Digital nomad atau bekerja sambil jalan-jalan sudah jadi tren di era pandemi. Ada alasan lain mengapa tren ini gilai, yaitu berkaitan dengan wanita.
Sekitar 17 juta orang Amerika Serikat sekarang diperkirakan berkeliling dunia sambil bekerja dari jarak jauh. Popularitas digital nomad atau istilah yang digunakan untuk pekerja jarak jauh dari tempat liburan, terus meningkat.
Hal ini menyebabkan timbulnya istilah 'Paspor Bro's', yakni pria yang berkeliling dunia untuk mengencani wanita asing di luar negeri.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dilansir dari Insider, Kamis (1/6/2023), tagar #passportbros telah mengumpulkan hampir 420 juta penonton di TikTok. Isinya banyak video para pria, sebagian besar pria asing mempromosikan gaya hidup mereka yang berpesta di tempat-tempat yang jauh sambil bekerja dari jarak jauh.
Banyak dari mereka memamerkan wanita lokal yang mereka temui di sepanjang jalan. Sebuah TikTok yang diposting oleh seorang pria yang mengaku bernama Austin Abeyta, telah membuat perdebatan di Tiktok.
"Para pria berpaspor itu benar, berkencan di luar negeri lebih mudah karena berbagai alasan," ujar Austin dalam videonya.
"Banyak pria muda di Amerika merasa frustasi dengan dunia kencan di sana. Saya sangat percaya pada pasar bebas yang memungkinkan hasil terbaik untuk semua orang," kata Abeyta kepada Insider.
Dalam video tanggal 22 Mei, yang ditonton sekitar 1,7 juta kali pada hari Rabu, Abeyta menyebutkan tiga alasan mengapa berpacaran di luar negeri lebih mudah dibandingkan di Amerika Serikat.
Abeyta, yang memiliki lebih dari 410.000 pengikut di TikTok, mengatakan bahwa alasan pertama adalah karena wanita lokal menganggap pria berpaspor sebagai sesuatu yang 'eksotis'.
"Saya tahu kedengarannya gila, tapi Anda memiliki aksen. Aksen Amerika itu seperti sampah, tapi tetap memberikan sedikit bobot pada semua yang Anda katakan, sedikit bumbu," ujarnya.
Abeyta, yang terdaftar sebagai analis data di profil LinkedIn-nya, mengatakan dalam video tersebut bahwa alasan keduanya adalah second hand excitement.
"Ini sangat penting saat kencan. Orang-orang senang menunjukkan kepada Anda tentang negara mereka dan menunjukkan kepada Anda hal-hal yang mereka sukai. Segala sesuatunya terasa ringan dan menyenangkan," ujar Abeyta.
Alasan terakhir Abeyta karena stereotip bahwa orang Amerika itu kaya.
"Agak benar, karena mata uang kami adalah mata uang global," ujarnya.
"Jika Anda menghasilkan $60.000 per tahun, Anda bisa hidup seperti Anda menghasilkan $120.000 per tahun dengan cukup nyaman," lanjutnya.
"Hal-hal yang dapat diberikan oleh uang membuat perbedaan besar dalam kencan. Tontonlah 'The Tinder Swindler' - film ini akan menjelaskan semuanya," tambah Abeyta, merujuk pada Simon Leviev, yang dijuluki Penipu Tinder setelah ia dituduh menipu perempuan yang ia temui di aplikasi kencan tersebut.
"Saya harus menghasilkan empat kali lipat dari penghasilan saya saat ini untuk bisa hidup di Amerika dengan cara yang sama seperti saat saya bepergian," celotehnya, tanpa mau mengungkapkan berapa banyak yang ia hasilkan.
Puluhan pengguna mengatakan bahwa mereka mendukung gaya hidup Abeyta. Netizen juga bertanya padanya, kota apa yang direkomendasikan untuk digital nomad.
Abeyta menjawab bahwa lima pilihan utamanya adalah Medellin, Kolombia di Manila, Filipina, Mexico City, Bali di Indonesia, dan Rio de Janeiro.
Video ini tentu menuai banyak komentar netizen. Ada yang setuju namun tak sedikit yang kontra.
"Menjadi pria kulit putih yang tinggi dan memiliki sedikit uang adalah hal curang terbesar di Peru, Bung," tulis seorang pengguna bernama @meliadonpepe.
"Apa bedanya dengan pengantin pesanan?," tulis pengguna lain.
"Saya pikir aneh jika Anda pergi ke negara lain, terutama negara yang lebih miskin, hanya untuk mendapatkan wanita karena Anda orang Amerika," komentar seorang pengguna bernama @ymc_bryan.
Namun Abeyta menyanggah komentar-komentar itu dengan pembelaan.
"Ini bukan hanya untuk mendapatkan wanita. Anda juga berkeliling dunia untuk belajar tentang budaya dan menghemat uang sambil melakukannya," jawab Abeyta membela diri.
(wkn/bnl)
Komentar Terbanyak
Turis Brasil yang Jatuh di Gunung Rinjani Itu Sudah Tidak Bergerak
Keluarga Indonesia Diserang Pria di Singapura, Anak Kecil Dipukul dengan Botol
Tragedi Juliana di Rinjani, Pakar Brasil Soroti Lambatnya Proses Penyelamatan