Masyarakat yang hidup di sekitar Danau Tamblingan begitu menghargai air. Mereka juga menjadikan danau dan hutan di sekitarnya sebagai kawasan suci.
Danau Tamblingan merupakan salah satu danau terkenal di Bali dan menjadi danau penting bagi masyarakat di empat desa di sekitarnya. Keempat desa itu adalah Desa Munduk, Desa Goblek, Desa Gesing dan Desa Umajero.
Keempat desa ini tergabung dalam Masyarakat Adat Dalam Tamblingan yang memiliki ikatan kuat dengan danau dan hutan di sekitarnya yang bernama Hutan Mertajati. Hutan Mertajati seluas 1.312 hektar merupakan sumber kehidupan bagi masyarakat di sana.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hal itu dijelaskan tokoh masyarakat di sana yakni Putu Ardana yang detikcom temui dalam Ekspedisi 3.000 Kilometer bersama Wuling pada Oktober lalu. Putu mengatakan, Danau Tamblingan dan Hutan Mertajati harus dijaga karena dari sanalah pasokan air berasal.
![]() |
Pasokan air ini tak hanya digunakan oleh keempat desa tadi. Tetapi, pasokan air ini dibutuhkan untuk memenuhi sepertiga kebutuhan air di Pulau Bali.
Keputusan untuk menjadikan Danau Tamblingan dan Hutan Mertajati sebagai kawasan suci juga tak terlepas dari kepercayaan masyarakat di sana. Putu menjelaskan, dengan menjaga kawasan itu, mereka juga turut menjaga harmoni dari ekosistem.
"Hutan Mertajati dan Danau Tamblingan sebagai kawasan suci karena masyarakat kami adalah masyarakat yang memuliakan air dan selalu menjaga harmoni dengan alam dengan konsep dasar berupa keimanan yang disebut Piagam Gama Tirta," kata Putu.
![]() |
Berbagai upaya dilakukan masyarakat Tamblingan untuk menjaga kesucian kedua tempat itu. Mulai dari mengadakan berbagai upacara di Danau Tamblingan, menanam kopi untuk mencegah longsor, hingga berusaha menjadikan Hutan Mertajati sebagai hutan adat.
Putu bercerita, masyarakat Tamblingan sudah menjaga Hutan Mertajati selama ratusan tahun karena pepohonan di sana turut membantu menyediakan pasokan air yang digunakan untuk pertanian. Masyarakat bahkan rela memindahkan permukiman yang semula berada di kawasan Danau Tamblingan supaya kawasan itu terjaga keasriannya.
"Bagi kami, itu hutan suci kami. Sejak abad ke-13 kami bergeser ke sini, karena kawasan itu suci. Tapi sejak kemerdekaan, hutan itu dijadikan hutan negara," ujar Putu.
![]() |
Putu sebenarnya tidak masalah dengan status hutan negara yang disematkan pada Hutan Mertajati. Hanya saja pada kenyataannya, hutan yang seharusnya dijaga negara itu justru dieksploitasi.
"Faktanya terjadi pembalakan liar dan perburuan liar. Hutannya terdegradasi cukup signifikan dan kita tidak punya legal standing untuk bertindak. Kita kan hanya bisa lapor ada pencurian kayu ke Konservasi Sumber Daya Alam (KSDA). Laporan diterima tapi hampir tidak ada yang ditindaklanjuti," ujarnya.
Karena itu, ia bersama masyarakat Tamblingan berjuang untuk mendaftarkan Hutan Mertajati sebagai hutan adat ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Perjuangan ini melibatkan anak-anak muda di empat desa. Mereka bertugas melakukan pemetaan partisipatif, mulai dari memetakan secara spasial, sosial budaya, hingga nilai ekonomisnya.
(pin/fem)
Komentar Terbanyak
Turis Brasil yang Jatuh di Gunung Rinjani Itu Sudah Tidak Bergerak
Keluarga Indonesia Diserang Pria di Singapura, Anak Kecil Dipukul dengan Botol
Tragedi Juliana di Rinjani, Pakar Brasil Soroti Lambatnya Proses Penyelamatan