Adalah Lody Korua (60), anggota kehormatan Mapala UI. Ia hobi mendaki dan menjelajah alam bebas karena masuk ke lingkaran para pendaki waktu kuliah dulu.
"Bisnis kita ini dari hobi mendaki. Saat itu saya heran dengan orang asing yang menjual arung jeram di Indonesia, kok malah mereka yang menjual," tanya Lody saat sarasehan perintis pendaki juga pecinta alam di camping ground Tanakita, Sukabumi, Jumat (25/8).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Cerita Lody, awal-awal mendirikan rafting bernama Arus Liar pada tahun 1991 dengan hanya 2 perahu karet. Ia menemukan arus yang pas di Sungai Citarik, Cikidang, Sukabumi tahun 1995.
"Mulai ramai di sekitar tahun 1996. Survei titik terendah tertinggi bisa setahun. Sungai Citarik itu jeramnya menarik dan menjual, karena bahayanya yang minim. Selama 22 tahun ini hanya 1 korban dan itu pun karena penyakit bawaan tamu," jelas Lody.
Dalam angannya, Lody bertekad untuk memberdayakan masyarakat sekitar. Akhirnya ia memutuskan untuk mencari anak buah di bawah 25 tahun dan diutamakan yang putus sekolah atau nganggur.
BACA JUGA: Pesan Duo Sahabat Soe Hok Gie Buat Pecinta Alam
"Kenapa? Kalau yang sekolah biarkan sekolah. Makanya banyak tim kita yang buta huruf, tidak mampu dan lain-lain. Awalnya mereka curiga. Kita nyarinya anak buah sampai susuri pakai perahu. Lalu setelah dapat di Sungai Ayung mereka 3 bulan training lalu balik lagi ke Citarik," cerita Lody.
"Dulu ahlinya pakai bule. Karena tamu mancanegara enggak mau pakai guide dalam negeri. Maka terpaksa demikian. Akhirnya, sekarang ini sudah digeser bule-bule itu sama orang Indonesia," imbuh dia.
Bahkan, angkatan awal Arus Liar sudah menyebar ke seluruh Indonesia sebagai pengajar rafting arus liar. Ia yang mencintai arung jeram bukan sekadar uangnya tapi mempunyai idealisme, yaitu memberdayakan masyarakat sekitar.
"Dari Citarik mereka sering ke luar negeri sebagai atlet melalui kejuaraan nasional. Makin sering keluar makin naik prestasinya," jelas Lody.
Sungai Citarik bisa dibilang barometer arung jeram Indonesia. Namun, sejak adanya perkebunan kelapa sawit di hulu sungai membuat debitnya turun drastis. Hal ini jadi masalah semenjak 7 tahun terakhir.
"Musim hujan tahu-tahu surut dan banjir. Dulu sempat naik tapi sekarang menurun karena faktor macet dan air surut. Kasian tenaga kerja sekitar 500 orang," keluh dia.
Biasanya, pada saat libur akhir pekan Arus Liar Sungai Citarik akan ramai oelh wisatawan. Sebanyak 80 persen pengunjung berasal dari wisatawan lokal.
"Perhitungan saat 12 perahu kurang dari 1.000 tamu perbulannya itu akan merugi. Karena keadaan Citarik yang sekarang ini membuat kita berpikir akan beralih ke Sungai Cisadane, tapi kita berpikir ke sampahnya," pungkas dia. (msl/rdy)
Komentar Terbanyak
PHRI Bali: Kafe-Resto Putar Suara Burung Tetap Harus Bayar Royalti
Traveler Muslim Tak Sengaja Makan Babi di Penerbangan, Salah Awak Kabin
Kronologi Penumpang Lion Air Marah-marah dan Berteriak Ada Bom