Setiap daerah yang ada di Indonesia memiliki ciri khas masing-masing sebagai penanda kekayaannya, salah satunya adalah busana budaya atau pakaian yang mewarisi suatu daerah itu.
Seperti di Daerah Kabupaten Dompu, Nusa Tenggara Barat (NTB). Di daerah dengan slogan Nggahi Rawi Pahu itu, memiliki busana budaya yang turun temurun bahkan hingga saat ini masih terus dilestarikan oleh masyarakat nya. Mereka menyebutnya Busana Rimpu Tembe.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Foto: (Faruk Nickyrawi/detikcom) |
Rimpu Tembe dalam bahasa Indonesia berarti memakai sarung dengan cara dililit di kepala dan terurai hingga bagian kaki. Tradisi busana ini sudah ada sejak jaman sebelum masehi atau 5.000 tahun yang lalu.
Terdapat dua jenis cara rimpu tembe yang dikenal oleh masyarakat Dompu, diantaranya Rimpu Mpida dan Rimpu Colo. Dua jenis rimpu ini mengandung arti dibaliknya.
Pertama Rimpu mpida atau memakai sarung menutupi seluruh bagian kepala dan wajah hanya terlihat mata saja, adalah rimpu yang menandakan pemakainya itu wanita yang belum menikah atau masih perawan.
Foto: (Faruk Nickyrawi/detikcom) |
Kedua Rimpu Colo. Jenis ini sebenarnya tidak jauh berbeda dengan rimpu mpida, namun yang membedakannya adalah bagian muka dibiarkan terbuka atau kelihatan. Jenis ini menandakan pemakainya wanita yang sudah menikah atau pernah menikah.
Diketahui sudah adanya budaya ini sejak lama, dibuktikan dengan ditemukannya gerabah hasil pertukaran antara Pemerintah China dan warga pribumi Dompo (sebutan Dompu masa lampau) oleh Arkeolog Bali di Wilayah situs Nanga Doro, Kecamatan Hu'u, Kabupaten Dompu.
Setelah dilakukan penelitian, gerabah tersebut sudah berumur 5.000 tahun sebelum masehi. Saat ini, gerabah tersebut telah disimpan di museum arkeolog Denpasar Bali.
Sarung yang digunakan untuk Rimpu ini adalah sarung Nggoli sarung khas Dompu hasil tenunan asli dari bahan alam.
Pada awal-awal penggunaannya, busana rimpu hanya menggunakan satu sarung yang panjang atau ukurannya mengikuti ukuran tubuh pemakainya. Namun seiring dengan perkembangan jaman, atau masuk pada era revolusi industri pada abad ke 17, sarung tenun juga mengalami perubahan.
Foto: (Faruk Nickyrawi/detikcom) |
Jenis sarung yang awalnya mengikuti ukuran tubuh perempuan atau hanya menggunakan satu sarung saja, kini rimpu menggunakan dua sarung, satunya untuk dililit di kepala, dan satunya lagi untuk sanggentu atau dipakai seperti Rok pada bagian perut terurai hingga kaki.
Meski tergerus jaman, tradisi ini masih dapat ditemui di daerah-daerah pedalaman di Dompu, seperti di Desa Saneo Woja, Desa Ranggo Pajo, Desa Hu'u juga Desa Mbuju Kilo.
Untuk terus melestarikan tradisi busana budaya ini, Pemda Dompu NTB menggelar acara pawai budaya dengan pakaian adat daerah. Acara pawai ini digelar setiap tahun untuk memperingati Hari Jadi Kabupaten Dompu.
Sementara untuk laki-laki nya mengenakan pakaian adat juga yang disebut Saremba dan Kantete Tembe. Saremba berarti memakai sarung seperti slempang, sementara Katente adalah memakai sarung yang dililit diperut dan dibiarkan terurai hingga bagian Kaki.
Foto: (Faruk Nickyrawi/detikcom) |












































Foto: (Faruk Nickyrawi/detikcom)
Foto: (Faruk Nickyrawi/detikcom)
Foto: (Faruk Nickyrawi/detikcom)
Foto: (Faruk Nickyrawi/detikcom)
Komentar Terbanyak
KGPH Mangkubumi Bantah Khianati Saudara di Suksesi Keraton Solo
Kisah Sosialita AS Liburan di Bali Berakhir Tragis di Tangan Putrinya
Keraton Solo Memanas! Mangkubumi Dinobatkan Jadi PB XIV