Kampung Adat Baduy Mulai Ramai Wisatawan yang Berburu Durian

Yuk ceritain perjalananmu dan bagikan foto menariknya di sini!
bg-escape

Kampung Adat Baduy Mulai Ramai Wisatawan yang Berburu Durian

Antara - detikTravel
Jumat, 22 Jan 2021 21:02 WIB
Warga Suku Baduy Luar menunjukan buah durian yang akan dijualnya di Desa Kenekes, Lebak, Banten, Rabu (20/1/2021). Memasuki musim buah durian pada bulan Januari hingga Februari, warga Suku Baduy menjual berbagai jenis buah durian lokal dari kawasan Baduy tersebut dengan harga Rp30-50 ribu per buah. ANTARA FOTO/Muhammad Bagus Khoirunas/wsj.
Musim durian di Baduy, Lebak (ANTARA FOTO/MUHAMMAD BAGUS KHOIRUNAS)
Lebak -

Wisatawan lokal mulai ramai mengunjungi kawasan permukiman Baduy di pedalaman Kabupaten Lebak, Banten. Mereka menikmati panorama alam sembari berburu durian.

Kebanyakan wisatawan lokal itu datang dari berbagai daerah di Provinsi Banten, seperti Serang, Bayah, Tangerang, dan Pandeglang.

"Kami datang ke sini bersama rombongan ingin melihat kehidupan warga Baduy juga menikmati makan durian," kata Tati, warga Bayah, Kabupaten Lebak, seperti dikutip dari Antara, Jumat (22/1/2021).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kawasan permukiman Baduy di Kabupaten Lebak cukup menarik, karena selain alamnya masih asri, juga kehidupan masyarakatnya yang sederhana.

Warga Suku Baduy Luar menunjukan buah durian yang akan dijualnya di Desa Kenekes, Lebak, Banten, Rabu (20/1/2021). Memasuki musim buah durian pada bulan Januari hingga Februari, warga Suku Baduy menjual berbagai jenis buah durian lokal dari kawasan Baduy tersebut dengan harga Rp30-50 ribu per buah. ANTARA FOTO/Muhammad Bagus Khoirunas/wsj.Warga Suku Baduy Luar menunjukan buah durian yang akan dijualnya di Desa Kenekes, Lebak, Banten, Rabu (20/1/2021). Memasuki musim buah durian pada bulan Januari hingga Februari, warga Suku Baduy menjual berbagai jenis buah durian lokal dari kawasan Baduy tersebut dengan harga Rp30-50 ribu per buah. (ANTARA FOTO/Muhammad Bagus Khoirunas/wsj)

Masyarakat Baduy menghuni rumah panggung yang terbuat dari atap rumbia, hamparan dan dinding bilik bambu tanpa dilengkapi kamar mandi serta toilet.

ADVERTISEMENT

Selama ini, kata dia, kehidupan mereka penuh kedamaian dan ketentraman dengan mempertahankan budaya peninggalan nenek moyang.

Permukiman kawasan Baduy tidak terlihat barang-barang elektronika, penerangan listrik, dan kendaraan, juga mereka menolak pembangunan sarana infrastruktur jalan.

"Kami merasa senang bisa mendatangi permukiman Baduy dan mereka sangat damai juga mencintai alam juga kehidupannya sederhana," katanya.

Ia mengatakan selama ini masyarakat Baduy tidak mengalami kesulitan ekonomi dan pangan di tengah pandemi COVID-19.

Produksi pangan seperti padi, pisang, dan umbi-umbian melimpah dari bercocok tanam ladang itu.

"Kami mengapresiasi kehidupan warga Baduy cukup sederhana juga persediaan pangan keluarga mencukupinya," kata Tati.

Kodir (40) seorang wisatawan warga Rangkasbitung, Kabupaten Lebak, mengatakan dirinya bersama rombongan pertama kali mengunjungi permukiman Baduy karena penasaran untuk melihat langsung kehidupan masyarakat Baduy.

Selama ini, dia mengetahui masyarakat Baduy hanya dari media elektronika dan belum pernah mengunjunginya.

"Kami datang ke sini akan mengunjungi hutan kawasan Baduy juga mendatangi kawasan Baduy Dalam," katanya.

Kepala Seksi Ekonomi dan Pembangunan Desa Kanekes Hudri mengatakan wisatawan yang mengunjungi Baduy harus mematuhi protokol kesehatan dengan memakai masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan, guna mencegah penularan COVID-19.

Apabila pengunjung tidak mematuhi protokol kesehatan dan 3M, kata dia, maka akan akan ditegur oleh petugas. Sebab, lanjut dia, selama ini kawasan pemukiman Baduy terbebas dari ancaman penyakit yang membahayakan, termasuk Virus Corona itu.




(fem/ddn)

Hide Ads