Gunung Marapi yang terletak di Kabupaten Agam dan Tanah Datar, Sumatera Barat, kembali mengalami erupsi. Gunung itu meletus pada hari Minggu (3/12) sekitar pukul 14.54 WIB.
Dampak erupsi Gunung Marapi, wilayah Kabupaten Agam, Kabupaten Tanah Datar dan Kota Bukittinggi mengalami hujan abu vulkanik.
Tentang Gunung Marapi
Traveler jangan sampai salah ya, Gunung Merapi dan Gunung Marapi adalah dua gunung yang berbeda lho. Gunung Merapi ada di Sumbar sedangkan Gunung Merapi ada di antara Jawa Tengah dan DIY. Gunung Marapi memiliki ketinggian 2.891 mdpl dan beda sedikit dengan Gunung Merapi yang memiliki ketinggian 2.968 mdpl.
Untuk bisa mendaki Gunung Marapi, traveler harus mendaftar dulu secara online melalui website BKSDA Sumbar. Melalui sistem booking online ini nantinya para pendaki dapat melakukan pendakian dari tiga pintu TWA Gunung Marapi, yaitu melalui Batu Palano yang berlokasi di Kabupaten Agam, serta melauli Koto Baru dan Aia Angek yang berlokasi di Kabupaten Tanah Datar.
Saat mendaki Gunung Marapi, traveler bisa melihat pemandangan indah dari Lembah Agam hingga Gunung Singalang. Bahkan dari Gunung Marapi, kamu bisa melihat Gunung Singgalang di sebelah barat, Talakmau di luar Bukittinggi di utara, serta Danau Singkarak dan Kerinci di selatan.
Jadi jangan heran, keindahan pemandangan di puncak Marapi membuat para pendaki berbondong-bondong mengejar keindahannya.
Sebagai gunung api aktif tertinggi di Sumatera Barat, traveler bisa melihat gunung ini dari berbagai daerah. Salah satunya di daerah Sungayang, Kabupaten Tanah Datar. Daerah ini merupakan kampung halaman dari detikcom (penulis).
Saat cuaca cerah, terlihat jelas bagaimana gagahnya Gunung Marapi tegak seperti menyentuh awan. Ditambah pula dengan hamparan sawah yang luas hingga kaki gunung, pemandangan indah ini jadi pemicu rindu kampung halaman. Saat selesai hujan, bisa terlihat dari jauh bagaimana beberapa air terjun mencuat dari berbagai sisi di badan gunung.
Erat kaitannya dengan asal-usul orang Minang
Gunung Marapi sangat erat kaitannya dengan asal-usul orang Minangkabau. Konon katanya, nenek moyang orang Minangkabau berasal dari lereng Gunung Marapi.
Dikutip dari Repositori Universitas Andalas dengan judul 'Asal Usul Nenek Moyang Minangkabau', Senin (4/12/2023) dalam Tambo (hikayat yang menuliskan sejarah Minangkabau) diceritakan bahwa asal usul orang Minangkabau dari keturunan Raja Iskandar Zulkarnaini, yaitu dari Macedonia tahun 336-335 SM. Diceritakan bahwa Raja ini mempunyai 3 orang putra yaitu Maharaja Alif yang menjadi Raja di Benua Ruhun (Romawi), Maharaja Dipang yang menjadi Raja di Benua China dan yang kecil Maharaja Diraja yang menjadi Raja di Pulau Emas (Perca).
Di tengah-tengah pelayarannya mereka melihat cahaya seperti kilauan emas, dan terus mereka dekati dan akhirnya mereka menemukan sebuah pulau yang akhirnya menjadi Gunung Marapi ini. Kemudian Sultan Maharajo Dirajo dan rombongan berlabuh di kaki Gunung Marapi itu dan menetap di sana.
Air pun semakin surut dan semakin terlihatlah daratan. Dan, mulailah Sultan Mahadirajo memilih tempat untuk ditinggali dan berkembang menjadi sebuah kerajaan hingga terbentuklah sistem pemerintahan Minangkabau.
Di beberapa titik di sekitar Gunung Marapi juga ditemukan sejumlah batu besar (menhir) yang menunjukkan keberadaan budaya pada saat itu.
Telah meletus lebih 50 kali
Dikutip dari detikSumut, Gunung Marapi tercatat telah meletus berulang kali. Pertama kali, Gunung Marapi beraktivitas hingga mengeluarkan lava pada 1822. Namun sebelum itu, tepatnya pada tahun 1807, Gunung Marapi telah aktif beraktivitas mengeluarkan kepulan asap vulkanik.
Meletusnya Gunung Marapi biasanya disertai pasir, abu, hingga gemuruh. Melansir detikEdu, hingga kini tercatat Gunung Marapi telah meletus lebih dari 50 kali. Adapun daftar letusannya tiap tahun sebagai berikut.
1. 1807-1822: Terjadi adanya suatu letusan
2. 1822: Adanya kepulan asap hitam kelabu, disusul leleran lava disertai sinar api merah tua. Kemudian keluarnya asap dan awan debu.
3. 1833: Beberapa letusan kecil terjadi.
4. 1834: Terjadi letusan kecil.
5. 1845: Terdengar suara gemuruh dari dalam bumi dan terlihat api besar.
6. 1854: Terjadi letusan abu selama beberapa hari.
7. 1855: Terasa gempa bumi dan adanya tiang asap disertai suara gemuruh terus-menerus.
8. Januari 1856: Kadang-kadang terlihat pancaran api.
9. April 1861: Aktivitas meningkat
10. 1863: Letusan
11. 1871: Pada 24 April terjadi hujan abu menuju tebal sampai ke Bukittinggi.
12. 1876: Terlihat awan besar dan bongkah laca yang dimuntahkan sejauh 280 m.
13. 1877: Aktivitas bertambah.
14. Desember 1878: Terdengar suara gemuruh selama 10 menit.
15. 5 Juni 1883: Terjadi letusan abu
16. 27 Agustus 1883: Terjadi letusan abu.
17. Desember 1883: Terjadi erupsi kecil.
18. 12 November 1885: Terlihat tiang asap.
19. 31 Maret 1886: Terdengar suara gemuruh sebanyak lima kali dan berlanjut dengan letusan abu disertai pasir.
20. 1888: Terjadi letusan abu dan batu pijar sampai tengah malam.
21. 1889, 1904, 1905, 1908, 1910, 1911, 1913: Terjadi aktivitas namun keterangan kurang jelas.
22. 1916: Terjadi letusan kecil beserta hujan abu dan suara gemuruh.
23. 1918: Dasar kawah merah terlihat.
24. 1919: Terjadi ledakan dan awan abu.
25. 1925: Terlihat sumbat lava hitam pada dasar kawah.
26. 1927: Terdengar suara letusan dengan asap berbentuk kembang kol.
27. 1929: Terjadi letusan abu dan lava pijar terlempar.
28. 1930: Terlihat lava pada rekahan di dasar kawah.
29. 1932: Terjadi letusan.
30. 1949: Letusan abu diawali dengan suara gempa bumi.
31. 1951: Letusan abu dari Kepundan Bungsu.
32. 1952: Asap berbentuk kol kembang setinggi 2000 sampai 3000 m diikuti hujan abu.
33. 1955-1958: Kenaikan aktivitas
34. 1967: Kenaikan aktivitas.
35. 1970: Kenaikan aktivitas
36. 1971: Letusan abu di Kepundan B dan C
37. 1972: Peningkatan kegiatan solfatara di Kawah B dan C dan Bungsu.
38. 1973: Letusan gas asap dalam Kawah Verbeek.
39. 1975: Letusan eksplosif disertai suara gemuruh dan lontaran material pijar dari kawah Verbeek.
40. 1977: Letusan dari kawah Verbeek.
41. 1978: Letusan eksplosif di kawah Verbeek.
42. 1980: Letusan eksplosif dengan suara gemuruh.
43. 1981-1983: Peningkatan aktivitas.
44. 1984: Letusan di Kawah Tuo.
45. 1985: Peningkatan aktivitas.
46. 1987: Letusan eksplosif.
47. 1988: Rentetan letusan eksplosif. Disertai suara gemuruh dan sinar api.
48. 1989: Terjadi letusan eksplosif dengan suara gemuruh dan sinar api
49. 1990: Kembali terjadi letusan eksplosif dengan gemuruh dan sinar api
50. Oktober 2005: Letusan abu terjadi hampir setiap hari.
51. 2017: Terjadi letusan
52. Januari 2023: Kembali erupsi
53. Desember 2023: Terjadi erupsi
(sym/fem)
Komentar Terbanyak
Bandung Juara Kota Macet di Indonesia, MTI: Angkot Buruk, Perumahan Amburadul
Bandara Kertajati Siap Jadi Aerospace Park, Ekosistem Industri Penerbangan
Foto: Aksi Wulan Guritno Main Jetski di Danau Toba