Keseruan None Jakarta melakukan promosi ke berbagai tempat serta berkesempatan mendampingi orang penting di Indonesia, tak terlepas dari perjuangan panjang yang ia lalui. None Jakarta 2019 Melliza Xaviera berbagi kisahnya dengan detikcom.
Perempuan berusia 21 tahun itu bercerita, awalnya mengikuti ajang Abang None untuk menyeimbangkan kegiatan akademis dengan non-akademisnya. Namun ternyata ada perjuangan keras yang harus dilalui mahasiswi kedokteran tersebut.
"Abang None ini suatu rangkaian acara yang panjang. Nggak langsung terpilih. Sebelumnya harus lolos seleksi yang dibagi sesuai wilayah administrasi di wilayah DKI Jakarta,"ujarnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saya tahun 2019 pertama mengikuti seleksi di wilayah Jakarta Selatan. Setelah sudah mengikuti beberapa bulan, di Jakarta Selatan kurang lebih 2,5 bulan. Itu mulai seleksi, pembekalan, pelatihan, semuanya ini kita diawasi oleh senior dan juri yang memiliki kelebihan masing-masing di berbagai sektor," kata Melliza.
Kala itu, Melliza berhasil merebut juara 3 atau disebut sebagai Wakil II Jakarta Selatan. Setelah itu ia masih harus melanjutkan perjalanan menuju seleksi tingkat DKI Jakarta. Di tingkat provinsi, dikirimlah 3 pasang wakil dari setiap wilayah administrasi.
"Ketika sudah di provinsi semua (penilaian) dimulai dari nol lagi. Semua dilihat dari kemampuan tiap individu,"katanya.
![]() |
Pada saat pemilihan tingkat provinsi, Melliza langsung bertemu dengan juri. Seluruh finalis juga diwajibkan untuk mempersiapkan penampilan yang akan mereka bawakan di malam final. Penampilan itu dapat berupa tanya-jawab, fashion show, nandak, menari, dan lain-lain.
Nah sampai terpilih menjadi None Jakarta 2019, Melliza menjalani proses yang tak mudah namun mengasyikkan. Terutama ketika masa karantina sebab saat itu ia banyak dibekali ilmu baru di bidang kebudayaan, pariwisata, etika dan busana, public speaking, public marketing, psikologi, dan pemerintahan.
"Karantina saat di wilayah (Jakarta Selatan) selalu dilakukan setelah office hour sampai selesai sekitar jam 11-12 malam. Di situ setiap hari berlatih, ada pembekalan, penjurian," Melliza menjelaskan.
Ia juga sempat menceritakan pengalaman berkesannya ketika karantina bersama salah satu juri. Juri tersebut terkesan galak dan tegas selama karantina sehingga membuat beberapa finalis takut bahkan sampai menangis.
"Juri itu pernah bertanya pada saya, ada berapa banyak organisasi kampus yang saya ikuti. Saya jawab saya ikut dua tetapi ada orang lain yang ikut sampai 5," Melliza bercerita.
"Juri itu bilang, 'nah dari situ saja artinya kamu sudah kalah'," ia melanjutkan.
"Tapi saya jawab,'tapi kan mereka tidak ikut Abang None," kata Melliza.
![]() |
Melliza mengatakan, juri tersebut kerap melontarkan kata-kata yang menguji mental para finalis. Namun alih-alih marah dan sedih, Melliza berusaha menanggapi itu dengan santai. Justru setelah ia terpilih sebagai None, juri ini sangat baik padanya.
"Setelah jadi None, dia sangat baik dan perhatian. Cara bicaranya juga berbeda dengan saat di karantina. Bayangkan kalau saat itu saya menangis, mungkin saya akan malu bertemu dengan dia," ungkap Melliza sembari tertawa.
Selama karantina dan menjadi None Jakarta, Melliza juga harus pandai mengatur waktu. Apalagi saat ini ia masih kuliah sehingga harus membagi waktu belajar dan kegiatan None Jakarta dengan bijaksana.
"Kita harus dapat mengatur waktu kapan kita istirahat, kapan harus belajar di tengah-tengah pelatihan," ungkapnya.
Melliza pun memaknai seluruh proses menjadi None Jakarta sebagai proses pendewasaan. Ia mengaku menjadi pribadi yang lebih baik usai mengikuti ajang tersebut.
"Sajujurnya saya ini orangnya lebih santai, kurang disiplin, ya seperti anak-anak remaja biasa. Tapi setelah saya masuk Abang None ini saya jauh lebih disiplin, jauh lebih tahu cara menghargai orang, kita juga lebih tahu bagaimana menempatkan diri. Jadi lebih utama mengatur lebih dewasa," ujarnya mantap.
(pin/pin)
Komentar Terbanyak
Turis Brasil yang Jatuh di Gunung Rinjani Itu Sudah Tidak Bergerak
Keluarga Indonesia Diserang Pria di Singapura, Anak Kecil Dipukul dengan Botol
Tragedi Juliana di Rinjani, Pakar Brasil Soroti Lambatnya Proses Penyelamatan