Mengenal Badai Salju di Mont Blanc

Yuk ceritain perjalananmu dan bagikan foto menariknya di sini!
bg-escape

Mengenal Badai Salju di Mont Blanc

Afif Farhan - detikTravel
Sabtu, 23 Sep 2017 13:05 WIB
Badai salju di Mont Blanc (Thinsktock)
Jakarta - Mahasiswa asal Indonesia meninggal dunia akibat terjangan badai salju, kala mendaki Mont Blanc di Italia. Apa yang harus kita tahu tentang badai salju itu?

Mahasiswa asal Indonesia bernama Syahrie Anggara yang kuliah di Leicester, Inggris, meninggal dunia saat mendaki Puncak Mont Blanc di Pegunungan Alpen akibat terjangan badai salju. Selepas badai, Syahrie ditemukan sudah tak sadarkan diri. Dia langsung dievakuasi menggunakan helikopter ke rumah sakit. Syahrie mengalami koma selama sepekan sebelum akhirnya meninggal pada Jumat (22/9).

"Kecelakaannya saat sedang hiking (mendaki), kemudian ada badai salju. Kecelakaan," ujar Koordinator Fungsi Protokol dan Konsuler KBRI Roma Asrarudin Salam kepada detikTravel, Jumat (22/9/2017) kemarin.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Seorang mountain guide asal Indonesia yang bekerja di salah satu operator tur di Jerman, Tjahjadi Nurtantio menjelaskan tentang badai salju di Mont Blanc. Sebelumnya, dia enggan untuk mengomentari dan berspekulasi tentang musibah yang dialami almarhum mahasiswa asal Indonesia di sana.

"Sebelumnya, saya tidak tahu kejadian yang sebenarnya. Bukan saya mau sok tahu 'seharusnya berbuat ini berbuat itu', tapi kita tidak boleh berspekulasi tentang apa yang terjadi dan saya menghormati almarhum," ujarnya kepada detikTravel, Sabtu (23/9/2017).

Tjahjadi NurtantioTjahjadi Nurtantio (dok Istimewa)


Tjahjadi yang sudah 3 tahun menjadi mountain guide serta puluhan tahun sebagai fotografer profesional, sudah beberapa kali mendaki Mont Blanc yang punya ketinggian 4.810 mdpl. Tak hanya itu, dirinya juga sudah mencapai Puncak Kilimanjaro dan beberapa puncak-puncak tertinggi di dunia.

Kembali soal badai salju di Mont Blanc, apa yang harus kita ketahui?

"Secara umum, biasanya di European Alps (Pegunungan Alpen-red) ada ramalan cuaca yang cukup. Kebanyakan risiko cuaca ekstrim bisa dihindarkan," jawabnya.

"Di Eropa bisa kita cek ramalan cuaca misalnya di internet dan banyak apps sehubungan cuaca dan ada ramalan cuaca khusus untuk gunung. Paling terakhir, kita tanya di mountain hut (tempat bermalam di gunung) tentang kondisi rute dan lain-lain sebelum kita mulai pendakian," tambahnya.

Tjahjadi menjelaskan, badai salju di Mont Blanc biasanya mulai terjadi pada ketinggian 3.000-an mdpl sampai ke puncak. Durasi badainya pun sulit diprediksi, bisa 2-3 jam paling cepat atau seharian penuh.

"Untuk waktu pendakian terbaik di sana, katakan pertengahan Juli sampai pertengahan September. Itu biasanya. Tapi musim gugur Oktober-November kadang ada fase cuaca bagus, bisa naik. Musim gugur sudah tutup (pendakian di Mont Blanc)," tutur Tjahjadi yang juga merupakan co-founder CSVakansi, operator wisata minat khusus.

Saat badai mulai terlihat di Mont BlancSaat badai mulai terlihat di Mont Blanc (Thinsktock)


Terakhir, Tjahjadi menekankan tentang manajemen risiko. Menurutnya, mendaki gunung harus dipersiapkan matang-matang dengan memperhatikan teknik pendakian dan pengetahuan medan. Termasuk, perlengkapan pendakian haruslah lengkap dan rinci.

"Naik gunung kita tidak bicara 'hindari risiko', melainkan 'manajemen risiko'. Risiko selalu ada, selama kita tahu cara menghadapinya," tegasnya.

"Sekali lagi, saya tidak berspekulasi mengenai almarhum yang meninggal dunia di Mont Blanc. Kita tidak tahu situasi yang menimpanya," tutup Tjahjadi. (aff/aff)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads