Ada yang unik dari Majalengka. Kabupaten ini tak punya pantai namun ada desa yang namanya berhubungan dengan laut. Kok bisa?
Di Majalengka terdapat dua desa yang namanya berhubungan dengan laut yakni Palabuan dan Tenjolayar.
Nama Palabuan dan Tenjolayar sendiri diambil dari bahasa Sunda. Palabuan dalam bahasa Indonesia yang berarti Pelabuhan, sedangkan Tenjolayar artinya melihat layar.
Oleh karena itu keberadaan dua desa tersebut banyak mengundang tanya, apakah Majalengka dulunya lautan?
Penikmat sejarah sekaligus Ketua Gruop Madjalengka Baheula (Grumala), Nana Rohmana (Naro) menjelaskan, Majalengka dulunya memang bukan merupakan daratan. Menurutnya, jutaan tahun lalu Majalengka dan juga pulau Jawa merupakan sebuah lautan.
"Ya wilayah Majalengka juga pulau Jawa dulunya lautan. Misalnya ada pabrik kapur di Baribis, Garawangi, Bongas. Kalau dalam keterangan gunung kapur sebagai bahan pabrik kapur itu adalah berasal dari tumpukan fosil atau rumah kerang laut," kata Naro saat berbincang dengan detikJabar, Kamis (20/7/2023).
"Terus di sekitar Baribis juga pernah ditemukan banyak fosil kerang. Dan dulu di Baribis ada pabrik kapur, bahannya dari sekitar bukit-bukit Baribis. Kapur kan bahanya dari fosil hewan lautan," ucap dia menambahkan.
Majalengka dulunya lautan juga dibuktikan dengan penemuan-penemuan fosil yang identik dengan lautan. Salah satu dugaan penemuan gigi hiu Megalodon di Desa Nunuk Baru, Maja.
"Pada tahun 2022 juga pernah ditemukan gigi hiu Megalodon di Desa Nunuk. Terus di jalan sekitaran Gunung Cileuweung Nunuk banyak ditemukan batuan karang laut. Saya juga nemu batu karang dari Nunuk. Ya itu salah satu bukti sekitar situ dulunya lautan," jelas Naro.
Selain itu, sebuah benda yang diduga mirip dengan fosil keong laut juga pernah ditemukan di Majalengka. Fosil tersebut pertama kali ditemukan oleh salah seorang warga Desa Bonang, Panyingkiran di sebuah pelataran sawah desa setempat.
"Pertama kali ditemukan oleh seorang warga bernama Gilang. Udah lama ditemukan. Ketemu di area sawah yang berada di Desa Bonang, Panyingkiran," ujar dia.
Meski begitu, menurutnya masih perlu diteliti lebih dalam lagi mengenai dugaan hal tersebut. Namun hingga saat ini, belum ada koordinasi dari pihak peneliti maupun arkeolog terkait temuan-temuan tersebut.
"Harus diteliti lebih jauh oleh tim arkeolog. Namun sampai sekarang belum ada komunikasi dengan pihak manapun," pungkasnya.
Kaitan Desa Palabuan dan Tenjolayar dengan Laut
Di sisi lain, Naro menjelaskan, nama Desa Palabuan dan Tenjolayar terkait hubungannya dengan lautan. Menurutnya, desa tersebut tidak ada sangkut pautnya dengan laut.
Dua nama desa ini diambil karena di wilayah tersebut dulunya terdapat sebuah jalur transportasi air. Yang mana jalur kapal itu mengunakan sungai Cikeruh sebagai perlintasannya.
"Itu mah bukan istilah wilayah laut, tapi di situ ada sungai Cikeruh. Dulunya sebagai jalur lalu lintas air, seperti Cimanuk. Jaman Pemerintahan Tradisional kemudian jaman VOC dan Kolonial Belanda sungai Cikeruh dijadikan jalur transportasi air dan pengangkutan kayu jati," papar Naro menjelaskan.
"Di jalur sungai Cikeruh terdapat banyak gudang kopi dan pelabuhan sungai. Makanya desa deket Cikeruh dinamai Palabuan, karena di situ ada pelabuhan air tempat bertambat perahu kecil dan besar," sambungnya.
Desa Palabuan sendiri berada di Kecamatan Sukahaji, sedangkan Tenjolayar merupakan bagian dari Kecamatan Cigasong. Kedua desa tersebut jaraknya diperkirakan sekitar 4,9 Km.
Adapun penamaan Tenjolayar sendiri sangat erat hubungannya dengan Palabuan. Hal itu karena jarak Tenjolayar dengan sungai Cikeruh terbilang cukup dekat.
"Kemudian ada desa Tenjolayar, nah di desa itu dulu kelihatan layar-layar perahu yang hilir mudik di Cikeruh. Tenjo artinya melihat dalam bahasa Sunda, layar adalah layar perahu yang dibentangkan," pungkas Naro.
Artikel ini sudah tayang di detikJabar.
Simak Video "100 Hari Bupati & Hari Jadi Majalengka"
(pin/pin)