Mereka selalu menyapa siapapun melintas di hadapannya. Tak jarang pelancong ditawari singgah ke rumah mereka untuk hanya sekedar menyeduh kopi di ruang tamu spesial menjadi ciri khas warga Ranupani.
Seperti yang dilakukan Sutamat, Kepala Desa Ranupani saat ditemui detikTravel di kediamannya. Kursi kecil berjajar membentuk segi empat menghadap dapur kayu, Sutamat mempersilahkan duduk dengan kaki bersentuhan dengan kayu bakar.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sutamat mulai bercerita bagaimana desa berpenduduk 1302 jiwa menjaga kerukunan. Meskipun, bukan hanya menganut agama Hindu, tetapi ada juga masyarakat yang memeluk agama Islam maupun nasrani.
"Di sini ada Islam, Hindu, dan Kristen. Tetapi semua bisa rukun, guyub. Karena melihat ini desa mereka, ini membuat mereka bisa hidup sampai sekarang," ujar Sutamat.
Angka kriminalitas, warga saling bermusuhan nyaris tidak ada di Ranupani. Masyarakat mayoritas petani, justru banyak saling membantu. Mereka taat akan aturan adat, gotong royong, saling membantu hal yang wajib.
"Tidak ada di sini maling, rampok, merusak rumah tangga orang, memperkosa. Adat menjadi pegangan bagi semua, saya kepala desa hanya modalnya jujur, terbuka dan terus membangun komunikasi dengan warga," tegas pria kelahiran Ranupani tahun 1952 ini.
Sutamat dan warganya sadar mereka tinggal didalam kawasan konservasi. Kelestarian alam harus dijaga demi keberlangsungan hidup anak cucu mereka.
Ranupani menurut dia, sudah bisa dibilang maju. Hasil pertanian yang melimpah membawa kemakmuran warga desa. Kentang, brambang, dan kubis sudah cukup bahkan lebih untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
"Sekarang lihat saja rumah-rumahnya sudah bagus semua. Banyak anak-anak sekolah SMA atau kuliah, tapi harus keluar desa. Karena hanya ada SD dan SMP saja. Meningkatnya ekonomi membuktikan keberkahan Ranupani," sebut dia.
Bersamaan dengan rencana pengembangan desa wisata, lanjut dia, infrastruktur Ranupani sudah mulai dibenahi, jalan-jalan, saluran irigasi dan lain-lain. Masyarakat juga banyak mendirikan home stay, warung, atau menjadi guide tamu.
Sutamat tengah mempersiapkan Hari Karo, merupakan hari besar bagi warga Tengger, jatuh sekitar 1,5 bulan kedepan. Banyak kegiatan tentunya akan dilaksanakan.
"Ini mau Karo, kita mau merayakannya sebulan setengah lagi. Ini hari besar yang biasa dirayakan," terangnya.
Disinggung soal cara memperingati Hari Kemerdekaan Republik Indonesia, Sutamat mengaku, pada pagi tanggal 17 Agustus, masyarakat selalu melaksanakan upacara bendera.
"Ada upacara di lapangan, untuk peringati 17 Agustus. Nanti juga ada pertunjukkan kesenian," jelasnya.
(rdy/rdy)
Komentar Terbanyak
Didemo Pelaku Wisata, Gubernur Dedi: Jelas Sudah Study Tour Itu Piknik
Prabowo Mau Borong 50 Boeing 777, Berapa Harga per Unit?
Prabowo Mau Beli 50 Pesawat Boeing dari AS, Garuda Ngaku Butuh 120 Unit