Protes dari komunitas traveler akhirnya membuat pihak Taman Nasional Komodo menunda pembangunan akomodasi di sana. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mengatakan itu bukan pembangunan liar, tapi ada aturan dan perizinannya.
PT Segara Komodo Lestari sebagai pembangun pun diketahui telah memiliki izin baik dari pihak Balai TN Komodo dan Direktorat Pemanfaatan Jasa Lingkungan Hidup dan Kehutanan (PJLHK) di bawah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) selaku pengelola TN Komodo.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam penelusuran detikTravel, Rabu (8/8/2018) aturan itu tertuang dalam Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.48/Menhut-II/2010 tentang Pengusahaan Pariwisata Alam di Suaka Margasatwa, Taman Nasional, Taman Hutan Raya dan Taman Wisata Alam sebagaimana diubah dengan Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.4/Menhut-II/2012.
Bunyi aturannya adalah sebagai berikut:
Pasal 26
(1)
Luas areal yang diizinkan untuk dibangun sarana wisata alam maksimal 10% (sepuluh per seratus) dari luas areal yang ditetapkan dalam izin.
(2a)
Luas areal 10% (sepuluh per seratus) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan penjumlahan luas tapak pondasi bangunan yang dibangun untuk sarana wisata alam.
(2)
Bentuk bangunan sarana wisata alam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibangun semi permanen dan bentuknya disesuaikan dengan arsitektur budaya setempat.
Sarana wisata alam apa sih yang dimaksud? Dalam Pasal 8 ayat 1 disebutkan sarana itu berupa: wisata tirta, akomodasi, transportasi dan wisata petualangan. Ayat 2 menyebutkan pembangunan itu bisa dilakukan di Zona Pemanfaatan Taman Nasional. Pasal 1 Ayat 9 menyebutkan Zona Pemanfaatan adalah bagian dari kawasan taman nasional yang dijadikan tempat pariwisata alam dan kunjungan wisata.
Ada 7 zonasi di TN Komodo sesuai keputusan Dirjen PHPA 74/Kpts/Dj-VI/1990. Zona itu adalah Zona Inti, Zona Rimba dengan wisata terbatas, Zona Pemanfaatan Wisata (darat dan bahari), Zona pemanfaatan Tradisional, Zona Pemanfaatan Pelagis, Zona Khusus Penelitian dan Latihan dan Zona Pemukiman Tradisional.
Nah, tinggal komunitas pariwisata memastikan bahwa pembangunan akomodasi itu tempatnya berada di zona pemanfaatan yang dimaksud. Kalau di luar kawasan itu, publik berhak memprotes.
Jadi traveler, secara aturan memang boleh membangun akomodasi di Zona Pemanfaatan Taman Nasional dengan maksimal pembangunan adalah 10 persen dari luar areal Taman Nasional. Aturan ini ditandatangani Menhut saat itu yaitu Zulkifli Hasan. (fay/aff)
Komentar Terbanyak
Turis Brasil yang Jatuh di Gunung Rinjani Itu Sudah Tidak Bergerak
Aturan Baru Bagasi Lion Air, Berlaku Mulai 17 Juli 2025
Keluarga Indonesia Diserang Pria di Singapura, Anak Kecil Dipukul dengan Botol