Maskapai Penerbangan Minta Tarif Batas Atas Dihapus

Herdi Alif Al Hikam - detikTravel
Senin, 06 Nov 2023 13:07 WIB
Ilustrasi tiket pesawat (Zhanna Danilova/Getty Images/iStockphoto)
Jakarta -

Asosiasi Maskapai Penerbangan Indonesia (Indonesia National Air Carriers Association/Inaca) mengusulkan tarif penerbangan disesuaikan dengan mekanisme pasar. Asosiasi meminta aturan tarif batas atas lebih baik dihapus.

Inaca menyebut penentuan tarif tiket pesawat harus dikaji ulang. Itu untuk memberikan fleksibilitas bagi maskapai dalam menyesuaikan tarif sehingga dapat memberikan keberlanjutan bisnis penerbangan di Indonesia. Apalagi, penyesuaian tarif batas atas penerbangan terakhir kali dilakukan pada 2019.

"Salah satu usulan kita kalau bisa tarif batas atas ini ditiadakan, sehingga harga tiket ini nanti menyerahkan ke mekanisme pasar," ujar Ketua Umum INACA Denon Prawiraatmadja usai melaksanakan Rapat Umum Anggota (RUA) INACA dan dikutip Senin (6/10/2023).

Denon mengatakan penghapusan itu untuk mengimbangi biaya operasional maskapai yang sangat tinggi. Biaya operasional yang tinggi itu disebabkan oleh dua faktor utama, yakni harga avtur yang makin mahal dan nilai tukar Dolar Amerika Serikat yang terus menguat.

Usulan semacam itu sering disuarakan pengusaha penerbangan. Sebelumnya, dalam acara Seminar Hari Penerbangan Nasional, pada 27 Oktober 2023 yang lalu, Presiden Direktur Lion Air Group, Daniel Putut Kuncoro Adi mengatakan aturan TBA memang bermasalah. Setidaknya, paling minimal pemerintah seharusnya melakukan peninjauan ulang pada batas tarif yang ada.

Lewat langkah ini, Daniel mengatakan beban di industri penerbangan bisa berkurang lewat penyesuaian tarif yang lebih leluasa dilakukan.

"Bahkan dengan menjual batas atas pun kita masih belum untung, kalo bicara profit ya. Tapi kita harus patuh ke pemerintah, jadi kita bergerak ke situ. Mohon sekali agar bersama-bersama cari solusi supaya industri penerbangan tetap eksis," ujar Daniel.

Saat ini, maskapai penerbangan juga tengah menghadapi tantangan lainnya akibat pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar dan perang Hamas-Israel. Kondisi tersebut menyebabkan sejumlah komponen biaya operasional bisa naik, maka dari itu seharusnya tarif juga bisa naik.

"Kita pendekatan ke pemerintah khususnya. Jangan sampe beban terlalu berat di industri penerbangan. Karena kalau misalnya komponen paling besar untuk pesawat itu kan bahan bakar, kita aja nggak sanggup beli, otomatis dengan harga yang diatur pemerintah kita nggak sanggup gerak, kita nggak bisa jalan," kata Daniel.

Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra pun sudah pernah blak-blakan mengeluhkan tarif penerbangan domestik yang terlalu ketat penetapannya. Menurutnya, aturan soal tarif batas atas dan tarif batas bawah (TBA-TBB) membuat maskapai sulit menentukan harga jual yang layak untuk bisnisnya.

Irfan bilang tarif yang dibatasi membuat perusahaan sulit mendapatkan keuntungan secara optimal. Bahkan, dengan tarif batas atas yang ada saat ini, mau okupansi pesawat penuh pun untungnya tetap tidak banyak.

Keluhan ini, menurut Irfan, sudah berkali-kali diadukan ke Kementerian Perhubungan, Irfan pun secara tegas menyarankan agar ketentuan tarif batas dihilangkan saja. Cuma selama ini memang usulan itu ditolak mentah-mentah Kementerian Perhubungan sebagai regulator.



Simak Video "Video: Rencana Harga Tiket Pesawat Disesuaikan Tiap 5 Tahun agar Lebih Terjangkau"

(fem/fem)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork