Kerak telor dan toge goreng Bang Ishak eksis hingga kini. Berjualan di area SCBD setiap Sabtu dan Minggu, jajanan khas Betawi ini menolak punah.
Pandemi Covid-19 membuat Ishak Yahya, 48, dan para pedagang kerak telor dari 'kampung kerak telor' Mampang Prapatan, Jakarta Selatan hampir menyerah. Pameran budaya khas Betawi tidak ada, berjualan di pinggir jalan dilarang. Padahal dengan cara itulah mereka membuka lapak sekaligus mempertahankan budaya kuliner khas Betawi itu.
"Kalau di rumah tidak ada warung. Kerak telor memang dijajakan di pameran dan tempat mangkal," kata Ishak dalam perbincangan dengan detikTravel beberapa waktu lalu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ishak memastikan kerak telornya otentik Betawi. Dia salah satu warga di Mampang Prapatan yang merupakan sentra UMKM kerak telor Betawi. Dia merupakan generasi keempat penjaga kerak telo. Boleh dibilang keluarga mereka langganan mengisi lapak di Pekan Raya Jakarta yang dimulai pada 1968.
"Di rumah tidak ada warung kerak telor, kami mangkal. Jadi, selama pandemi itu benar-benar setop," kata Ishak.
Ishak menyebut kerak telor yang dibuat oleh warga Mampang Prapatan adalah kerak telor terenak. Dia menyebut kerak telor dengan bahan utama telur ayam (bebek) dan beras ketan putih, ditambah serundeng atau parutan kelapa berbumbu melimpah, dan bumbu khas lainnya, sulit untuk ditiru kerak telor dari kawasan lain.
"Spesialnya kerak telor ini memakai telor bebek dan beras ketan putih. Saya jamin, ketan sudah matang dan tidak keras kendati sudah dingin. Kalau pun ingin dimakan di rumah, bisa lho diangetin dulu, tidak ada masalah, akan tetap enak," kata Ishak.
Ishak menjual satu porsi kerak telor dengan harga Rp 25 ribu. Selain kerak telor, Ishak juga menyajikan dua penganan khas Betawi lainnya, toge goreng dan selendang mayang.
(fem/fem)
Komentar Terbanyak
Aturan Baru Bagasi Lion Air, Berlaku Mulai 17 Juli 2025
Turis Brasil yang Jatuh di Gunung Rinjani Itu Sudah Tidak Bergerak
Viral Keluhan Traveler soal Parkir Jakarta Fair 2025: Chaos!