Turis China Berdiam di Rumah, Pariwisata Dunia Terpukul

Yuk ceritain perjalananmu dan bagikan foto menariknya di sini!
bg-escape

Turis China Berdiam di Rumah, Pariwisata Dunia Terpukul

Ahmad Masaul Khoiri - detikTravel
Kamis, 06 Feb 2020 12:50 WIB
Police officers stand guard as protesters stage a rally calling for a ban on Chinese people entering South Korea in front of the Chinese embassy in Seoul, South Korea, Tuesday, Feb. 4, 2020. The death toll in mainland China from the new type of virus has risen to 425, with the total number of cases now standing at 20,438, officials said Tuesday. (AP Photo/Ahn Young-joon)
Ilustrasi turis China terimbas virus corona (Foto: AP Photo/Ahn Young-joon)
Jakarta -

Turis China begitu bermakna bagi industri pariwisata dunia. Virus corona bikin industri pariwisata dunia terpukul karena orang-orang China berdiam di rumah.

Diberitakan CNN, salah satu yang merasakannya yakni Bill Egerton. Ia menjalankan agen travel bernama Koala Blue di Queensland, Australia selama 25 tahun terakhir dan merasakan hilangnya pemesanan 15 tur dari China karena virus corona di bulan ini.

"Pasar Cina sekitar 10-20% dari bisnis saya. Saya pikir pemerintah federal tidak benar-benar memahami hilangnya pendapatan dan dampaknya pada bisnis. Taman hiburan akan menderita, hotel-hotel akan menderita, itu kelompok besar bisa mencapai 20 hingga 500 orang. Sejauh ini, China adalah pasar terbesar untuk pariwisata di luar negeri," kata dia.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Gold Coast merupakan tujuan wisata terkemuka di Australia dan turis China adalah pasar terbesar dan paling berharga. Mereka menghabiskan USD 1,6 miliar pada 2019.

Totalnya, Australia menyambut 9,45 juta turis hingga November 2019. Dari jumlah itu, 1,4 juta berasal dari Cina dan menyumbang pemasukan sekitar USD 8,2 miliar.

ADVERTISEMENT

Bill merupakan salah satu agen travel Australia yang merasakan dampak penurunan dramatis dari wisatawan China. Virus corona di Wuhan yang diidentifikasi pada Desember 2019 adalah penyebab terpukulnya industri wisata dunia.

China adalah pasar terbesar turis di dunia. Jumlah turisnya meroket dari total 4,5 juta pada tahun 2000 menjadi 150 juta orang pada 2018.

Selanjutnya, peningkatan turis China:

Turis ChinaTuris China (Foto: AFP)

Pada tahun 2020-an, jumlah ini diperkirakan akan berlipat ganda lagi, karena kepemilikan paspor di China juga meningkat. Jumlahnya 10% populasi saat ini dan diperkirakan menjadi 20%.

China juga merupakan negara paling boros terbesar di dunia, menyumbang USD 277 miliar atau 16% dari total pengeluaran pariwisata internasional sebesar USD 1,7 triliun, menurut UNWTO.

Larangan perjalanan baru-baru ini akan berdampak signifikan pada industri pariwisata di kawasan Asia-Pasifik, karena sangat bergantung pada pariwisata China. Eropa dan kawasn Amerika juga merasakan tekanan.

Virus corona bikin Departemen Luar Negeri AS membuat peringatan agar warganya tidak melakukan perjalanan ke China, Inggris dan Kanada juga melakukan hal sama.

Maskapai United Airlines, American Airlines, Delta Air Lines, British Airways, KLM, Air Canada, dan Lufthansa hingga dari Indonesia telah menangguhkan layanan ke dan dari China.

Pemerintah AS melarang sementara masuknya warga negara asing yang telah mengunjungi China dalam 14 hari terakhir. Kementerian Kesehatan Singapura juga mengumumkan hal serupa.

Hong Kong, Makau, Mongolia, Korea Utara dan Rusia telah menutup sebagian keseluruhan perbatasannya dengan China. Aksi ini untuk mencegah penyebaran virus corona.

Selanjutnya, jumlah turis China anjlok di Imlek:

Turis ChinaTuris China (Foto: AP)

Apa akibat dari pembatasan perjalanan ini? Biasanya destinasi wisata seperti Angkor Wat di Kamboja, Istana Emas di Bangkok atau Istana Kekaisaran di Tokyo yang biasanya sibuk terasa lebih sepi.

Menurut sebuah laporan oleh ForwardKeys, sebuah perusahaan analitik perjalanan yang memantau 17 juta transaksi pemesanan sehari, dampak virus corona sangat penting. Seharusnya, Tahun Baru Imlek adalah musim perjalanan tersibuk tahun ini.

Perusahaan itu menganalisis pemesanan perjalanan dari periode liburan Imlek, dari 19 hingga 26 Januari. Mereka menemukan bahwa pemesanan naik 7,3% dibandingkan dengan angka 2019.

Namun, setelah larangan perjalanan berlaku, perusahaan melacak penurunan 6,8% dalam pemesanan. Asia Pasifik paling terpukul, biasanya mereka menyambut 75% turis Imlek dari China.

Pemesanan sudah turun 1,3% sebelum larangan. Pemesanan itu turun lagi menjadi 15,1% seminggu kemudian.

"Eropa relatif lebih baik, sementara Amerika Utara sudah tidak terlihat positif sebelum larangan bepergian. Setelah itu, turun menjadi 22,5%. Tidak ada pemenang dalam seluruh situasi ini," kata Olivier Ponti, vice president of insights at ForwardKeys.

Selanjutnya, dampak ketiadaaan turis China di destinasi-destinasi dunia:

Turis ChinaTuris China (Foto: AP)

Negara-negara tujuan turis China seperti Thailand, Vietnam, Korea Selatan, dan Jepang sangat terpukul akan adanya larangan perjalanan. China sendiri menyumbang 51% dari PDB perjalanan dan pariwisata di wilayah Asia-Pasifik pada tahun 2018, menurut World Travel and Tourism Council (WTTC).

Di Thailand, turis China menyumbang 30%. Menurut Vichit Prakobgosol, Presiden Asosiasi Agen Perjalanan Thailand, sekitar 1,2-1,3 juta pelancong China telah membatalkan kunjungan ke sana untuk bulan Februari dan Maret.

"Efeknya bisa bertahan hingga April. Sulit untuk memperkirakan saat ini," kata Prakobgosol.

Akibatnya, destinasi wisata utama seperti Bangkok, Phuket, Chiang Mai dan Pattaya telah merasakan dampak langsung, dan beberapa ditutup sepenuhnya. Dua perusahaan pelayaran yang menyediakan makan malam di kapal pesiar, All Star Cruise Pattaya dan Oriental Sky, mengumumkan penangguhan operasi mulai 1 Februari hingga batas waktu yang belum ditentukan.

Mereka melayani turis China. All Star Cruise biasanya melayani sekitar 300 tamu sehari, dan Oriental Sky sekitar 5.000-6.000. Perusahaan akan sepenuhnya mengembalikan uang kepada pelanggan yang terimbas.

Menurut Yuthasak Supasorn, gubernur Otoritas Pariwisata Thailand, sekitar 80% penerbangan yang dipesan dari China ke Thailand telah dibatalkan antara Februari dan April. Perkiraan kerugiannya sekitar USD 3 miliar.

"Butuh setidaknya empat hingga lima bulan untuk pulih jika kita mendasarkannya pada pengalaman wabah SARS. Kami telah meyakinkan para pelancong bahwa Thailand bukan daerah wabah dan kami memiliki langkah-langkah penanganan yang baik," kata dia.

Di Jepang, turis China menyumbang sekitar 27% dari pengunjung yang datang. Banyaknya pembatalan tur kelompok dari China bikin agen perjalanan di Tokyo kewalahan.

Menurut agen travel Kamome, lebih dari 20.000 pelanggan dari Cina telah menarik liburannya ke Jepang hingga 10 Februari. Jepang menerima sekitar 9,6 juta turis China pada tahun 2018, itu sepertiga dari turis asing di negara itu.

Cina adalah pasar pariwisata internasional teratas di Jepang. Mereka menghabiskan USD 15,6 miliar pada tahun 2019. Total tersebut merupakan 36,8% dari seluruh pengeluaran turis.

Di Makau, wilayah administrasi khusus China juga mengalami tekanan. Turis China Daratan menyumbang 70,8% dari 39,4 juta pengunjung pada 2019.

Namun dalam empat hari pertama Tahun Baru Imlek, Kantor Pariwisata Pemerintah Macau melaporkan penurunan 75,1% dari turis China daratan dibanding tahun 2019.

Kota itu membatalkan parade Tahun Baru Imlek dan menutup perbatasannya dengan China. Kepala Eksekutif Macau, Ho Iat-seng, mengatakan bahwa pemerintah bisa melakukan penutupan kasino.

"Macau telah terpengaruh. Tidak ada yang mau keluar karena semua orang takut dengan virus corona," kata Filipe Ferreira, direktur pelaksana Restaurante Litoral.

Di Maldives, Mikronesia, dan Kepulauan Mariana Utara juga bersiap dampak yang signifikan dari virus corona. Kepulauan Mariana Utara baru-baru ini menerapkan larangan perjalanan dari China daratan, biasanya mereka menerima 700 turis sehari dari sana, dan pariwisata adalah industri terbesar.

Di Eropa, Amerika dan Inggris tak terlalu bergantung pada tursi China tapi bukan berarti tak berdampak. Prancis dikunjungi 2 juta turis China setiap tahun, Asosiasi Agen Perjalanan China di Perancis (ACAV) telah menangguhkan kegiatannya dan berkata adanya kerugian besar.


Hide Ads