Menurut pakar pariwisata dan dosen Program Studi Pariwisata Vokasi Universitas Indonesia, Diaz Pranita, hal ini perlu ditelaah. Karena, daerah tersebut merupakan wilayah konservasi. Selain itu, awal dari pembangunan hanya ada di Labuan Bajo.
"Iya (awalnya) bisa dibangun di Labuan Bajo. Tetapi kita memang harus cek dulu master plan yang awal yang sudah dihitung daya dukung lingkungannya jangan sampai akhirnya kita malah menghancurkan TN Komodo," ujarnya saat dihubungi detikTravel, Rabu (8/8/2018).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Di sisi demand sebetulnya destinasi wisata alam yang diberi restriksi-restriksi malah akan menjadi semakin menarik dan penting untuk meningkatkan kesadaran masyarakat termasuk wisatawan, sehingga kita dapat semakin mengapresiasi terhadap warisan alam tersebut," tambahnya.
Namun, hal ini, seperti dikatakan Diaz, harus memiliki tinjauan yang kuat. Dikarenakan pembangunan berada di zona inti atau zona rimba yakni Pulau Padar, Rinca dan Komodo. Di mana Komodo hidup di beberapa pulau tersebut.
Sementara itu, pihak KLHK mengatakan, pembangunan di wilayah TN mempunyai wilayah khusus. Hanya sekian wilayah yang dapat dibangun, tidak seluruhnya menjadi wilayah pembangunan.
Diaz mengatakan, konservasi ini wajib dilakukan. Agar Komodo dapat hidup di lingkungan aslinya dan tidak menganggu keberlangsungan hidup komodo.
"Intinya konservasi itu wajib kita lakukan. Kita harus menjaga keberlangsungan komodo dengan memelihara habitatnya jangan sampai habitatnya kita rusak," ucap Diaz. (sna/fay)
Komentar Terbanyak
Traveler Muslim Tak Sengaja Makan Babi di Penerbangan, Salah Awak Kabin
Buntut Insiden Pembakaran Turis Malaysia, Thailand Ketar-ketir
Pesona Patung Rp 53 Miliar di Baubau, Sulawesi Tenggara Ini Faktanya!