Bicara hubungan Australia dan Bali, tak ubahnya bicara cinta di antara keduanya. Hanya saja, pandemi COVID-19 mengganggu hubungan keduanya.
Sudah rahasia umum, kalau wisatawan Australia begitu gemar liburan ke Bali. Data statistik BPS Bali tahun 2019 menyatakan, kalau wisman dari Australia adalah yang terbanyak liburan ke Bali dengan persentase 19,78% dan disusul wisman China (18,90%).
Hanya akibat kebijakan lockdown yang diterapkan kedua negara, saat ini wisman Australia harus menunda liburannya ke Bali hingga kondisi membaik. Bali tanpa wisman Australia pun tampak terasa kurang.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Topik obrolan itu pun juga dibahas dalam sesi webinar oleh International Tourism Forum (ITF) bersama World Travel & Tourism Council (WTTC), Jumat (15/5/2020). Turut hadir juga pelaku sekaligus konsultan wisata Globothink, Irshad A Cader dari Australia.
![]() |
Sebagai salah satu pelaku wisata asal Negeri Kangguru, Irshad sangat mengikuti kondisi terkini di Australia serta Bali dan Indonesia. Pasalnya, ada hubungan spesial terkait wisatawan antar kedua negara.
"Orang Australia mengenal Bali sebelum Indonesia. Bali merupakan destinasi lifestyle bagi banyak orang Aussie. Hanya saja, ada larangan bepergian yang diterapkan oleh pemerintah," ujar Irshad.
Kondisi itu pun diperburuk dengan kabar dari enam maskapai utama yang membawa wisatawan Australia ke Bali, di mana disebut tengah berjuang untuk bangkit. Kabar baiknya, ada kemungkinan kalau Australia akan makin melonggarkan aturan dalam waktu dekat.
"Pertengahan atau akhir Juli, larangan akan dilonggarkan. Itu adalah berita bagus," ujar Irshad.
![]() |
Hanya disebut oleh Irshad, dilonggarkannya larangan saja tak cukup untuk kembali menarik wisatawan Australia ke Bali. Perlu semacam jaminan kesehatan lebih lanjut.
"Kami harus meminta tagline, pola pikir atau jaminan kesehatan kalau Bali aman untuk dikunjungi, baru lah kami siap untuk menerima Bali kembali," jelas Irshad.
Lebih lanjut, media Australia juga perlu diyakinkan kalau Bali aman untuk dikunjungi. Irshad pun menyarankan, agar Bali mencontoh Singapura.
"Singapura bisa menjadi contoh dengan aplikasinya. Ketika turis datang ke Singapura, mereka bisa langsung mengunduh aplikasi tentang manajemen keramaian dan lokasi supermarket terdekat. Jadi bisa ketahuan, mana yang ramai (ditandai warna merah), normal (kuning) dan sepi (warna hijau)," tutur Irshad.
Sejauh ini, Pulau Dewata Bali memang disebut sebagai salah satu provinsi yang berhasil menahan virus COVID-19 seperti dikatakan Presiden Jokowi. Per 12 Mei, Bali mencatatkan 328 pasien positif corona, 215 kesembuhan (65%) dan 4 kematian (1,2%). Jauh lebih rendah dari provinsi lain.
Fakta itu pun diamini oleh Menparekraf Wishnutama yang juga hadir dalam sesi webinar. Ia pun disebut telah menggandeng pihak Bali untuk menerapkan protokoler pariwisata yang baru dari WTTC.
"Bali punya penanganan yang baik jadi kami ingin bekerja sama dengan Pemerintah Bali dan (Bali) sangat strategis pada poin ini," kata Wishnutama.
Ia mengatakan, pihaknya telah berdiskusi bersama Wakil Gubernur (Wagub) Bali, Tjokorda Oka Artha perihal implementasi protokol pariwisata tersebut.
(rdy/ddn)
Komentar Terbanyak
Aturan Baru Bagasi Lion Air, Berlaku Mulai 17 Juli 2025
Turis Brasil yang Jatuh di Gunung Rinjani Itu Sudah Tidak Bergerak
Viral Keluhan Traveler soal Parkir Jakarta Fair 2025: Chaos!