Sasana Mulya, bangunan yang digunakan sebagai rumah bagi putra Raja Solo itu kondisinya memprihatinkan. Padahal, bangunan itu tempat lahirnya para seniman.
Sardono Waluyo Kusumo, maestro tari asal Solo yang juga dikenal sebagai tokoh tari Indonesia, mengaku sempat menjadi saksi sejarah ketika Sasana Mulya masih digunakan sebagai Akademi Seni dan Karawitan Indonesia (ASKI), cikal bakal ISI (Institut Seni Indonesia).
"Saya kan dulu menyaksikan ASKI kan di situ, saya sering punya aktivitas dengan ASKI juga," kata Sardono saat ditemui usai pentas Wasiat Diponegoro di Mas Don Art Center, Senin (8/1) lalu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sardono bercerita, dulu Sasana Mulya tak hanya digunakan untuk belajar seni dan karawitan saja, melainkan bisa disebut sebagai tempat lahirnya para seniman, karena banyak karya-karya yang lahir dan dipertontonkan di Sasana Mulya.
"Saya banyak juga karya-karya baru, yang tidak pernah ada, nah itu diundang untuk dimainkan di situ. Ya betul, jadi tempat lahirnya seniman," terangnya.
Melihat adanya garis pembatas di sekeliling Sasana Mulya dan bambu-bambu yang kini digunakan untuk menopang tumpang sari, Sardono sangat menyayangkan kondisi bangunan bersejarah yang mulai rusak itu.
"Harusnya siapa pun yang memiliki sarana dan memiliki otoritas, memiliki kewajiban untuk menyelamatkan heritage warisan budaya itu, ya harus turun tangan," tuturnya.
"Apakah Gubernur, apakah wali kota, apakah dinas cagar budaya, itu urusan mereka, itu tugasnya," sambungnya.
![]() |
Menurut Sardono, jika Sasana Mulya tak segera diperbaiki, maka akan menyebabkan bangunan tersebut semakin rusak. Kota Solo akan rugi besar dengan kehilangan pengetahuan terkait bangunan yang sudah berdiri ratusan tahun.
"Miris, karena kalau itu rusak kan kita kehilangan pengetahuan. Untuk bisa mencipta arsitektur itu prosesnya panjang, butuh ratusan tahun. Kalau itu tidak dilihat sebagai sebuah pengetahuan yang tidak boleh hilang begitu saja, itu kita kerugiannya luar biasa," ungkap pria kelahiran 1945 itu.
Alumni ISI Solo Juga Ikut Miris
Tak hanya Sardono, kondisi Sasana Mulya yang kini memprihatinkan juga membuat miris salah satu komposer musik dunia lulusan ISI Surakarta, Peni Candra Rini.
Peni mengaku sangat sedih saat mendengar kabar Sasana Mulya yang merupakan cikal bakal kampusnya itu kini kondisinya rusak parah.
"Memang Sasana Mulya adalah cikal bakalnya ISI Surakarta ya, dulu perkuliahan pertama kali di sana diselenggarakan. Dan mendengar berita hampir runtuhnya tempat bersejarah itu, ya sedih sekali rasanya," tutur Peni yang hendak pulang usai pentas malam itu.
Perempuan yang baru menyanyi di pentas Wasiat Diponegoro itu pun mengaku miris setiap melihat potret Sasana Mulya kini ditutupi garis pembatas yang menandakan tak ada kegiatan kesenian di dalamnya.
Padahal menurutnya, bangunan yang berbentuk pendapa itu seharusnya difungsikan sebagai rumah tempat belajar maupun menggelar seni kebudayaan masyarakat Kota Solo.
"Tapi memang inilah kehidupan, tidak ada yang abadi, yang tua mati dan dihidupkan lagi energinya. Jadi jangan disesali dan jangan diratapi, tapi ini dijadikan pembelajaran untuk kita semua bahwa segala sesuatu yang kita capai itu bakale kembali di tanahnya. Itu yang juga harus diingat-ingat," pungkasnya.
Bangunan Rumah Bagi Putra Raja
Dikutip dari situs resmi Pemkot Solo, fungsi Ndalem Sasana Mulya diperuntukkan sebagai tempat tinggal bagi para putra Raja. Bangunan ini didirikan pada masa pemerintahan PB IV.
Bangunan Sasana Mulya memiliki kelengkapan bagian-bagian bangunan Jawa, terdiri dari 4 (empat) unsur yang biasa terdapat pada rumah tradisional Jawa, yaitu pendopo, pringgitan, ndalem dan gandhok.
Bangunan pendopo berupa joglo dengan 36 saka. Adapun pringgitan bercirikan atap limasan dengan 8 saka. Tiang/saka pada bangunan ini memiliki penampilan khas karena dibuat dengan cara bukan diketam melainkan dipethel atau ditatal/dikampak.
-------
Artikel ini telah naik di detikJateng.
(wsw/wsw)
Komentar Terbanyak
Turis Brasil yang Jatuh di Gunung Rinjani Itu Sudah Tidak Bergerak
Keluarga Indonesia Diserang Pria di Singapura, Anak Kecil Dipukul dengan Botol
Tragedi Juliana di Rinjani, Pakar Brasil Soroti Lambatnya Proses Penyelamatan