Denyut perekonomian pada sektor pariwisata di kawasan Lembang, Kabupaten Bandung Barat (KBB) terasa lesu sejak beberapa pekan belakangan. Hal ini berkaitan dengan PPKM yang diterapkan.
Kawasan wisata Lembang mati suri akibat penerapan kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat sejak 3 sampai 20 Juli lalu hingga akhirnya diperpanjang sampai 25 Juli dengan istilah baru yakni PPKM Level 3.
Sebelum tersungkur akibat PPKM Darurat, sektor pariwisata Lembang juga sempat mengalami penutupan hingga dua pekan lamanya akibat Bandung Barat terjerembab ke zona merah penyebaran COVID-19.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
![]() |
Arus lalulintas di kawasan wisata Lembang biasanya teramat ramai setiap menjelang akhir pekan. Kendaraan wisatawan dari berbagai daerah bahkan tak mampu ditampung ruas jalan hingga akhirnya menyebabkan kemacetan.
Dari pantauan detikcom di kawasan wisata Lembang pada Sabtu (24/7/2021) siang, jalanan nampak sepi tanpa ada tanda-tanda kunjungan wisatawan. Hanya hilir mudik kendaraan warga lokal atau dari Bandung Raya yang tentu tujuannya bukan untuk berwisata.
Belum lagi semua objek wisata memasang tanda tutup sampai waktu yang tak ditentukan. Seolah mengindikasikan tak jelas kapan mereka bisa kembali beroperasi menyambut wisatawan.
"Ya sudah beberapa bulan ini sepi, kita yang jualan di sekitar objek wisata juga terdampak. Biasanya kan banyak yang jajan, sekarang boro-boro," ungkap Dadang (42), seorang pemilik kios jajanan dan penjual oleh-oleh di Lembang kepada detikcom.
Dadang menyebut anaknya biasa membantu parkir di sekitar objek wisata The Great Asia Africa kini hanya menganggur tanpa memiliki kegiatan lainnya.
"Ya kalau anak kan biasanya bantu parkir, kalau di dalam penuh biasanya wisatawan parkir di lahan kosong samping Asia Africa, semenjak wisata tutup ya jadi diam saja di rumah," terang Dadang.
Namun setidaknya pengusaha sektor perhotelan dan restoran masih bisa bernafas lantaran tetap diizinkan untuk beroperasi meski dengan pembatasan amat ketat. Tak pelak hal itu berdampak lada okupansi yang sangat rendah.
"Sudah jelas tempat wisata tutup semua. Kondisi perusahaan dan karyawan memang berat sekali, meski berat tapi mungkin ini kebijakan pemerintah yang terbaik," tutur Wakil Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran (PHRI) KBB Eko Suprianto.
Kendati diizinkan beroperasi nyatanya lebih banyak hotel dan restoran yang memilih tutup sementara. Alasannya tentu karena minimnya okupansi mengingat nihilnya wisatawan. Jika memaksa buka justru akan menjadi beban keuangan lantaran minimnya pemasukan.
"Rata-rata hotel dan restoran tutup karena beban operasional. Berat kalau tetap buka," kata pria yang juga pemilik Terminal Wisata Grafika Cikole (TWGC) Lembang tersebut.
Namun sepinya kawasan wisata Lembang di satu sisi menjadi indikator jika PPKM Darurat maupun PPKM Level 3 mampu menekan mobilitas masyarakat di tengah lonjakan kasus COVID-19.
"Hasil pantauan kami sejak PPKM Darurat sampai PPKM Level 3 ini, semua sudah mematuhi aturan. Tempat wisata, pusat kuliner, pedagang, dan pasar tradisional semuanya patuh mengikuti aturan," ujar Kapolsek Lembang Kompol Sarce Christyati Leo Dima.
(elk/elk)
Komentar Terbanyak
Turis Brasil yang Jatuh di Gunung Rinjani Itu Sudah Tidak Bergerak
Aturan Baru Bagasi Lion Air, Berlaku Mulai 17 Juli 2025
Keluarga Indonesia Diserang Pria di Singapura, Anak Kecil Dipukul dengan Botol