Ilmuwan menemukan bahwa 1% populasi bumi menghasilkan setengah emisi penerbangan dunia. Jadi, sebetulnya hanya sedikit orang yang terbang.
Diberitakan CNN, Senin (14/12/2020), penumpang yang sering bepergian hanya mewakili 1% populasi dunia dan menyumbang lebih dari setengah total emisi penerbangan penumpang pada 2018.
Sebuah studi baru mengatakan bahwa para ahli memperkirakan adanya 11% populasi dunia bepergian melalui udara pada 2018. 4% orang di antaranya bepergian ke luar negeri.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Penerbangan menyumbang setidaknya 2% dari emisi karbon dioksida global. Angka tersebut diperkirakan akan meningkat.
Organisasi Penerbangan Sipil Internasional PBB (ICAO) memperkirakan jumlah emisi dari penerbangan internasional akan meningkat antara dua sampai empat kali lipat pada tahun 2050.
Karbon dioksida bukan satu-satunya efek samping dunia penerbangan memengaruhi iklim. Penerbangan juga juga menyumbang emisi lain, termasuk nitrogen oksida dan contrail, yang berdampak negatif pada kesehatan dan lingkungan.
"Temuan ini bertentangan dengan narasi bahwa maskapai memberitahu bahwa hampir semua orang telah terbang. Kami dapat menunjukkan bahwa itu sebenarnya hanya sebagian kecil dari populasi dunia," kata Stefan GΓΆssling, seorang profesor di Universitas Linnaeus Swedia yang memimpin penelitian tersebut.
GΓΆssling mengatakan bahwa, dalam kelompok kecil dari mereka yang terbang, ada kelompok yang lebih kecil dari penghasil emisi super.
Mereka dapat dikategorikan sebagai yang terbang lebih dari 55.000 kilometer per tahun, mereka yang terbang sekali sebulan, atau yang melakukan tiga penerbangan jarak jauh setiap tahun.
Penulis makalah menemukan bahwa penghasil emisi tinggi ini tersebar di negara-negara seluruh dunia. Mereka dari AS, Luksemburg, Singapura, Arab Saudi, dan Kanada, rumah bagi jumlah terbesar dari orang-orang kaya.
"Ada masalah distribusi yang tidak ingin diangkat siapa pun. Kami memiliki daftar orang-orang super kaya yang terkonsentrasi di negara negara ini. Merekalah penghasil emisi terbanyak," kata GΓΆssling.
GΓΆssling menambahkan bahwa maskapai memiliki strategi termasuk penggantian kerugian karbon dan pengembangan bahan bakar baru. Namun, itu tidak cukup efektif dalam mengurangi hasil bahan bakar fosil.
Bahkan jika harga bahan bakar dinaikkan, atau pajak bahan bakar diberlakukan, GΓΆssling mengatakan bahwa kebijakan ini tidak mungkin mengubah perilaku orang super kaya. Mereka dapat menanggung biaya sebesar itu dengan relatif mudah.
Temuan penelitian yang diterbitkan dalam jurnal Global Environmental Change bulan ini menyoroti akan kurangnya dan kebutuhan tata kelola iklim penerbangan.
Panel Antarpemerintah tentang Perubahan Iklim menyimpulkan bahwa kita hanya memiliki waktu hingga 2030 untuk secara drastis mengurangi ketergantungan kita pada bahan bakar fosil.
Dalam sebuah laporan penting, aksi ini dapat mencegah planet ini mencapai ambang batas penting suhu sebesar 1,5 derajat Celcius di atas tingkat pra-industri.
Emisi global karbondioksida harus turun 45% dari tingkat yang tercatat pada tahun 2010. Lalu harus mencapai nol karbon sekitar tahun 2050 untuk menjaga pemanasan global hanya di sekitar 1,5 derajat C.
(msl/ddn)
Komentar Terbanyak
Bangunan yang Dirusak Massa di Sukabumi Itu Villa, Bukan Gereja
Aturan Baru Bagasi Lion Air, Berlaku Mulai 17 Juli 2025
Brasil Ancam Seret Kasus Kematian Juliana ke Jalur Hukum