Adek Berry Perempuan Pemotret di Garis Depan Saat Pandemi Corona

Yuk ceritain perjalananmu dan bagikan foto menariknya di sini!
bg-escape

Adek Berry Perempuan Pemotret di Garis Depan Saat Pandemi Corona

Femi Diah - detikTravel
Selasa, 21 Apr 2020 22:05 WIB
Adek Berry
Adek Berry, fotografer perempuan Indonesia. (dok. pribadi)
Jakarta -

Adek Berry, fotografer Agence France Presse (AFP), tetap turun ke jalan saat pandemi virus Corona menghantam Jakarta. Da mengibaratkan perang tanpa bisa melihat musuh berada.

Adek mengabarkan situasi terkini di seantero Jakarta lewat foto-fotonya. Di pusat bisnis ibu kota Jalan Jenderal Sudirman dan M.H. Thamrin, Rumah Sakit Pertamina Jaya, juga melipir ke kawasan Depok, Jawa Barat.

Foto-foto itu menjadi sangat spesial karena diambil saat pandemi virus Corona. Tak sedikit yang menyebut keluar rumah di periode ini sudah serasa perang.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Adek bilang justru keadaan di jalanan saat pandemi virus Corona ini melebihi perang. Juga, demonstrasi besar yang pernah diliputnya ataupun mendaki gunung untuk meliput jatuhnya Sukhoi.

"Situasi saat ini krisisnya sama, tapi berbeda karakter. Demonstrasi rusuh, gempa, konflik, kita tahu petanya, dan kita tahu kontak yang harus dihubungi atau jangan dihubungi agar tidak terjebak dengan ajakan yang bisa menjebak kita. Begitu pula dengan meliput bencana alam. Kita bisa memetakan kejadian setelah gempa," kata Adek dalam obrolan dengan detikTravel, Selasa (21/4/2020).

ADVERTISEMENT

"Kalau ini, kita tidak bisa melihat musuh. Kali ini kita menghadapi virus yang tidak bisa dilihat, tidak tahu ada di mana. Jakarta sudah redzone," perempuan 48 tahun yang pernah meliput perang di Afghanistan, juga demonstrasi di Jakarta itu.

[Gambas:Instagram]


Tapi, Adek tak bisa duduk di belakang meja. Mau tak mau dengan profesinya, ibu dua anak itu turun ke jalan.

"Ini tugas dan fungsi fotografer. Di AFP saya juga menjadi editor untuk fotografer seluruh Indonesia. Tapi, kalau saya cuma memerankan sebagai editor, artinya saya enggak menjalankan tugas dan fungsi sebagai jurnalis foto," kata Adek.

"Padahal itu belum bisa digantikan oleh alat apapun makanya saya harus ke lapangan, menjadi front liner. Kami ada di depan untuk mengabarkan meskipun AFP menyarankan sebisa mungkin untuk kerja di rumah. Fotografer beda, kami bekerja di lapangan," Adek menjelaskan.


Protokol Ketat

Sebagai fotografer profesional dan terikat dengan AFP, Adek memang masih bekerja sesuai jadwal, lima hari kerja dan dua hari libur dalam sepekan. Kendati tak ada target khusus dari tempatnya bekerja selama pandemi virus Corona dan justru disarankan untuk tetap tinggal di rumah, Adek berupaya untuk memotret situasi terkini di Jakarta.

[Gambas:Instagram]



"Kantor sih protokolnya ketat. Kami diminta untuk berhati-hati, tidak pergi ke tempat yang sudah jelas (bervirus Corona), seperti rumah sakit, pemakaman. Kalaupun akan meliput ke sana harus ada izin dan mengenakan Alat pelindung Diri (APD) lengkap, kaca mata, sarung tangan, masker N95, pelindung sepatu. Kemudian, harus langsung pulang, mandi, pakaian dibakar," ujar Adek.

"Selain itu, kita harus mengenali badan kita sendiri. Mau tidak mau protokol harus diikuti. Kalau mau mengikuti ego, motret dramatis, enggak bisa dilakukan saat ini. Ingat, Jakarta sudah redzone," Adek menjelaskan.

Apresiasi untuk Perempuan Indonesia

"Rasanya hampir tak percaya, sekarang aku seorang istri, ibu dua anak, sekaligus fotojurnalis yang bekerja di kantor berita asing," Adek menuliskan kalimat itu dalam biografisnya Mata Lensa di halaman 331 dalam bab Perempuan Memotret.

Sekali lagi Adek dibuat tak percaya harus menjalani situasi tak biasa. Dia, seorang istri, ibu dua anak, dan jurnalis foto, dihadapkan dengan krisis besar yang menghantam dunia, lebih dasyat ketimbang Perang Dunia II; pandemi virus Corona.

Sebagai istri dan ibu, juga sebagai jurnalis foto, Adek kembali harus berada di garda terdepan kali ini. Dia sekaligus mengapresiasi perempuan yang memiliki tugas serupa lewat profesi yang berbeda-beda.

[Gambas:Instagram]



Dukungan kepada perempuan di seluruh Indonesia itu disuntikkan Adek khusus di Hari Kartini, 21 April ini. Dia bilang ini saatnya perempuan bersatu untuk negara lewat basis paling kecil, keluarga.

"Kita harus melihat secara positif, semua orang terdampak, merasa sangat sedih, secara personal itu membuat saya syok. Di tahun 2020 kita menghadapi pandemi, krisis secara global lagi sejak World War II. tapi waktu itupun perang dunia melibatkan sebagian negara, sedangkan sekarang merata ke semua negara," ujar Adek.

"Di tahun 2020 ini kita, untuk memeranginya, kembali diajarkan cuci tangan, makanan sehat, sanitasi. Nah, di situlah peran ibu dan perempuan yang dianggap penopang, justru kini yang utama. Perempuanlah yang menjamin makanan sehat untuk keluarga selama COVID-19. Ibu dan perempuanlah yang mampu menciptakan pemasukan untuk keluarga dengan amat kreatif membuat ini itu agar pemasukan tetap berjalan," ujar Adek.

Halaman 2 dari 3
(fem/ddn)

Hide Ads