Nyepur atau berkereta api menuju Yogyakarta. Dengan sepeda lipat (seli) mencicipi kuliner khas Kota Budaya, mengorek kisah Mbah Kalim dan Mbah Marto.
Mbah Kalim bersikeras hanya mau menerima Rp 10 ribu untuk 10 kue carabikang buatannya. Perempuan senja 74 tahun ini menolak tambahan uang, padahal sembari menunggu pesanan matang, saya sudah mengudap sebiji kue dagangannya itu.
"Sampun, sudah Nak, itu bonus dari Nenek," ujar Mbah Kalim dengan bahasa Jawa kromo inggil atau bahasa Jawa dengan kasta tertinggi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Gowes bermula dari Stasiun Pasar Senen. Foto: Dwi Ari Setyadi for detikcom |
Mbah Kalim, penjual corobikang di kawasan Sosrowijayan, dekat Malioboro Yogyakarta adalah persinggahan pertama setelah turun dari KA Progo di Stasiun Lempuyangan, Senin (7/6) pagi itu.
Baca juga: Ini Tips Solo Touring Seru Jawa-Bali |
Dalam setahun ini, saya banyak berkereta sembari menenteng sepeda lipat dengan rute Jakarta-Surakarta pp. Di jalur itu, KA Bengawan adalah kereta favorit karena harga tiketnya sangat murah, hanya Rp 74.000. Tapi, mustahil mendapatkan tiket salah satu kereta (PSO) Public Service Obligation PT KAI itu tanpa pemesanan jauh-jauh hari.
Jadi untuk jadwal dadakan, pilihan jatuh kepada KA Progo yang start dari Stasiun Pasar Senen 22.30 dan tiba di Stasiun Lempuyangan pukul 07.10
Corobikang Mbah Kalim, Yogyakarta Foto: Dwi Ari Setyadi for detikcom |
Sejatinya, dari ibukota negara banyak pilihan kereta langsung menuju Solo seperti KA Argo Lawu dan Dwi Pangga atau Senja Utama, Singasari serta Jayakarta yang menyusuri rel jalur selatan. Ada pula KA Matarmaja dan Brantas yang melewati lintas utara melalui Semarang sebelum singgah di Stasiun Solo Jebres.
Tapi, bagaimanapun transit di Yogya adalah pilihan menarik seiring beroperasinya KRL Komuter Solo-Yogya.
Setelah menerima bungkusan corobikang, saya mengayuh kembali sepeda lipat menuju kawasan Lempuyangan.
Corobikang Mbah Kalim, Yogyakarta Foto: Dwi Ari Setyadi for detikcom |
"Nuwunsewu... mohon maaf, saya membawa jajan sendiri Mbah," basa-basiku kepada Mbah Marto Saimin, penjaja wedangan tak jauh dari stasiun.
"Monggo mawon, silakan saja," dia menjawab kemudian tertawa sembari menyiapkan minuman.
Usai corobikang dan segelas kopi sachet, saya pun menuju stasiun, menumpang kereta komuter menuju Stasiun Purwosari, Solo.
Oh indahnya pagi ini...
====
Artikel ini dibuat oleh Dwi Ari Setyadi, pehobi sepeda, foto, dan berkereta. Artikel diubah oleh redaksi detikTravel seperlunya.
(fem/fem)












































Gowes bermula dari Stasiun Pasar Senen. Foto: Dwi Ari Setyadi for detikcom
Corobikang Mbah Kalim, Yogyakarta Foto: Dwi Ari Setyadi for detikcom
Corobikang Mbah Kalim, Yogyakarta Foto: Dwi Ari Setyadi for detikcom
Komentar Terbanyak
Pembegalan Warga Suku Baduy di Jakpus Berbuntut Panjang
Kisah Sosialita AS Liburan di Bali Berakhir Tragis di Tangan Putrinya
Keraton Solo Memanas! Mangkubumi Dinobatkan Jadi PB XIV