Melansir CNN, Jumat (2/8/2019), adalah Johanna Davidsson yang melakukannya. Ia seorang diri menjelajah Benua Antartika.
"Ya Tuhan, apa yang telah saya lakukan?" kata dia.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Di depan membentang gurun es sejauh 1.130 kilometer dan harus dilaluinya. Davidsson melakukan ekspedisi ini tanpa bantuan dengan hanya membawa kereta luncur berbobot 243 kilogram.
Masalah kecil apapun dapat dengan cepat menjadi masalah besar ketika berada dalam cuaca dingin. Bersyukur, semuanya berjalan dengan baik-baik saja.
Meski perjalanannya hanya bisa melihat latar cakrawala putih, namun Davidsson merindukan kesederhanaan dari alam. Ia bisa makan, bermain ski, tidur dengan hangat, tidak ada ponsel, tidak ada internet hingga tidak ada email yang bikin kehidupannya lebih mudah.
Selama bertahun-tahun Davidsson telah menjalani kehidupan 'ganda', ia seorang perawat di pusat medis Tromso Legevakt dan seorang petualang terkemuka. Dia pernah berkayak 3.660 kilometer di sekitar garis pantai Swedia dan Finlandia, mendaki puncak El Capitan di Yosemite AS, mengendarai paralayang di Greenland selatan ke utara melintasi Samudra Hindia.
Ia tertarik pada tempat yang tak terlalu ramai. Serta, ia merasa istimewa ketika sendirian di lokasi yang dituju.
![]() |
Tekad bulat
Kembali ke Antartika, populasi puncak di sana hanya 5.000 orang yang tersebar di lahan seluas 14,2 juta kilometer persegi. Pada 15 November 2016, setelah 18 bulan masa perencanaan dan penggalangan dana, Davidsson mendarat di pinggiran benua itu.
Begitu pesawat pergi, dia mulai berjalan menggunakan ski. Selama tujuh sampai 12 jam ia menyeret kereta luncurnya di sepanjang es, rata-rata 30 kilometer sehari.
Dalam cuaca yang cerah dia menavigasi dengan bantuan cahaya matahari. Ketika cuaca bekabut dan sejenis dalam jarak pandang sangat rendah, ia seperti dalam bola pingpong.
BACA JUGA: Kisah Ekspedisi Hidup dan Mati ke Antartika
Salah satu ketakutannya adalah kegagalan di peralatan yang dibawa atau kondisi tubuhnya. Perjalanan di Antartika ini dilakukan setiap hari selama berminggu-minggu berturut-turut dan tekad adalah kuncinya.
Ketika mulai berjalan di pagi hari, ia membiarkan pikirannya mengembara. Ia melamun dan memikirkan orang yang dicintai, seperti keluarga hingga temannya.
Ketika merasa lelah, ia hanya berhenti sejenak selama lima menit dan melanjutkan perjalanan yang tersisa sesuai waktunya. Ia tidak terlalu memikirkan Kutub Selatan dan lebih suka fokus pada tujuan hingga ulang tahunnya (yang ke-33) saja dirayakan selama perjalanan.
Pada Malam Natal, setelah berjalan selama 38 hari 23 jam 5 menit, ia muncul di bagian lain Kutub Selatan. Itulah rumah bagi Stasiun Kutub Selatan Amundsen-Scott, sebuah basis penelitian ilmiah yang dihuni beberapa manusia.
![]() |
Davidson tidak menginjakkan kaki di Antartika dengan tujuan untuk memecahkan rekor dunia. Tapi, ia menjadi wanita tercepat yang berjalan menggunakan papan ski sendiri.
Ia juga tidak didukung bantuan dari pantai Antartika menuju titik Kutub Selatan. Dia mengalahkan rekor sebelumnya, sembilan jam lebih cepat.
Tidak tahu seberapa cepat dia berjalan dengan papan ski, Davidsson mengepak persediaan selama 50 hari. Dari titik Kutub Selatan, ia balik ke pantai menggunakan paralayang di mana ia diturunkan oleh pesawat.
Ia dibantu oleh angin dan tiba kembali di Hercules Inlet 12 hari kemudian. Untuk kembali ke kerumunan orang-orang ia perlu penyesuaian, ia merasa sedikit kesepian ketika menyelesaikan semuanya hingga menunggu satu hari untuk dijemput.
Namun kesepian itu tidak berlangsung lama. Davidsson pulang ke rumah dan disambut bak seorang pahlawan,
"Wanita Swedia memecahkan rekor," kata Smithsonian Magazine. Davidsson memenangkan Shackleton Award untuk ekspedisinya yang dipersiapkan dengan sangat cermat dan untuk kedua kalinya di Adventurer of the Year Swedia.
![]() |
Kembali ke Antartika
Semenjak ekspedisinya memecahkan rekor, Davidsson ia tak hanya menjadi perawat, ia berbicara sebagai motivator dan menerbitkan buku yang menceritakan ekspedisi Antartikanya.
Dia belum selesai dengan benua itu dan mengambil perannya sebagai pemandu. Dalam dua musim ekspedisi, ia bekerja untuk perusahaan wisata Antarctic Logistics & Expedition dan kembali ke Kutub Selatan untuk ketiga kalinya meski dengan jarak yang lebih dekat.
Iajuga dua kali mendaki puncak Gunung Vinson Massif, puncak tertinggi Antartika, 4.892 mdpl. Dan, dia akan kembali lagi tahun ini.
BACA JUGA: Komunitas Flat Earth Buka Tur ke Antartika, Buktikan Bumi Datar
(msl/aff)
Komentar Terbanyak
Study Tour Dilarang, Bus Pariwisata Tak Ada yang Sewa, Karyawan Merana
Penumpang Pria yang Bawa Koper saat Evakuasi Pesawat Dirujak Netizen
Suhu Bromo Kian Menggigit di Puncak Kemarau