Suku Sasak punya tradisi Kawin Lari yang masih berlangsung sampai sekarang. Menurut Wamenkum HAM, tradisi seperti itu tidak bisa dipidana.
Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej menyebutkan bahwa budaya 'merarik' alias 'Kawin Lari' tidak bisa dipidanakan.
Untuk diketahui, tradisi membawa lari perempuan untuk dinikahi alias 'kawin lari' tersebut sampai sekarang masih dijalani oleh Suku Sasak di Pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut pejabat yang akrab disapa Eddy itu, penerapan sanksi pidana pada KUHP Nasional dalam budaya merarik haruslah memperhatikan hukum adat yang ada di tengah masyarakat.
"Ketika penerapan sanksi pidana itu kan harus ada pedoman pemidanaan," kata Eddy di Mataram, Kamis (13/7/2023).
Salah satu pedoman pemidanaan yang harus diperhatikan dalam Pasal 454 KUHP baru yang akan berlaku pada 2026 itu adalah harus memperhatikan hukum yang hidup di masyarakat.
"Jadi itu tentu sangat ekstra hati-hati," kata Eddy.
Sebelumnya, Eddy menjelaskan bahwa KUHP baru disahkan menjadi alternatif modifikasi pidana. Hakim patut mengedepankan pidana ringan seperti pidana pengawasan untuk kejahatan yang ancaman hukumannya tidak lebih dari 5 tahun.
"Kalau pelaku melakukan tindak pidana yang diancam tidak lebih dari 3 tahun, hukumannya kerja sosial. Jadi, dengan KUHP Nasional itu jangan lagi berpikir, sedikit-sedikit penjara," papar Eddy.
Untuk diketahui, Pasal 454 KUHP melarang membawa pergi perempuan dengan tipu muslihat, kekerasan, atau ancaman kekerasan.
Dengan maksud untuk memastikan penguasaan terhadap perempuan tersebut, baik di dalam maupun di luar perkawinan. Tindakan ini termasuk dalam tindak pemaksaan perkawinan yang diatur dalam UU TPKS.
---------
Artikel ini telah naik di detikBali.
(wsw/wsw)
Komentar Terbanyak
Penumpang Hilang HP di Penerbangan Melbourne, Ini Hasil Investigasi Garuda
Turis Brasil yang Jatuh di Gunung Rinjani Itu Sudah Tidak Bergerak
Keluarga Indonesia Diserang Pria di Singapura, Anak Kecil Dipukul dengan Botol