Menurut pakar pariwisata dan dosen Program Studi Pariwisata Vokasi Universitas Indonesia, Diaz Pranita, wisata halal secara umum adalah pariwisata yang ramah terhadap masyarakat muslim.
Wisata halal pada intinya memenuhi kebutuhan traveler muslim. Minimal menurut Diaz, memenuhi tiga kebutuhan yaitu tempat ibadah, makanan halal dan petunjuk kiblat di kamar hotel.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Wisata halal secara mendalam adalah pariwisata yang mengikuti nilai syariat Islam. Namun pelaksanaannya bergantung situasi dan kondisi di setiap negara.
"Kalau Jepang dan Korea lebih ke sertifikasinya, dapur terpisah dll. Apa Jepang wisata syariah? Kan nggak, lebih ke ramah Muslim," kata Diaz
Diaz mengatakan wisata halal di Bali perlu dilihat sebagai peluang bisnis. Namun, jangan sampai menghilangkan identitas wisata budaya Bali yang sesuai prinsip Tri Hita Karana.
"Kalau mengambil ceruk pasar sah-sah saja, tapi kalau branding buat apa," kata dia. (fay/krn)
Komentar Terbanyak
Aturan Baru Bagasi Lion Air, Berlaku Mulai 17 Juli 2025
Turis Brasil yang Jatuh di Gunung Rinjani Itu Sudah Tidak Bergerak
Viral Keluhan Traveler soal Parkir Jakarta Fair 2025: Chaos!