Klitih Aksi Kejahatan yang Mencoreng Jogja

Yuk ceritain perjalananmu dan bagikan foto menariknya di sini!
bg-escape

Klitih Aksi Kejahatan yang Mencoreng Jogja

Tim detikcom - detikTravel
Selasa, 05 Apr 2022 21:47 WIB
Klitih Itu Apa? Pergeseran Makna di Balik SriSultanYogyaDaruratKlitih
Foto: Ilustrasi klitih (detikcom)
Yogyakarta -

Aksi kejahatan klitih menyita perhatian traveler. Aksi yang menelan korban jiwa itu benar-benar mencoreng citra Jogja sebagai kota pelajar dan pariwisata.

Banyak dari traveler yang penasaran dengan Klitih atau Klithih. Klitih adalah kegiatan iseng untuk mengisi waktu luang.

Menurut penjelasan Drs Soeprapto SU, sosiolog kriminalitas dari UGM. Klitih itu berasal dari bahasa Jawa dan sudah ada sejak zaman dulu kala.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Sebenarnya klitih itu bermula dari tawuran pelajar dan sejak zaman saya dulu sudah ada. Dulu alat tawurannya berupa batu dan disebut tawuran pelajar antara tahun 73-75, ini sering terjadi," kata Soeprapto.

"Kemudian ketika pemerintah mulai tegas memberikan peraturan bahwa kalau ada pelajar terlibat tawuran akan dikembalikan ke orang tua akan diskorsing dikeluarkan, maka mulai berkuranglah tawuran pelajar ini," tambahnya.

ADVERTISEMENT

"Setelah ada peraturan larangan tawuran membuat para pelajar itu sadar nggak mau lagi tawuran, lalu muncul istilah mencari musuh. Mereka menggunakan istilah klitih. Padahal arti klitih ini mengisi waktu luang, ngisi TTS, menjahit dan melakukan hal-hal yang positif," kata Soeprapto.

Klitih mulai mengalami pergeseran makna jadi makin negatif pada tahun 2008 ke atas. Aksi positif mengisi waktu luang disalahartikan jadi melukai orang di jalan.

"Ketika istilah klitih diadopsi pelajar pada tahun 2008-2009, kejahatan itu mulai marak terjadi. Mereka mengartikannya sebagai mencari musuh," jelasnya.

Ada aturan tak tertulis di Klitih. Mereka dilarang melukai kelompok tertentu, misalnya perempuan atau orang yang sedang mencari nafkah di jalanan. Namun fakta yang terjadi di lapangan seringkali tidak sesuai dengan aturan itu.

"Melukai secara acak bukanlah perilaku geng pelajar asli. Karena peraturan klitih nggak boleh menyerang perempuan, laki-perempuan yang sedang berboncengan hingga orang tua yang sedang mencari nafkah di jalan, seperti sekarang dikenal sebagai ojol," kata Soeprapto.

"Kalau sasaran acak itu pasti bukan pelajar murni, istilahnya nabok nyilih tangan, sudah ditunggangi. Karena kalau kerusuhan yang dilakukan anak hukumannya ringan dan kalau dewasa itu hukumannya berat," tutupnya.




(wsw/ddn)

Hide Ads