Seharusnya TN Komodo Bisa Selaraskan Kesejahteraan Warga dan Konservasi

Yuk ceritain perjalananmu dan bagikan foto menariknya di sini!
bg-escape

Seharusnya TN Komodo Bisa Selaraskan Kesejahteraan Warga dan Konservasi

Wahyu Setyo Widodo - detikTravel
Kamis, 28 Jul 2022 07:11 WIB
Wildlife shot of a large male Komodo Dragon (Varanus komodoensis) at the beach of Komodo islands. The Komodo Dragon (also called Komodo monitor) is the largest living species of lizard, with a maximum length of 3 metres (10 ft) and a body weight up to 70 kg (150 lb). The animal is a relict of very large lizards that once lived across Indonesia and Australia.
Foto: Ilustrasi komodo (Getty Images/guenterguni)
Labuan Bajo -

Keuskupan Ruteng menilai pentingnya pariwisata holistik diterapkan di Taman Nasional Komodo dan sekitarnya, menyikapi kenaikan harga tiket jadi Rp 3,75 juta.

Pastor RΓΆf Alfons Segar mewakili Gereja Keuskupan Ruteng mengeluarkan pernyataan resmi terkait polemik kenaikan harga tiket masuk Taman Nasional Komodo menjadi Rp 3,75 juta per orang yang diresmikan Jumat (29/7/2022).

Menurut Alfons, pariwisata holistik sudah selayaknya diterapkan di Taman Nasional Komodo. Dan, itulah yang diperjuangkan oleh gereja selama ini.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Gereja Keuskupan Ruteng tidak henti-hentinya memperjuangkan pariwisata holisitik yang mencakupi semua dimensi kehidupan manusia dan kesejahteraan umum. Secara khusus, kami mengusung tema pariwisata holistik dalam program pastoral Keuskupan Ruteng tahun 2022 dengan motto: Berpartisipasi, Berbudaya dan Berkelanjutan," kata Alfons dalam keterangannya, Kamis (28/7).

"Berpartisipasi berarti pariwisata yang melibatkan dan menyejahterakan masyarakat lokal. Berbudaya berarti pariwisata yang berakar dan bertumbuh dalam keunikan dan kekayaan kultur masyarakat setempat. Berkelanjutan berarti pariwisata yang merawat dan melestarikan alam," imbuhnya lagi.

ADVERTISEMENT

Selama ini, Gereja Keuskupan Ruteng telah dan akan terus menerus terlibat untuk mengembangkan pariwisata holistik di kabupaten Manggarai, Nusa Tenggara Timur (NTT), dari Wae Mokel sampai Selat Sape, Manggarai Raya.

"Selain mengelola situs dan program pariwisata rohani, Gereja Katolik berpartisipasi dalam menggerakkan ekonomi kreatif pariwisata umat, menggalakkan pariwisata budaya serta mendorong pariwisata alam. Lebih dari itu Gereja terlibat dalam menguatkan aspek spiritual dan etis umat sehingga dapat mengupayakan pariwisata yang beradab dan bermartabat," dia menjelaskan.

Alfons pun menekankan pendekatan kesejahteraan manusia di dalamnya, serta kelestarian lingkungan (ekologi), merupakan kriteria utama dalam perjuangan moral-sosial yang benar dan tepat.

"Pentingnya mengintegrasikan kondisi perekonomian masyarakat yang baru menggeliat akibat pandemi Covid-19 ke dalam kebijakan pariwisata. Marilah kita terus menerus merajut tali persaudaraan dalam dinamika pariwisata super premium dalam rangka mewujudkan peradaban kasih di tanah Nuca Lale Manggarai Raya," dia berpesan.




(wsw/fem)

Hide Ads