TRAVEL NEWS
Tak Ada Turis, Bali Kini Garap Digital Nomad Tourism

Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali tengah serius menggarap pariwisata pengembara digital atau digital nomad. Sebab keberadaan wisatawan leisure sedang sepi di tengah pandemi COVID-19.
"Bali akan serius menangani pariwisata digital nomad ini. Untuk itu diperlukan banyak informasi yang berkaitan dengan kegiatan para digital nomad di Bali," kata Kepala Dinas Pariwisata Provinsi Bali, Putu Astawa dalam keterangan tertulis yang diterima detikcom, Jumat (28/5/2021).
Menurut Astawa, masa pandemi COVID-19 memberikan banyak pelajaran di semua sektor kehidupan, salah satunya pariwisata. Selama ini pariwisata Bali hanya mengandalkan pada wisatawan leisure. Kemudian dikembangkan ke pariwisata meetings, incentives, conferencing and exhibitions (MICE).
"Saat ini kedua potensi itu tidak bisa berjalan karena pandemi COVID-19 melarang terjadinya kerumunan banyak orang, melarang orang untuk bepergian. Maka dari itu salah satu potensi wisatawan yang perlu mendapat perhatian adalah digital nomad," terangnya.
Dalam rangka menggali informasi mengenai digital nomad di Bali, Astawa mengaku telah melakukan kunjungan ke Dojo Bali Coworking. Informasi digali agar bisa membuatkan kebijakan mengenai pariwisata digital nomad tersebut.
Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Kabupaten Badung I Gusti Agung Ngurah Rai Suryawijaya mendukung pengembangan pariwisata di sektor ini. Adanya wisatawan digital nomad akan bisa memberi peluang pada berbagai akomodasi masyarakat seperti homestay, villa dan sebagainya.
"Tentunya ini perlu mendapat perhatian khusus pemerintah, maka dari itu perlu dibuat focus group discussion (FGD) untuk memberi masukan kepada pemerintah terkait kebijakan yang harus dikeeluarkan nanti," terangnya.
Sementara itu, pemilik Dojo Bali Coworking Michael Craig mengatakan, digital nomad memiliki potensi yang sangat bagus dikembangkan di Bali. Terlebih, digital nomad adalah kalangan menengah keatas.
"Digital nomad adalah orang-orang kelas menengah ke atas, jadi mereka adalah orang-orang berduit. Mereka tinggal di Bali dalam jangka waktu yang cukup lama minimal setahun," terangnya.
Bule asal Australia yang sudah hampir 10 tahun di Bali itu menilai, masa tinggal yang lama dari para digital nomad akan berdampak pada ekonomi masyarakat di Bali, mulai dari akomodasi, makan minum dan kebutuhan lainnya.
"Selama masa pandemi, Bali adalah tempat yang dianggap paling aman bagi para digital nomad untuk tinggal dan bekerja. Dengan berkembangnya pariwisata digital nomad, maka juga akan berdampak pada pendapatan pemerintah dari sektor pajak," jelasnya.
Simak Video "Menparekraf Sandiaga Uno Klaim Ada 3.017 Wisatawan Digital Nomad ke RI"
[Gambas:Video 20detik]
(bnl/bnl)