Berpuasa di Indonesia umumnya dilakukan selama 12 hingga 13 jam. Tetapi di negara lainnya, apalagi di luar Eropa, bisa bervariasi dan terkadang lebih dari 12 jam. Ini menjadi tantangan bagi WNI yang menetap di luar negeri dan tetap menjalani puasa.
Seperti salah satu mahasiswa asal Indonesia yang belajar di benua Eropa, Aning (20) yang telah menetap di Darmstadt, Jerman selama kurang lebih 3 tahun untuk belajar Teknik Elektro. Ia mengaku perbedaan waktu menjadi sebuah tantangan saat menjalani puasa Ramadan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Terang saja, puasa di negara Jerman berlangsung hingga 18 jam. Selain itu, Aning juga menuturkan hidup di negara dengan bukan mayoritas muslim menjadi kendala besar baginya saat menjalankan ibadah puasa. Untuk menjalani Shalat Tarawih saja, ia perlu naik kereta menuju Kota Frankfurt dari Darmstadt selama 1 jam karena terdapat masjid yang mayoritas jamaahnya adalah muslim Indonesia.
Tidak jauh beda dengan Riandy (25) yang menetap di Delft, Belanda. Ia sudah 2 tahun hidup di Negeri Kincir Angin tersebut untuk menempuh pendidikan Teknik Perminyakan. Kurang lebih selama 17 jam ia berpuasa dan hanya memiliki waktu sedikit saat berbuka dan kembali menjalankan makan sahur.
Namun Riandy juga menuturkan bahwasanya berpuasa di beda negara menjadi sesuatu hal yang menyadarkan diri sendiri untuk menambah keimanan "Paling berat adalah lingkungannya sih di mana nggak semua orang puasa di sini. Sekaligus ini yang menyadarkan kalau puasa itu tanggung jawab diri dan kebutuhan diri sendiri," ucap Riandy.
Bahkan, saat tahun lalu ia saat menjalani kuliah lapangan dan harus traveling keliling berbagai negara di Eropa seperti Spanyol dan Jerman. Selama masa tersebut, ia juga pergi ke alam bebas seperti gunung mulai dari pukul 09.00 pagi hingga 18.00 sore saat bulan Ramadan.
Tetapi, bulan Ramadan yang penuh berkah selalu meninggalkan sukacita yang berbeda dari bulan-bulan lainnya. Aning mengaku ia juga sering berbuka bersama muslim Indonesia lainnya yang juga bernasib sama, ini menjadi ajang kebersamaan dan keakraban yang jarang ditemui pada hari-hari lain. Sedangkan tahun ini Riandy memilih untuk tinggal bersama 5 teman asal Indonesia yang juga berpuasa, dimana kebersamaanya saat sahur dan berbuka menjadi ajang yang seru dan menyenangkan.
Mereka juga memiliki siasat khusus untuk mengatasi kerinduan terhadap Ramadan di Indonesia. Jika Riandy memilih untuk berpikir dan menjalani puasa sebagaimana mestinya, Aning mengatasinya dengan video call dengan keluarga atau menghadiri acara buka bersama.
"Biasanya bergaul dengan teman-teman dari Indo atau video call keluarga. Acara bukber di masjid juga membantu sih, karena kalau sedang bukber di sana, suasananya mirip seperti lagi buka sama keluarga waktu di indonesia," pungkasnya. (aff/aff)












































Komentar Terbanyak
Pembegalan Warga Suku Baduy di Jakpus Berbuntut Panjang
Kisah Sosialita AS Liburan di Bali Berakhir Tragis di Tangan Putrinya
Drama Menjelang Penobatan Raja Baru Keraton Solo