Menolak Punah, Perajin Wayang Kulit Tetap Bertahan di Tengah Gempuran Zaman

Putu Intan - detikTravel
Jumat, 05 Jan 2024 05:39 WIB
Purwono, pemilik Balai Agung, tempat pembuatan wayang kulit di Solo. (Foto: Ari Saputra/detikcom)
Solo -

Kesenian wayang kulit tetap eksis di tengah modernisasi dan globalisasi. Salah satu perajin yang masih bertahan ada di Solo.

Balai Agung merupakan tempat produksi wayang kulit yang masyhur namanya. Balai Agung dapat disebut sebagai tempat produksi wayang kulit yang legendaris karena sudah berdiri selama puluhan tahun.

Eksistensi Balai Agung bukannya tanpa sebab. Tempat ini dikenal mampu menghasilkan wayang kulit dengan kualitas terbaik dan mengadopsi langsung budaya dari Keraton Surakarta.

detikcom menyempatkan diri singgah di Balai Agung dan berjumpa dengan perajin wayang kulit di sana. Tempat produksi ini tidak terlalu luas. Hanya ada dua perajin yang tengah membuat wayang kulit. Di sana, kami disambut pemilik Balai Agung yakni Purwono.

Kepada detikcom, Purwono memperlihatkan wayang kulit buatan Balai Agung yang menggunakan kulit kerbau. Selain kuat, wayang kulit buatan Balai Agung juga memiliki detail dan warna yang apik. Pertama kali melihat dan memegang wayang itu, detikcom sudah dibuat takjub.

Rupanya, Purwono adalah generasi kedua yang mengelola Balai Agung. Sebelumnya, tempat ini dipimpin ayahnya yang merupakan abdi dalem Keraton Surakarta.

"Setelah Bapak meninggal, saya yang melanjutkan. Saya baru di sini 4 tahunan," kata Purwono.

Pembuat wayang Balai Agung di Solo. Foto: Ari Saputra/detikcom

Meskipun baru menjabat sebagai pemilik Balai Agung, kecintaan Purwono pada wayang kulit sudah muncul sejak ia kecil. Berawal dari rasa suka, Purwono memutuskan untuk melanjutkan usaha ayahnya tersebut.

"Proses itu berawal dari suka dulu. Sesuatu yang kita suka akan berimbas pada keberhasilan," ujarnya.

"Pada saat pertama kali saya merasakan suka, teman-teman di sini dulu banyak yang kerja juga, akhirnya saya mencoba saat itu saya bilang sama Bapak, saya coba jual. Akhirnya kita menjual wayang, alhamdulilah responnya banyak sekali," dia menambahkan.

Purwono sempat merasakan masa-masa kejayaan Balai Agung ketika banyak turis datang ke tempat mereka. Mereka berasal dari berbagai daerah bahkan negara-negara Eropa.

"Tamu kebanyakan datang ke sini. Yang datang ke sini alhamdulilah juga banyak karena wayang ini bisa dibilang wayang mendunia. Dari Jerman ada, Australia ada, Belanda ada, akhirnya setelah saya pegang pun, wayang-wayang yang dulu konsumennya Bapak itu pada datang ke sini juga. Terakhir saya dapat pesanan dari Turki, Singapura, dan warga lokal Indonesia," kata dia.

Kendati nama Balai Agung sudah dikenal baik dalam negeri maupun mancanegara, ia tak menampik bila saat ini ada tantangan dalam memasarkan wayang kulit. Zaman semakin moderen, pertunjukan wayang kulit semakin jarang dan minat anak muda juga rendah sehingga tak banyak yang mau membeli wayang kulit.

Pembuat wayang Balai Agung di Solo. Foto: Ari Saputra/detikcom

Untuk mengatasi masalah ini, Purwono memasarkan wayang kulit melalui media sosial. Dia juga tak ingin ketinggalan zaman dalam memasarkan karya Balai Agung.

"Tantangan saat ini secara ekonomi. Risikonya dari sisi pembuatan wayang, kita harus mengenalkan ke media-media. Saat ini yang paling ramai di media sosial Facebook, Instagram, TikTok," Purwono menjelaskan.

Rupanya, caranya mempromosikan wayang kulit lewat media sosial itu sangat efektif. Banyak orang yang akhirnya tertarik pada wayang kulit tanpa harus datang langsung ke Balai Agung.

"Dari suka itu timbul ketertarikan untuk membeli," katanya.

Di sisi lain, Purwono juga berharap pemerintah dapat memberikan perhatian lebih banyak untuk seniman, termasuk perajin wayang kulit. Menurutnya, bila pemerintah memberikan contoh dengan mengapresiasi karya seni, sikap itu dapat menular ke masyarakat sehingga wayang kulit dapat terus eksis.

"Pada saat pemerintahan Pak Harto, seniman benar-benar dihargai. Itu foto Bapak saya ada semua dan menteri kabinet kebanyakan membeli wayang di sini," dia mengenang.

"Harapan saya, khususnya pemerintah memperhatikan seniman-seniman, karena banyak seniman yang mengeluh dengan kondisi pemerintahan saat ini, 'kok tidak melihat seni atau tidak meliat senimannya'," ujar dia.



Simak Video "Video Ahmad Luthfi soal Usulan Solo Jadi Daerah Istimewa: Kewenangan Pusat"

(pin/fem)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork