tegas bagi anak didiknya, karena kalau tidak begitu akan sangat susah mengenalkan seni pada anak-anak ini.

"Orang sini itu wataknya keras. Sangat susah mengenalkan hal-hal baru. Hari ini bisa bilang iya, besok sudah berubah lagi. Kita harus tegas ke mereka, jangan terlalu lunak. Paling tidak, ada rasa segan dengan saya," ucap Yesaya.

Sosok Yesaya yang ceria dan murah senyum, memang langsung berubah jadi galak dan tegas ketika sedang mengajar menyanyi dan menari. Namun itu semua semata-mata demi kebaikan anak-anak desanya. Atas kerja kerasnya, banyak yang sudah mengundang Yesaya dan anak didiknya untuk pentas.

Selain mengajar anak-anak, Yesaya juga mencipta lagu dan koreografi Tari Pintake yang menceritakan tentang asal-usul Raja Ampat. Yesaya geram karena banyak yang percaya legenda bahwa masyarakat Raja Ampat berasal dari telur.

Menurut Yesaya, cerita itu hanyalah propaganda Belanda untuk memecah belah rakyat Raja Ampat sehingga bisa menguasai sumber daya alamnya yang sangat kaya. Untuk itu, Yesaya menciptakan Tari Pintake untuk meluruskan sejarah yang tidak benar.

"Tari Pintake ini menceritakan cerita asal mula Raja Ampat. Tidak benar penduduk Raja Ampat itu asalnya dari telur. Itu hanya karangan Belanda saja karena mau masuk ke sini. Belanda sudah membuat sejarah tidak benar. Untuk itu kami buatnya dalam cerita, lukisan, dan tarian supaya semua orang bisa mengerti," terang Yesaya.

4. Harapan Yesaya di masa depan

Yesaya saat mengiringi anak didiknya menari (Wahyu/detikTravel)
Tak ingin berhenti sampai sini, Yesaya masih punya harapan yang ingin dia raih di masa depan. Yakni akan lebih banyak anak-anak yang melestarikan kesenian dan kebudayaan yang dia ajarkan, agar tidak punah. Yesaya juga ingin tetap mempertahankan Sawinggrai dengan segala kegiatan berkeseniannya.

"Saya ingin mempertahankan sesuatu yang asli. Jangan sampai wajah kampung ini diubah jadi modern seperti di kota. Nanti apa yang dilihat di sini, ke Jakarta saja sana," tutup Yesaya.

Sosok Yesaya merupakan potret kecil dari perjuangan putra daerah yang ingin kampung halamannya mendapat manfaat yang lebih dari sektor pariwisata. Berkat perjuangan dan kerja keras Yesaya, kini Desa Sawinggrai menjadi salah satu dari 120 desa wisata di Raja Ampat yang paling populer di kalangan wisatawan.
Halaman 2 dari 5
Yesaya memang berasal dari Desa Sawinggrai, Raja Ampat. Sebagai putra asli Sawinggrai, Yesaya punya mimpi besar untuk mengembangkan pariwisata di daerahnya. Sejak kecil, Yesaya bercita-cita bisa ngobrol dan berinteraksi dengan bule. Setelah dewasa, tak hanya bercakap-cakap dengan bule, Yesaya bahkan bisa membuat sebuah homestay bernama Mambefor Homestay.

Bisa dibilang, Yesaya adalah orang pertama yang membangun homestay di Sawinggrai. Perlahan-lahan, banyak turis yang datang ke Sawinggrai. Pariwisata pun mulai berkembang di kampung halamannya. Lewat homestay bertarif Rp 400 ribuan semalam inilah, Yesaya membiayai kegiatan keseniannya.

"Semua dana pribadi. Saya sudah tidak tahu lagi hitungnya. Uang itu saya pakai untuk generasi seterusnya lagi," kata Yesaya.

Yesaya pun membangun sebuah sanggar seni untuk mengajari anak-anak Desa Sawinggrai menari dan menyanyi. Sanggar itu bernama Sanggar Seni Budaya Koranuf Yakoewri. Selain itu, di sanggar ini ada latihan melukis, pelajaran Bahasa Indonesia hingga Bahasa Inggris. Anak didik Yesaya pun sudah banyak yang merasakan manfaatnya.

"Ada 37 orang lagi yang masih ada. 45 orang lagi sudah keluar, sudah lulus. Yang masih di Sawinggrai tinggal yang kecil-kecil. Yang besar-besar sebagian ikut saya di Waisai," terang Yesaya soal anak didiknya.

Mengajarkan seni budaya kepada anak-anak kecil di desanya, ternyata tidak semudah membalikkan telapak tangan. Yesaya mesti berubah jadi guru yang tegas bagi anak didiknya, karena kalau tidak begitu akan sangat susah mengenalkan seni pada anak-anak ini.

"Orang sini itu wataknya keras. Sangat susah mengenalkan hal-hal baru. Hari ini bisa bilang iya, besok sudah berubah lagi. Kita harus tegas ke mereka, jangan terlalu lunak. Paling tidak, ada rasa segan dengan saya," ucap Yesaya.

Sosok Yesaya yang ceria dan murah senyum, memang langsung berubah jadi galak dan tegas ketika sedang mengajar menyanyi dan menari. Namun itu semua semata-mata demi kebaikan anak-anak desanya. Atas kerja kerasnya, banyak yang sudah mengundang Yesaya dan anak didiknya untuk pentas.

Selain mengajar anak-anak, Yesaya juga mencipta lagu dan koreografi Tari Pintake yang menceritakan tentang asal-usul Raja Ampat. Yesaya geram karena banyak yang percaya legenda bahwa masyarakat Raja Ampat berasal dari telur.

Menurut Yesaya, cerita itu hanyalah propaganda Belanda untuk memecah belah rakyat Raja Ampat sehingga bisa menguasai sumber daya alamnya yang sangat kaya. Untuk itu, Yesaya menciptakan Tari Pintake untuk meluruskan sejarah yang tidak benar.

"Tari Pintake ini menceritakan cerita asal mula Raja Ampat. Tidak benar penduduk Raja Ampat itu asalnya dari telur. Itu hanya karangan Belanda saja karena mau masuk ke sini. Belanda sudah membuat sejarah tidak benar. Untuk itu kami buatnya dalam cerita, lukisan, dan tarian supaya semua orang bisa mengerti," terang Yesaya.

Tak ingin berhenti sampai sini, Yesaya masih punya harapan yang ingin dia raih di masa depan. Yakni akan lebih banyak anak-anak yang melestarikan kesenian dan kebudayaan yang dia ajarkan, agar tidak punah. Yesaya juga ingin tetap mempertahankan Sawinggrai dengan segala kegiatan berkeseniannya.

"Saya ingin mempertahankan sesuatu yang asli. Jangan sampai wajah kampung ini diubah jadi modern seperti di kota. Nanti apa yang dilihat di sini, ke Jakarta saja sana," tutup Yesaya.

Sosok Yesaya merupakan potret kecil dari perjuangan putra daerah yang ingin kampung halamannya mendapat manfaat yang lebih dari sektor pariwisata. Berkat perjuangan dan kerja keras Yesaya, kini Desa Sawinggrai menjadi salah satu dari 120 desa wisata di Raja Ampat yang paling populer di kalangan wisatawan.

(aff/aff)

Hide Ads