Kasus antraks merebak di Jati, Candirejo, Semanu, Gunungkidul hingga membuat seorang warga meninggal dunia serta puluhan lainnya teridentifikasi suspek. Disebut-sebut terkait tradisi brandu, apa itu?
Tradisi brandu merupakan tradisi penyembelihan sapi sakit atau mati yang masih banyak dilakukan oleh masyarakat Gunungkidul. Nantinya, daging hasil penyembelihan dijual murah dan uangnya dikumpulkan untuk membantu pemilik sapi.
Kabid Kesehatan Hewan DPKH Gunungkidul Retno Widyastuti mengatakan langkah masyarakat yang mengonsumsi daging sapi mati di Jati merupakan tradisi brandu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Brandu itu tradisi di Gunungkidul, dan brandu itu macam-macam. Maksudnya brandu itu tergantung sebabnya dan kadang-kadang (ternak) keracunan baru sakaratul maut dipotong," katanya kepada wartawan di Kantor Pemkab Gunungkidul dan dikutip Jumat (7/7/2023).
Retno mengatakan, untuk kasus di Jati, ternak diketahui sudah mati terlebih dahulu sebelum disembelih dan dibagikan. Namun, jangka waktu mati dengan penyembelihan terbilang tidak lama, alias tidak selang berhari-hari
"Mungkin pas kasus ini posisi sudah mati. Saya tanya memang semua disembelih sudah mati hewannya itu," kata Retno.
Retno menyebut, tradisi brandu sebenarnya merupakan tradisi yang tujuannya baik. Mengingat hasil dari brandu bakal dijual secara murah kepada warga. Selanjutnya uang hasil penjualan paket daging diberikan kepada pemilik ternak.
Semua itu agar pemilik ternak tidak mengalami kerugian yang cukup besar akibat ternaknya mati. Selain itu, jika dijual ke pasaran tidak akan laku sehingga masyarakat memilih untuk melakukan tradisi brandu.
"Kalau saya tanya memang tujuannya baik, membantu warga yang kesusahan biar tidak terlampau rugi itu dibagi-bagi. Kemarin itu satu paketnya itu dijual Rp 45 ribu, terus uangnya dikumpulkan dan dikasihkan yang kesusahan," kata dia.
Meski tujuan dari brandu semata-mata untuk membantu sesama, Retno menilai jika ternak yang dibrandu mati mendadak akibat antraks sama saja merugikan masyarakat. Sebab, hal ini hanya akan menyebarkan antraks.
"Pas saya di sana bilang kalau mau brandu ya brandu barang sehat gitu, barang bermutu, jadi tidak membahayakan manusia. Karena gini, kalau brandu itu (ternak mati mendadak) tidak akan membuat antraks berhenti muncul di sini (Gunungkidul)," katanya.
"Kenapa? Karena kalau dipotong itu kan bakteri yang ada di darah itu mengalir keluar lalu berubah menjadi spora. Spora itu yang tahan puluhan tahun, 40-80 tahun di tanah makanya 1 meter persegi tanah yang terkontaminasi spora direndam dengan 50 liter formalin 10 persen," Retno menambahkan.
Komentar Terbanyak
Aturan Baru Bagasi Lion Air, Berlaku Mulai 17 Juli 2025
Turis Brasil yang Jatuh di Gunung Rinjani Itu Sudah Tidak Bergerak
Viral Keluhan Traveler soal Parkir Jakarta Fair 2025: Chaos!