Pangalengan bisa disebut 'surga' wisata di Kabupaten Bandung. Rupanya, di balik asrinya Pangalengan ada Legenda Embah Kebon. Bagaimana kisahnya?
Kabupaten Bandung punya bentang alam yang memanjakan mata banyak orang. Sejumlah wilayahnya seperti Ciwidey, Rancabali hingga Pangalengan, setiap pekan tidak akan pernah sepi dikunjungi wisatawan.
Untuk nama wilayah terakhir, yaitu Pangalengan, diketahui mulai dilirik wisatawan menghabiskan waktu liburnya di akhir pekan. Kecamatan seluas 195,4 kilometer persegi ini punya daya tarik wisata alam yang tak kalah memanjakan mata dengan wilayah lain yang sudah terkenal seperti Ciwidey.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Rupanya, nama Pangalengan sudah tersohor sejak zaman kolonial tepatnya pada pertengahan abad ke-19. Rizky Wiryawan dalam bukunya Pesona Sejarah Bandung: Perkebunan di Priangan menulis, sejak dibuka menjadi lahan pembibitan tanaman kina, Pangalengan sudah menjadi tempat plesiran farovit para meneer Belanda.
Terletak di ketinggian 1.410 mdpl, Pangalengan, sudah dimanfaatkan sebagai perkebunan kopi dan kina sejak zaman VOC tahun 1800-an. Sejak itu, Pangalengan kemudian mulai berkembang sebagai sentra perkebunan sekaligus tempat niis atau beristirahat para petinggi Belanda karena cuacanya yang dianggap sama dengan Eropa.
Mengenai asal-usulnya, Rizky menyebut arti Pangalengan konon merujuk kepada kebahagiaan Bupati Bandung kala itu setelah melihat keberhasilan penanaman kopi dengan cara memeluk seorang camat setempat. Nah, dari kata memeluk (Bahasa Sunda: ngaleng) itu lah, ujar Rizky, kata Pangalengan berasal.
Beda lagi dengan penjelasan Her Suganda. Menyadur bukunya, Rizky menulis bahwa Her Suganda (2014) menyebut Pangalengan merujuk kepada usaha pengemasan kopi zaman VOC. Dengan demikian, kata dia, Pangalengan berasal dari suku kata 'kaleng' yang diberi awalan 'pa' dan akhiran 'an' karena dalam masyarakat Sunda tidak mengenal awalan 'pe'.
"Entah versi mana yang benar, yang pasti masyarakat lebih suka menyebut kawasan dataran tinggi sekitar Gunung Malabar dengan sebutan Pangalengan," kata Rizky dalam bukunya itu di halaman 340 sebagaimana dikutip dari detikJabar, Minggu (13/8/2023).
Rizky turut menyelipkan sebuah cerita rakyat mengenai Pangalengan, salah satunya mengenai legenda Embah Kebon. Cerita itu ia kutip dari bukunya Rusyana dan Raksanagara (1978) yang merupakan kisah dari seorang warga Pangalengan bernama Jeje Sacapraja. Cerita itu diklaim dituturkan seseorang bernama Pak Endi pada 2013 yang disebut sebagai cucunya Embah Kebon.
Baca juga: Kenapa Banyak Orang Minang Punya Nama Bule? |
Dalam buku tersebut, Embah Kebon dikisahkan sebagai pemilik kebun di Pangalengan yang memiliki kekuatan istimewa. Embah Kebon pernah berhasil menjebak seekor babi hutan dengan cara bertarung dari malam hingga pagi hari.
Di lain waktu, Embah Kebon juga pernah mencegah terjadinya longsor hanya dengan cara menanamkan ranting-ranting pohon di tanah. Praktik inilah yang kemudian dipercaya orang tua zaman dulu di Pangalengan sebagai cara 'tolak bala'.
"Demikianlah orang tua dahulu di Pangalengan percaya bahwa untuk mencegah longsor, mereka akan menanam ranting-ranting di tanah," kata Rizky.
Terlepas dari semua itu, Pangalengan kini menjadi destinasi wisata yang kerap diburu setiap akhir pekan. Mengutip data BPS, penduduk Pangalengan pada 2022 mencapai 157.568 jiwa dengan luas wilayah 195,4 kilometer kilometer persegi.
-----
Artikel ini telah naik di detikJabar.
(wsw/wsw)
Komentar Terbanyak
Bandung Juara Kota Macet di Indonesia, MTI: Angkot Buruk, Perumahan Amburadul
Bandara Kertajati Sepi, Waktu Tempuh 1,5 Jam dari Bandung Jadi Biang Kerok?
Foto: Aksi Wulan Guritno Main Jetski di Danau Toba