Melansir BBC Capital, Rabu (5/2/2019), keberadaan mereka jauh di dalam hutan salju Mongolia. Menggembala rusa lebih dari sekedar pekerjaan karena merupakan budaya dan tradisi mereka.
"Yang kita miliki adalah rusa. Tujuan kami untuk bangun dan bekerja setiap hari adalah agar kami dapat membesarkan mereka," kata salah satu anggota suku, Dawaajaw Balanish.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mereka hidup sebagai penggembala rusa di hutan salju atau taiga. Di musim dingin, taiga diselimuti salju tebal, pohon-pohon konifernya hanya tinggal dahan tanpa daun karena dingin yang menggigit dapat turun hingga ke suhu -50 derajat C.
![]() |
Rusa mampu cepat beradaptasi dengan cuaca sekitarnya dan selama musim panas, Suku Dukha mencari tempat yang lebih tinggi dan berangin. Di musim dingin, mereka pergi ke daerah-daerah di mana salju berlimpah.
Mereka secara tradisional tinggal di teepees, dikenal sebagai ortz, agar sesuai dengan gaya hidup nomaden mereka. Dibangun menggunakan kayu dan dibungkus dengan kain kanvas untuk berlindung.
Ortz dan semua yang ada di dalamnya dapat dikemas dengan cepat. Namun, kini, beberapa keluarga telah memilih untuk membangun kabin kayu di tempat musim dingin karena dingin yang mencekam.
![]() |
Anak rusa yang lebih muda masih liar. Rusa tua diikat ke pohon untuk mengatur anaknya. Rusa-rusa itu digiring ke padang rumput baru untuk mencari lumut.
Tidak mudah hidup di kawasan taiga, tidak ada sumber air, jadi air diambil dari salju atau es bersih selama musim dingin atau dari sungai di musim panas. Api adalah dalam ortz adalah penjaga kehangatan dari ekstremnya musim dingin.
Menggembala rusa secara nomaden juga dengan iklim yang keras mampu mendapat penghasilan pariwisata sehingga mereka dapat terus membesarkan rusanya. Namun kenyamanannya terbilang minimal.
Suku Dukha tidak membutuhkan banyak uang, mereka hidup dan bergantung sepenuhnya pada kekayaan hutannya. Pemerintah juga memberi mereka gaji bulanan, jumlahnya tergantung pada jumlah orang dewasa dalam keluarga.
![]() |
Musim panas membawa beberapa kegiatan baru, karena itu adalah waktu yang populer bagi wisatawan untuk mengunjungi kamp-kamp Suku Dukha dan belajar tentang kehidupannya. Suku Dukha menyewakan ortz dan kuda mereka, bekerja sebagai pemandu dan pengatur dan menjual kerajinan tangan yang diukir dari tanduk rusa gembalaannya.
Semua penghasilan mereka dari pariwisata disimpan untuk bertahan hidup melalui musim dingin yang ekstrem berikutnya. Turis adalah penghasilan sampingan dan meningkat setiap tahun, bahkan orang Mongolia sendiri juga melancong ke sana.
Penghasilan ini memungkinkan Suku Dukha fokus pada pemeliharaan ternak rusa. Mereka tidak akan tahan tinggal di kota di mana rusa tidak ada di sana.
Suku Dukha yang nomaden mampu menentukan sabana terbaik untuk rusa setiap tahunnya. Gaya hidupnya benar-benar diarahkan pada kebutuhan untuk memelihara ternak rusa yang sehat.
Suku Dukha memang sangat terkait hidupnya dengan alam dan yang paling penting dengan rusa. Keseharian mereka berkisar pada kebutuhan rusa, merumput, membawa mereka kembali di malam hari, memerah susu rusa dan pindah ke padang rumput baru sepanjang tahun. Secara umum, motivasi Suku Dukha tinggal dan bekerja dalam kawasan taiga adalah kebutuhan rusanya.
Pada tahun 2011, Kementerian Lingkungan Hidup Mongolia membentuk kawasan lindung di dalam taiga dan membuat peraturan untuk melindungi keanekaragaman hayati dan sumber daya kawasan tersebut. Macan tutul salju, rusa kesturi dan beruang coklat hanyalah tiga dari banyak spesies dilindungi Mongolia.
Dalam buminya kaya akan mineral, seperti batu giok dan emas. Sebelum dilindungi, kawasan taiga itu penuh dengan orang luar yang ingin menambangnya. (msl/fay)
Komentar Terbanyak
Bangunan yang Dirusak Massa di Sukabumi Itu Villa, Bukan Gereja
Aturan Baru Bagasi Lion Air, Berlaku Mulai 17 Juli 2025
Brasil Ancam Seret Kasus Kematian Juliana ke Jalur Hukum