Warnet di Jepang dan Terungkapnya Masalah Menahun

Yuk ceritain perjalananmu dan bagikan foto menariknya di sini!
bg-escape

Warnet di Jepang dan Terungkapnya Masalah Menahun

Ahmad Masaul Khoiri - detikTravel
Selasa, 05 Mei 2020 23:12 WIB
Tunawisma warnet Tokyo
Tunawisma menghuni warnet di Tokyo (Foto: CNN)
Tokyo -

Warnet (warung internet) dijadikan rumah bagi ribuan orang di kota-kota besar Jepang. Namun, pandemi Corona memaksa mereka keluar dari biliknya.

Salah satu yang mengalami kejadian ini adalah Takahashi. Ia bekerja di sebuah situs konstruksi dan uangnya hanya cukup untuk membayar satu bilik saja di sebuah warnet Tokyo tiap malam.

Pandemi Corona membuat Takahashi kehilangan pekerjaan juga rumahnya, yakni sebuah bilik di dalam warnet. Pria berusia 35 tahun itu lalu memilih tidur di terminal bus dan sudah berlangsung selama dua minggu.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Takahashi merupakan satu dari sekitar 4.000 orang yang dipaksa keluar dari bilik warnet atau bisa disebut pengungsi. Para tunawisma ini, kebanyakan laki-laki, membayar bilik warnet seharga antara Rp 256 ribu di hari biasa dan Rp 423 ribu di hari libur.

Seperti di Indonesia, warnet yang ada di Tokyo ini beroperasi 24 jam. Jadi orang bisa tidur di dalamnya meski biliknya sangat sempit. Untuk menghentikan penyebaran virus Corona, pemerintah Jepang memutuskan penutupan warnet karena keadaan darurat nasional.

ADVERTISEMENT

Otoritas Jepang mengatakan sudah menyediakan perumahan darurat. Secara tak langsung, pandemi Corona mengungkap masalah yang berlangsung selama puluhan tahun.

Tokyo sebagai kota makmur dengan teknologi tingginya juga memiliki masalah tunawisma. Di sana ada 5.126 tunawisma, angka dari pemerintah metropolitan Tokyo di tahun 2019

Tunawisma warnet TokyoTunawisma menghuni warnet di Tokyo (Foto: CNN)

Sebagian besar dari jumlah itu, yakni sejumlah 4.000 di antaranya memilih tinggal di bilik warnet. 1.000 lainnya memilih tinggal di bawah jembatan, kotak kardus atau tenda di taman dan sepanjang tepi sungai, LSM lokal percaya jumlahnya lebih banyak.

"Orang-orang mulai menggunakan warnet sebagai alternatif hotel murah. Tempat itu berangsur-angsur berubah menjadi semacam penampungan gelandangan yang sedikit eksotis," kata Tom Gill, seorang antropolog sosial di Universitas Meiji Gakuin.

Selain 24 jam, warnet di Tokyo juga memiliki fasilitas seperti, kafe manga, kamar mandi, tempat mencuci pakaian, juga kafe bersama. Faslitas utama dari warnet ini bisa disewa per jam, harian atau semalaman untuk tempat tidur.

Ada begitu banyak warnet di Tokyo. Tempat ini jadi favorit bagi mereka yang menginginkan penginapan murah.

Selama beberapa dekade terakhir, pekerja paruh waktu dan temporer seperti Takahashi meningkat pesat. Hal itu disebabkan oleh legalisasi pekerja kontrak pada tahun 1986 dan tahun 1999 mendapat legalisasi penuh.

Pada tahun 2019, Jepang memiliki 22 juta pekerja paruh waktu dan temporer. Meningkat lima juta orang dibanding 17 juta pada tahun 2011, menurut Kementerian Dalam Negeri dan Komunikasi Jepang.

Upah minimum di Tokyo>>>

Pekerja ini tidak memiliki pekerjaan setiap hari dan sering dibayar dengan upah minimum, yaitu Rp 136 ribu per jam di Tokyo. Mereka merasa kesulitan untuk membeli perumahan karena pemasukan yang tak stabil.

Di Jepang, penyewa harus membayar biaya sewa rumah ke tuan tanah yang mencakup uang muka, uang kunci, dan setidaknya sewa tiga bulan di muka.

Mereka yang tinggal di warnet tak hanya seperti Takahashi, ada pula pekerja yang ketinggalan kereta terakhir. Ada sekitar 15.000 penggunanya di tiap malam.

Penghuni warnet di Tokyo, Jepang sudah ada sejak 1990-an. Warga lokal tak terlalu memikirkan mereka karena ekonomi sedang stabil.

Pandemi Corona mengekspos secara detail bagian tersembunyi dari ekonomi Jepang. Pada 30 April, Hatanaka Kazuo, juru bicara pemerintah kota metropolitan Tokyo, mengatakan bahwa akan menyediakan kamar bagi para tunawisma warnet ke sebuah hotel bisnis hingga 6 Mei, sesuai dengan selesainya keadaan darurat negara.

Untuk memenuhi syarat itu, para tunawisma perlu menunjukkan kartu keanggotaan warnet atau membawa tanda terima yang membuktikan bahwa mereka telah tinggal di sana. Sebelum 21 April, para tunawisma warnet perlu memiliki bukti bahwa mereka telah tinggal di Tokyo selama 6 bulan. Pada 22 April, Tokyo membatalkan aturan itu.

Tunawisma warnet TokyoBilik-bilik bantuan pemerintah bagi tunawisma warnet di Kanagawa (Foto: CNN)

Sejak diumumkan pada 7 April, sebanyak 700 orang telah menempati kamar hotel bisnis. Di selatan Tokyo, di Kota Yokohama, pemerintah mengubah aula seni bela diri menjadi tempat perlindungan bagi para tunawisma. Ada bilik-bilik kecil yang dilengkapi tirai dan jaraknya cukup jauh antar biliknya.

Banyak turnawisma warnet tidak mengetahui bantuan yang tersedia karena pejabat Tokyo belum mempublikasikan skema tersebut secara luas, menurut Ren Onishi, ketua Moyai, sebuah badan amal.

Di bulan April, Moyai meluncurkan petisi yang meminta untuk menggunakan penginapan atlet Olimpiade Tokyo digunakan sebagai tempat perlindungan bagi para turnawisma warnet dan tunawisma lainnya. 53.000 tanda tangan telah dikumpulkan.

Para tunawisma di Jepang sering disalahkan atas situasi mereka. Mengingat stigma sosial tentang tunawisma di Jepang, banyak yang malu untuk mencari bantuan.


Hide Ads