Jumat, 25 Agu 2017 16:30 WIB
TRAVEL NEWS
Filosofi Naik Gunung dari Para Legenda Pendaki Indonesia
Ahmad Masaul Khoiri
detikTravel

Sukabumi - Mendaki gunung, bertualang ke hutan alam bebas sudah mendarah daging bagi mereka. Bisa disebut merekalah legenda hidup pendaki Indonesia.
Arti gunung bagi mereka bukan sekadar bermain lagi atau tempat bersenang-senang. Mereka telah menemukan arti dari mencintai alam.
Yang pertama menjelaskan filosofi pecinta alam adalah sahabat Soe Hok Gie, Herman Lantang. Dalam perbincangan dengan detikTravel, Jumat (25/8/2017), di Camping Ground Tanakita Sukabumi, anggota Mapala UI ini menjabarkan filosofi sebagai pendaki maupun pecinta alam.
"Apa filosofi menjadi pecinta alam? Harus bersih. Seperti memelihara tubuh kita sendiri, kala di hutan pun harus bersih juga," ucap pria 77 tahun beranak 2 itu.
Bagi Herman, alam yang ditemui dan dikagumi janganlah dirusak dengan mencabut tanaman apapun, dipetik bunganya.
"Biarlah ia hidup. Karena satu dua jam akan layu jika dipetik. Kalau bisa Ditulis dan dibikin lagu aja," kata Herman.
Lebih lanjut, Herman menginginkan semua anak muda menulis semua perjalanannya. Karena hal itu akan membuat para pecinta gunung bertambah perbendaharaan katanya, seperti yang dilakukan sahabatnya Soe Hok Gie di masa lalu.
Filosofi kedua masih datang dari sahabat Soe Hok Gie lainnya, Aristides Katoppo. Pria kelahiran Tomohon, Sulawesi Utara 79 tahun lalu itu menganggap arti pecinta alam atau pendaki itu bukanlah yang hanya melihat dari sebuah foto.
"Kalau menurut saya, esensi seorang pendaki atau pecinta alam itu bukan hanya yang melihat dari buku atau foto. Mereka haruslah mengalaminya, yakni entah pergi ke pantai, hutan, ataupun sungai berarus deras," jelas anggota kehormatan Mapala UI itu.
Maksudnya, para pecinta alam haruslah bersentuhan langsung dengan alam bebas agar bisa memahami. Seperti yang dikatakan Iwan Abdurahman, anggota Wanadri angkatan '64, yakni ketika di alam dan menghayatinya maka akan menemukan cinta yang malah akan menjaga alam dan isinya.
"Harus khidmat dalam belajar dari alam. Karena dalam khidmat akan mengandung cinta di dalamnya," pungkas Iwan.
Bagaimana traveler, masih mau merusak alam kah? Jangan ya! (msl/aff)
Arti gunung bagi mereka bukan sekadar bermain lagi atau tempat bersenang-senang. Mereka telah menemukan arti dari mencintai alam.
Yang pertama menjelaskan filosofi pecinta alam adalah sahabat Soe Hok Gie, Herman Lantang. Dalam perbincangan dengan detikTravel, Jumat (25/8/2017), di Camping Ground Tanakita Sukabumi, anggota Mapala UI ini menjabarkan filosofi sebagai pendaki maupun pecinta alam.
"Apa filosofi menjadi pecinta alam? Harus bersih. Seperti memelihara tubuh kita sendiri, kala di hutan pun harus bersih juga," ucap pria 77 tahun beranak 2 itu.
Bagi Herman, alam yang ditemui dan dikagumi janganlah dirusak dengan mencabut tanaman apapun, dipetik bunganya.
"Biarlah ia hidup. Karena satu dua jam akan layu jika dipetik. Kalau bisa Ditulis dan dibikin lagu aja," kata Herman.
![]() |
Lebih lanjut, Herman menginginkan semua anak muda menulis semua perjalanannya. Karena hal itu akan membuat para pecinta gunung bertambah perbendaharaan katanya, seperti yang dilakukan sahabatnya Soe Hok Gie di masa lalu.
Filosofi kedua masih datang dari sahabat Soe Hok Gie lainnya, Aristides Katoppo. Pria kelahiran Tomohon, Sulawesi Utara 79 tahun lalu itu menganggap arti pecinta alam atau pendaki itu bukanlah yang hanya melihat dari sebuah foto.
"Kalau menurut saya, esensi seorang pendaki atau pecinta alam itu bukan hanya yang melihat dari buku atau foto. Mereka haruslah mengalaminya, yakni entah pergi ke pantai, hutan, ataupun sungai berarus deras," jelas anggota kehormatan Mapala UI itu.
![]() |
Maksudnya, para pecinta alam haruslah bersentuhan langsung dengan alam bebas agar bisa memahami. Seperti yang dikatakan Iwan Abdurahman, anggota Wanadri angkatan '64, yakni ketika di alam dan menghayatinya maka akan menemukan cinta yang malah akan menjaga alam dan isinya.
"Harus khidmat dalam belajar dari alam. Karena dalam khidmat akan mengandung cinta di dalamnya," pungkas Iwan.
Bagaimana traveler, masih mau merusak alam kah? Jangan ya! (msl/aff)